"Bagus! Kau berani kembali dan bertingkah seolah aku yang paling salah. Dengar, Tuan, aku sudah bahagia tanpamu."
***
Pulang sekolah, Naumi sudah menawarkan agar Alin diantar pulang lebih dulu oleh Sadam menggunakan motornya, namun Alin menolak secara halus dan mengatakan bahwa ia sedang menunggu Cakra. Alhasil, Sadam kini sudah pulang bersama Naumi.
Sudah lima menit Alin menunggu Cakra di depan pagar, namun batang hidungnya masih belum juga terlihat. Alin memilih untuk menghubungi Ara, siapa tahu abangnya masih ada di rumah.
"Kak Ara, Bang Cakra ada di rumah gak?"
"Nggak, Lin. Sejak nganterin kamu pagi tadi, dia gak pulang ke rumah."
"Emangnya bang Cakra kerja ya kak?"
"Kak Ara juga gak tau, Lin. Tapi ngomong-ngomong, tadi ada cowok yang ke sini nyariin kamu."
"Cowok? Siapa kak?"
"Kak Ara lupa nanya namanya, tapi yang jelas dia putih, tinggi, cakep, Lin. Seumuran sama kamu sih."
"Wisnu?" Alin kaget saat melihat ciri-ciri lelaki yang disebutkan Ara kini malah berdiri di hadapannya. Perlahan, Alin menurunkan ponselnya.
Alin menarik kata-kata yang melesat dibenaknya tadi pagi seputar mantan. Detik ini, saat melihat Wisnu ada di hadapannya, dada Alin terasa bergemuruh. Emosi yang ia bawa saat memutuskan pindah ke kota ini, kini menguap di batas kerongkongannya. Rasa sakit itu kembali hadir saat melihat mantannya.
Wisnu terlihat bungkam sama seperti Alin, namun bedanya rahang lelaki itu tampak mengeras, seperti menahan emosi.
Tak kuat menahan rasa sesak di dadanya, Alin memilih masuk ke dalam sekolah untuk menghindari lelaki itu, namun sial, Wisnu malah mensejajarkan langkahnya, bahkan menghadang langkah Alin.
"Gue mau ngomong," ujar lelaki itu. Suara bariton lelaki itu, dulu pernah membuat Alin candu. Tapi sekarang, rasanya Alin ingin menangis sebab gara-gara lelaki di hadapannya ini, Alin malah membuat keputusan bodoh.
"APALAGI?!" Tanpa sadar Alin malah berteriak, membuat genangan air di matanya nyaris tumpah ke pipi, jika saja Alin tak buru-buru menyekanya dengan kasar.
Wisnu yang ia kenal dulu selalu memanggil aku-kamu padanya, namun kini berubah menjadi lo-gue layaknya orang asing. Sialnya itu malah membuat hati Alin semakin luka.
"Chia sekarang koma di rumah sakit!" Ucapan Wisnu mampu membuat Alin sadar dari pikiran kekanakannya, dan memberanikan diri untuk menatap kedua mata lelaki itu.
Wisnu melanjutkan ucapannya, "Chia salah satu korban dari tenggelamnya kapal seminggu lalu. Lo sahabatnya, tapi lo gak tau?"
Lagi-lagi Alin kaget. Ia ingat betul dengan kejadian kapal tenggelam yang sempat menjadi topik utama di kota ini seminggu lalu. Ia juga sempat menabur bunga untuk para korban kala itu. Tapi ia sama sekali tak sadar, jika sahabatnya Chia termasuk satu di antara para korban itu. Lagipula bukankah waktu itu Alin sendiri yang mengantarkan Chia ke bandara? Harusnya gadis itu berangkat dengan pesawat kan?
"Kalau lo masih dendam sama masalah kita, lo selesain berdua sama gue. Jangan bawa-bawa Chia!" Wisnu malah menyudutkannya. "Chia bela-belain datang ke sini nyusul lo demi perbaiki hubungan persahabatan kalian. Tapi lo malah santai, seolah gak ada beban. Chia salah pilih lo sebagai sahabat."
Alin geleng-geleng kepala kala mendengar Wisnu terus-terusan menyalahkannya. "Setelah selingkuh sama sahabat gue, dan buat gue trauma sampai pindah sekolah, pindah rumah, bahkan pindah kota, masih sanggup lo nyalahin gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKAT (COMPLETED)
Roman pour AdolescentsDinding berguna untuk membatasi beberapa ruangan dalam sebuah bangunan yang kokoh. Dinding adalah sekat di antara ruangan satu dengan lainnya. Sebuah ruangan tak akan diberi dinding jika lingkupnya masih sama. Sama halnya seperti sebuah hubungan. Se...