"Lebih baik gagal karena prestasi daripada gagal karena percintaan."
***
Paginya, Alin diantar sekolah oleh Cakra menggunakan mobil mereka, persis seperti pertama Alin pindah ke tempat ini.
"Mama Papa udah tau?" Tanya Cakra ketika keduanya sudah masuk di dalam mobil.
Alin menggeleng. "Kak Ara bilang jangan sampai Mama sama Papa tau. Aku udah berusaha tutupin ini dari mereka."
"Makasih, dek."
"Aku gak abis pikir kenapa abang bisa terjerat sama kasus itu."
"Abang gak make sama sekali. Abang cuma disuruh ngasih barang itu ke pelanggan. Itu pertama kalinya, dan abang langsung ketauan." Jelas Cakra.
"Abang tau gak, aku sampe gak ngenalin abang lagi. Bahkan aku gak tau sosok siapa lagi yang aku jadiin panutan."
Mendengar perkataan adiknya, Cakra sukses dibuat bungkam.
"Tanpa abang sadari, sejak abang hancur, aku juga ikut hancur."
Cakra mengembuskan napas pasrah. "Abang emang gak pantas untuk kamu jadikan panutan. Tapi abang bisa jadi pelajaran hidup buat kamu."
Alin memalingkan wajahnya ke samping.
"Lin, abang sama kak Ara kasih kepercayaan penuh buat kamu. Jangan sampai salah langkah. Abang lebih bangga liat kamu gagal karena prestasi, daripada gagal karena hal lain. Kamu paham maksud abang kan?"
Nada suara Cakra terdengar tegas. Alin sukses dibuat mati kutu. Bahkan untuk menoleh saja ia takut.
"Abang sama sekali gak mendukung kalau kamu mau coba untuk pacaran di masa-masa sekolah. Abang tegaskan ke kamu, kalau sempat kamu ketauan pacaran, abang kembalikan kamu ke mama papa!"
Alin meremas kedua tangan di pangkuannya.
"I-iya, bang."
***
Pukul 7 pagi, Naumi yang masih lengkap dengan selimutnya masih betah berbaring di ranjang. Sebab menangis seharian kemarin, Naumi tak nafsu makan. Entah juga karena efek beban pikiran, jadilah hari ini dia drop.
Sang Mama masuk ke kamar sambil membawakan nampan berisi sarapan.
"Ini karena kamu gak dengerin omongan Mama." Itu kalimat pertama yang dilayangkan Mamanya sebelum akhirnya mengambil kursi dan duduk di sebelah putrinya.
Naumi tak menghiraukan sang Mama. Bahkan kedua matanya sengaja tak berkedip karena masih kesal dengan omongan buruk Mamanya tentang Sadam kemarin.
Vinda berniat mengelus kepala Naumi, namun gadis itu langsung menepisnya.
Dahi Vinda berkerut tak suka. "Kamu kenapa jadi kasar sama Mama? Kamu marah karena omongan Mama kemarin? Nyatanya Mama benar kan? Minimal dia berani datang langsung ke Mama. Tapi kemarin apa? Dia gak datang kan?"
Setelah beberapa saat tak berkedip, Naumi kini menutup matanya sebentar, tapi sialnya air mata malah jatuh.
"Sadam datang hujan-hujanan kemarin, tapi Mama gak ada di rumah. Mama terlalu sibuk sama temen-temen Mama yang gak jelas itu. Ngurusin arisan, inilah-itulah, sampai Mama lupa punya keluarga!"
Vinda membulatkan matanya tak santai. Ia bahkan menaruh nampan di hadapannya dengan kasar.
"Aku udah mikirin mateng-mateng, setelah lulus nanti, aku bakal keluar dari rumah ini kayak Kak Nada."
Vinda tersenyum sinis. "Kamu pikir dengan keluar dari rumah ini, hidup kamu akan damai? Banyak hal bahaya di luar sana. Apalagi kamu menjalin hubungan sama laki-laki gak jelas. Mau jadi apa kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKAT (COMPLETED)
Teen FictionDinding berguna untuk membatasi beberapa ruangan dalam sebuah bangunan yang kokoh. Dinding adalah sekat di antara ruangan satu dengan lainnya. Sebuah ruangan tak akan diberi dinding jika lingkupnya masih sama. Sama halnya seperti sebuah hubungan. Se...