"Kupikir tadinya jika berjalan sendiri selamanya tak akan masalah. Nyatanya aku tak bisa. Peran teman dekat itu penting untuk kesehatan mental."
***
Pagi tadi, Alin berangkat bersama Cakra. Pria itu meminjam motornya untuk berangkat kerja serta kuliah. Tanpa mengatakan alasannya, Alin bisa menebak bahwa saat ini Cakra sedang berhemat.
Uang bensin mobil setiap harinya bisa dibilang tidak murah. Sementara jika ia meminjam motor Alin, hal itu bisa mengurangi pengeluarannya, sebab bensin motor Alin masih ditanggung oleh orang tua mereka.
Dan sekarang, Alin tak tahu ingin pulang bagaimana. Cakra tak mengatakan apapun mengenai ini. Alin yakin pria itu pasti tak bisa menjemputnya tepat waktu sebab Cakra juga pasti akan lanjut bekerja di jam segitu.
"Lin, kita bertiga satu kelompok!" seru Naumi sembari menoleh ke belakang.
Saat ini mereka sedang belajar Sosiologi, dan guru mereka juga sedang membentuk kelompok. Sebenarnya kelompok ini hanya terdiri dari dua orang. Namun mengingat jumlah murid di kelas mereka ganjil, jadilah akhirnya Alin diletakkan di kelompok Naumi dan Sadam.
***
"Jadi, kita kerja kelompoknya dimana nih?" tanya Naumi. Saat ini ia sedang jalan beriringan dengan Alin, sementara Sadam berjalan di depan mereka. "Di rumah lo aja kali ya?"
Alin dengan cepat menggeleng. "Dimana pun, asal jangan di rumah gue."
"Gak mungkin di rumah Sadam dong. Lo tau kan, di rumah dia gak ada siapa-siapa."
"Yaudah, kalau gitu di rumah lo aja," tandas Alin akhirnya.
Naumi mendengkus pasrah. "Kalau di rumah gue, Sadam udah pasti gak bisa ikutan."
"Ya trus kenapa? Ada ataupun gak ada dia juga kita bakal tetep bisa nyelesain tugas kok." Tepat setelah mengatakan itu, Sadam menoleh ke belakang sekilas. Alin tak bermaksud untuk menyindir Sadam, tapi apa yang dikatakannya memanglah fakta.
"Oke-oke! Di rumah gue!" putus Naumi akhirnya. Alin tahu gadis itu tak ikhlas. "Tapi lo berangkatnya gimana? Lo gak bawa motor kan? Gue mau nganterin Sadam pulang. Gimana dong?"
Alin menatap Naumi sembari mengernyit heran. Kenapa gadis itu selalu memikirkan dan mengutamakan Sadam?!
"Gue tungguin lo di sini. Selesai nganterin cowok lo, jemput gue di sekolah. Deal?" Alin mengambil jalan tengah. Tidak ada yang dirugikan di sini. Lagipula jalan rumah Naumi memang tidak searah dengan rumah Sadam.
Abi tiba-tiba melewati mereka. "Hm, gimana kalau lo nebeng sama Abi?" celetuk Naumi, sontak membuat Abi menoleh.
Alin membulatkan matanya tak santai. Inilah yang tak disukainya dari Naumi. Gadis itu selalu mencomblangkannya dengan Abi yang mungkin saja sudah punya pacar di luar sana. Alin tak pernah tahu orang seperti apa Abi itu. Mungkin dia lebih mengenal Sadam ketimbang Abi. Dan yang jelas, Abi memang selalu dikerubungi perempuan di dalam kelas.
"Kenapa, Nau?" tanyanya.
"Kalau lo jawab yang aneh-aneh, gue angkat tangan sama urusan kerja kelompok kita!" ancam Alin dengan nada suara berbisik tapi penuh penekanan.
Naumi akhirnya terkekeh canggung. "Gapapa kok, Bi," jawab gadis itu akhirnya, dan membuat Alin bisa bernapas lega.
***
Setelah menunggu nyaris setengah jam, akhirnya mereka tiba di kediaman Naumi. Ukuran rumah gadis itu tampak lebih besar dari rumah Cakra. Tapi mungkin setara dengan rumah orang tua Alin.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKAT (COMPLETED)
Teen FictionDinding berguna untuk membatasi beberapa ruangan dalam sebuah bangunan yang kokoh. Dinding adalah sekat di antara ruangan satu dengan lainnya. Sebuah ruangan tak akan diberi dinding jika lingkupnya masih sama. Sama halnya seperti sebuah hubungan. Se...