"Mati-matian bertahan sebenarnya bukan pilihan terakhir. Jika sudah lelah, pasti ada jalan keluar. Putus, misalnya."
***
Jam pelajaran berakhir, sejak istirahat tadi hingga sekarang, Naumi dan Sadam tampak diam-diam saja. Kini, Sadam berbalik dan menatap Alin.
"Kunci?" Tangannya terulur di udara. Naumi bahkan mematung melihat hal itu.
Tak mau ada kesalahpahaman, Alin berniat meminta izin dulu pada Naumi. "Nau-"
"Cepat!" titah Sadam dengan nada tegas.
Alin dapat melihat bahwa Naumi mengangguk. Detik selanjutnya, gadis itu melangkah keluar kelas. Sadam tak menyusul gadis itu. Tinggallah mereka berdua di sini.
"Gue bisa bawa motor sendiri!" tolak Alin. Sebenarnya itu hanya alibi agar Sadam tak jadi pulang dengannya.
"Gue gak suka dibonceng cewek!" balas Sadam ketika Alin baru saja melangkah. Lelaki itu merampas kunci di tangan Alin dan pergi begitu saja.
Sial! Makin ke sini sikap lelaki itu malah seenaknya saja!
Setibanya di parkiran, Alin dapat melihat bahwa Naumi sudah pulang sendiri. Bunyi klakson tiba-tiba mengagetkannya. Siapa lagi kalau bukan Sadam.
Alin menaiki motornya dengan perlahan sebab lututnya masih ngilu. Awas saja jika Sadam menggerutu! Akan Alin turunkan lelaki itu sekarang juga!
Begitu menaiki motornya, sebuah pesan masuk membuat Alin langsung membuka ponselnya. Ternyata pesan itu dari Naumi. Wah! Cepat sekali gadis itu tiba di rumah.
Naumi
Hati-hati, Sadam suka ngebut.Alin langsung menutup ponselnya. Ya, Alin tahu itu. Ia pernah dibonceng Sadam waktu itu, dan Alin minta diturunkan karena lelaki itu membawa motor dengan kecepatan tinggi. Tapi saat itu Alin sedang menaiki motor Sadam. Dan sekarang, jika lelaki itu macam-macam, maka Alin tak akan tinggal diam.
"Udah?" ujar lelaki itu sembari menoleh ke belakang.
Eh? Tumben?
"Udah," jawab Alin tanpa perdebatan apapun.
Motor mereka lantas melaju dengan kecepatan sedang. Bahkan ketika sudah keluar dari gerbang sekolah pun, Sadam tetap menjalankan motor tanpa ngebut sekalipun.
Alin mengernyit heran. Sekali lagi, tumben?
***
Alih-alih tiba di rumah, Sadam malah berhenti di tepi jalan. Lebih tepatnya di sebuah gerobak penjual seblak. Ketika Sadam turun, Alin masih stay di motornya.
"Biasa bang, dua," ujarnya pada si penjual seblak.
Alin menatap Sadam dengan berang, namun yang ditatap malah berpura-pura sibuk memainkan ponsel sambil menunggu pesanannya selesai.
Sepuluh menit berlalu, dua porsi seblak akhirnya selesai dibuat. Sialnya ternyata Sadam malah makan di tempat. Lelaki itu menatapnya, lantas menawarkan seporsi seblak padanya.
Alin menggeleng, "Gue suka brownies!"
"Kang seblak gak jual brownies kali," celetuk lelaki itu.
Sebenarnya Alin bisa saja meninggalkan Sadam sendirian, namun sialnya kunci motornya ada pada lelaki itu.
"Bang, yang ini dibungkus aja ya," ujarnya sembari mengembalikan seporsi seblak yang tadinya ia tawarkan pada Alin. "Lumayan, buat Kak Ara," lanjutnya sembari menatap Alin. Sial! Harusnya tadi Alin menerimanya saja, daripada membuang waktu tak jelas dengan menunggu Sadam menghabiskan seporsi seblak!
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKAT (COMPLETED)
Teen FictionDinding berguna untuk membatasi beberapa ruangan dalam sebuah bangunan yang kokoh. Dinding adalah sekat di antara ruangan satu dengan lainnya. Sebuah ruangan tak akan diberi dinding jika lingkupnya masih sama. Sama halnya seperti sebuah hubungan. Se...