45

509 84 304
                                    

"Lagi, aku dinilai rendah karena hubungan tak jelas ini. Memang lebih baik tak usah bersosialisasi saja tadinya."

***

Tak seperti biasanya, Sadam pulang tanpa membawa boncengan. Maksudnya, biasanya dia pulang bersama Alin, tapi belakangan ini gadis itu terlihat menjauh. Ia juga tak pernah lagi membantu Alin dan Ara di rumah mereka. Bukannya tidak mau, pasalnya kedatangan Sadam seolah ditolak mentah oleh mereka sebab Alin dan Ara tak mau membukakan pintu untuknya.

Hari ini, Sadam kembali mengetuk pintu rumah itu. Ia yakin Alin belum pulang, dan hanya Ara yang ada di rumah. Ara sudah menganggapnya sebagai adik. Wanita itu pasti akan membukakan pintu untuknya.

Namun tampaknya prediksi Sadam melesat. Berulang kali ia mengetuk pintu, namun tak ada tanda-tanda pintu itu akan dibuka.

Tak hanya sekedar mengetuk, Sadam juga berulang kali memanggil nama Ara, namun tak juga ada sahutan.

Pandangannya beralih ke belakang saat mendengar suara mobil yang berhenti di depan rumah. Sadam memerhatikan mobil itu. Bukan Alin yang turun dari sana, melainkan Ara. Wanita itu terkejut saat melihat keberadaan Sadam.

Biasanya Ara memilih pulang-pergi dengan gojek, tapi kali ini tumben dia memesan gocar.

Namun tampaknya itu bukan taksi online. Jendela mobil bagian depan kini terbuka seutuhnya, hingga membuat Sadam bisa melihat bahwa orang itu adalah pria yang sedang menggunakan jas dokter. Ara tampak berhenti sebentar untuk ngobrol sesaat, hingga akhirnya wanita itu berjalan masuk ke rumah.

Wanita itu menundukkan pandangannya dan keliatan gugup.

"Kak Ara pesan taksi online?" Tanya Sadam akhirnya.

Wanita itu menggeleng.

"Kamu mau apa?" Ara terlihat buru-buru. Sebab saat ini ia sedang mengobrak-abrik tas nya untuk mencari kunci rumah.

Melihat Ara yang kesulitan membongkar tas nya, Sadam beralih menuju pot bunga dan mengambil kunci dari sana. Sadam sudah hapal dimana tempat persembunyian kunci rumah keluarga ini berkat Alin.

Sadam lantas memberikan kunci itu pada Ara.

"Kamu pasti tau dari Alin." Ujar Ara lantas buru-buru membuka pintu rumah.

"Kak Ara kenapa sekarang beda?"

"Apanya yang beda? Kakak lagi sibuk. Udah dulu ya." Begitu pintu terbuka, Ara buru-buru masuk, namun Sadam menahan pintu itu dengan cepat.

"Aku mau masakin makanan lagi. Belakangan ini pasti kalian gak pernah makan masakan rumahan lagi. Si Alin kan gak bisa masak." Ujar Sadam.

Ara menatap Sadam cukup lekat. "Jangan buang-buang waktu kamu cuma buat ngelakuin hal yang percuma, Dam."

Sadam mengernyit heran. Melihat hal itu, Ara kembali melanjutkan ucapannya. "Kamu gak perlu membuang-buang waktu untuk kami. Kakak gak enak. Kakak gak punya uang untuk mengganti semua kebaikan yang kamu kasih ke kami."

"Jadi kak Ara merasa kalau semua yang aku lakuin buat kalian itu pamrih?"

Ara tak menjawab apapun.

"Pikiran kak Ara salah. Aku ngelakuin itu karena kemauan ku sendiri."

"Dam, please, udah ya. Udah cukup semua bantuan tenaga yang kamu kasih buat kami. Tapi Kak Ara dan Alin udah mutusin ini. Kami gak akan ngerepotin kamu lagi. Sekarang kamu bebas, dan makasih banyak untuk semuanya." Tanpa menunggu jawaban dari Sadam, Ara menutup pintu itu seutuhnya.

Sadam menatap pintu itu dengan hampa. Kenapa bisa ada orang yang menolak ditawari pertolongan?

Sadam kembali menaiki motornya. Kegiatannya di rumah paling hanya sekedar menyiapkan makanan untuk malam, lalu tidak melakukan apapun selanjutnya. Bukannya apa-apa. Ia hanya sudah biasa produktif semenjak sebulan lalu, dan sekarang rasanya ada yang beda. Itu saja.

SEKAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang