"Saking polosnya, sampai bisa sepercaya itu membiarkan sahabat dekat dengan pacar sendiri. Bodoh, ya!"
***
Malam Minggu, biasanya Alin menghabiskan waktunya untuk rebahan. Dulu, saat masih tinggal bersama orang tuanya, di malam hari Alin akan sibuk bertukar pesan dengan mantan pacar dan sahabatnya.
Alin dan Chia itu sangat dekat. Mereka juga sering jalan-jalan berdua, tapi tak pernah hingga malam. Dan saat ini, Alin sedang berboncengan dengan Naumi ke suatu tempat di pukul setengah sembilan malam.
Sebenarnya tadi Cakra menolak, tapi Ara malah mengizinkan Alin dengan alasan teman perempuannya sudah repot-repot menjemput ke sini.
Alin pikir tadinya Naumi akan mengajaknya ke mall, atau tempat-tempat shopping seperti di cerita-cerita novel. Tapi tidak. Naumi malah mengajaknya membeli jagung bakar dan duduk di tepi jembatan, lesehan. Keduanya sama-sama menatap ke arah sungai yang dihiasi dengan langit malam.
Terlihat seperti gembel, jika di kotanya. Tapi di sini ramai. Banyak anak muda yang melakukan ini, tapi bersama pacar mereka.
"Lin..." panggil Naumi sembari menggigit jagung bakarnya. Alin menoleh. "Pacar lo gak marah lo pindah sekolah?"
Alin kaget mendengar pertanyaan itu.
"Gak punya pacar ya?" lanjut Naumi. Alin menggeleng. Ia belum bisa menceritakan pengalaman pahit masa pacarannya pada siapapun. "Keliatan sih, dari wajah lo. Masih polos."
Alin masih bungkam. Iya, wajahnya polos. Saking polosnya dia mudah sekali termakan omongan buaya. Sudahlah diselingkuhi, dikhianati pula.
Tak sampai lima belas menit, Naumi sudah menghabiskan jagung bakarnya. "Lin, menurut lo gue cocok gak sama Sadam?"
"Cocok," jawab Alin alih-alih tak mau Naumi tersinggung. Lagipula sampai detik ini dia masih belum bisa menilai sifat-sifat teman barunya di sekolah.
"Lo orang pertama yang bilang cocok," ujar Naumi sembari menatap langit malam dengan hampa.
"Maksudnya?"
Naumi bungkam selama beberapa saat, hingga akhirnya kembali berujar, "Nanti juga lo tau."
Alin tak lagi menghabiskan jagung bakarnya. Suasana angin malam terlalu dingin bagi kulitnya. Alin mendadak rindu dengan selimut kamarnya. Baru saja ia memegang ponsel guna mengambil gambar langit malam, tertera nomor Cakra yang sedang menghubunginya.
Tanpa mengangkat panggilan itu, Alin tahu apa yang akan dibicarakan abangnya.
"Naumi, pulang yuk," ujarnya.
"Pulang? Belum juga jam sepuluh," keluh Naumi. Gadis itu lantas menatapnya. "Eh, wajah lo pucet tuh. Yaudah, kita pulang. Tapi besok pagi jogging yah."
***
Hari Minggu pagi, Cakra libur kuliah, tapi tidak dengan kerjaannya. Pagi tadi dia berangkat menggunakan ojek online. Dia bekerja di sebuah cafetaria, sebagai karyawan biasa. Gajinya jauh di bawah UMR, tapi cukuplah untuk uang tambahan.
Masalahnya, kadang dia suka risih mendengar omongan karyawan lain mengenai kendaraannya. Rata-rata karyawan di sini membawa motor, beda hal dengannya yang membawa mobil.
Mobil itu adalah hadiah pernikahan dari orang tuanya, begitu pula dengan rumah mereka. Terkadang jika diingat-ingat, Cakra rasanya ingin sekali mengulang masa lalu dengan tidak menghamili anak orang, mungkin saat ini dia akan fokus dengan kuliahnya saja.
Begitu Cakra keluar dari rumah, Alin juga ikutan pamit pada Ara sebab sudah ditunggu oleh Naumi di depan rumah. Mereka akan jogging pagi ini.
"Lin! Lo sakit? Yakali jogging pakai pakaian ketutup gini?!" Tepat ketika Alin keluar dari rumah, Naumi sudah menyemprotnya dengan kata-kata pedas.

KAMU SEDANG MEMBACA
SEKAT (COMPLETED)
Teen FictionDinding berguna untuk membatasi beberapa ruangan dalam sebuah bangunan yang kokoh. Dinding adalah sekat di antara ruangan satu dengan lainnya. Sebuah ruangan tak akan diberi dinding jika lingkupnya masih sama. Sama halnya seperti sebuah hubungan. Se...