27

641 115 15
                                    

"Fyi, pacarmu sebenarnya brengsek! Aku tak ingin menjadi penyampai dan dicap sebagai perusak hubungan orang. Jadi, kita tunggu waktunya saja."

***

"LIN! ADA WISNU!"

Tepat di pukul 00.01 dini hari, ketika Alin baru saja mulai memejamkan mata setengah jam yang lalu, gebrakan serta suara toa milik Chia membuatnya tersentak bangun, dan langsung terduduk. Satu hal yang membuatnya langsung overthinking adalah ketika mendengar nama Wisnu, mantannya.

"HAPPY BIRTHDAY GREESA ALIN!!!"

Masih dengan keadaan mata yang sayup, suara Chia lagi-lagi terpaksa menyadarkannya.

Ah, iya. Alin baru ingat jika hari ini adalah hari ulang tahunnya.

"Maaf, Wisnu gak ada. Tapi ini ada." Chia menunjuk dirinya sendiri. Alin tak bisa menyembunyikan rasa harunya, hingga akhirnya ia membawa Chia ke pelukannya.

"Gak nyangka sahabat kecil gue udah tujuh belas tahun. Dan gue bersyukur bisa ngerayain sweet seventeen lo secara langsung."

Alin tak bisa berkata-kata. Ia menyembunyikan wajahnya di bahu Chia.

"Lo udah gede, Lin. Kita juga udah gak bisa terus sama-sama kayak dulu. Tapi gue harap, gue masih bisa dengerin ketawa sama tangisan lo lewat hp."

"Gue memang bukan sahabat yang perfect, karena gue pernah buat hati lo hancur, dengan cara ngambil Wisnu secara diam-diam. Tapi sekarang, gue pengen perbaiki semuanya. Wisnu gak ada apa-apanya dibanding persahabatan kita. Dan sekarang, yang jadi dinding di persahabatan kita cuma jarak. Bukan cinta dari laki-laki brengsek."

"Janji sama gue, kalau lo bakal berubah. Lo harus berubah jadi Alin yang dulu. Yang selalu berambisi dengan nilai-nilai sekolah. Yang selalu curhat apa-apa ke gue. Dan yang gak peduli sama cowok siapapun."

"Gue gak mau lo jatuh ke tangan Wisnu yang lain. Gue gak mau liat lo rapuh disaat gue gak ada di samping lo."

Membahas mengenai Wisnu, membuat hati Alin sesak. Sebab Wisnu adalah laki-laki pertama yang membuatnya jatuh sekaligus patah hati.

Rasa sesak dan sakit hatinya bahkan lebih besar dari rasa cintanya.

"Bacot lo, Chia!" ketus Alin dengan suara serak. Ucapan yang Alin lontarkan berbanding terbalik dengan perasaannya. Alih-alih marah, Alin malah mempererat pelukannya pada gadis itu.

***

"Jangan nangis!" ujar Alin pada Chia yang sedari tadi memang selalu menjatuhkan air mata meski dalam keadaan tersenyum.

Saat ini mereka sedang berada di bandara. Seperti yang Chia katakan tadi malam, dia hanya menginap sehari di sini. Dan pagi-pagi buta, Alin rela mandi lebih awal, demi mengantar Chia, sahabatnya.

Alin meminta Cakra untuk mengantar mereka ke bandara.

"Janji dulu sama gue?" Chia mengangkat jari kelingkingnya ke udara. Sementara Alin, mengangkat sebelah alisnya, bertanya. Chia berdecak kesal. "Ih, yang tadi malem."

Alin mendengkus pasrah. Ia ikut mengangkat jari kelingkingnya guna bertautan dengan jari Chia. "Iya, janji."

Dering ponsel milik Alin membuyarkan suasana haru di antara mereka. Alin menatap panggilan masuk dari Cakra. Tampaknya lelaki itu sudah bosan menunggu di parkiran.

"Gue gak bisa nungguin lo sampai take off."

Chia mengangguk. "Gapapa." Gadis itu lantas mendekap Alin ke pelukannya. "Jangan kangen gue ya."

Alin refleks memukul Chia. "Gak mungkin, bego!" Namun selepas itu, mereka lantas tertawa bersama.

"Gue ada sesuatu." Chia merogoh ranselnya lantas memberikan sebuah kotak kecil. "Ini mungkin bukan kado ulang tahun."

"Hah?" Alin mengernyit heran.

"Bukan. Maksud gue, lo bisa buka kotak ini pas gue udah sampai di rumah."

Alin mendengkus sebal. "Kelamaan elah. Sepenting apa sih isinya? Lagian kalau gue buka sebelum lo sampai di rumah juga gak bakalan ngaruh sama lo."

Chia menoyor kepala Alin dengan gemas. "Terserah lo deh ya!"

"Btw thanks ya," ujar Alin akhirnya.

Chia menatap Alin dengan sendu, lantas mengangguk. "Yaudah, gih susul bang Cakra. Kasian dia udah nunggu lama. Take care ya."

"No! Gue yang harusnya bilang gitu. Take care, Chi."

Chia membalas dengan senyum tipis. Melihat hal itu, Alin kembali merasa sedih. Namun semuanya lagi-lagi buyar ketika Cakra kembali menghubunginya.

"Gue balik ya," ujar Alin akhirnya sebelum benar-benar pergi dari hadapan Chia.

***

Akhir-akhir ini Cakra lebih pendiam dari biasanya. Jarak bandara ke rumah mereka lumayan jauh. Alih-alih tidur, Alin memilih untuk bermain ponsel.

Hingga sebuah notifikasi dari Instagram masuk. Chia baru saja menandainya di sebuah postingan. Itu adalah jepretan mereka tadi malam, dengan tambahan caption 'Hope to see you again.'

Sepersekian detik, Alin baru sadar. Harusnya dia tak membiarkan Chia untuk menandainya di akun baru.

Tak lama setelah itu, terdapat beberapa pesan masuk dari teman-teman lamanya. Alin mengembuskan napas pasrah, ketika melihat isi pesan yang tak jauh dari pertanyaan kenapa dia pindah.

Alin mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Ia sama sekali tak berminat untuk membalas pertanyaan teman-teman sekelasnya dulu, yang jelas-jelas sudah tahu mengenai alasannya untuk pindah.

Tapi meskipun begitu, Alin kembali mengecek ponselnya, dan melihat kembali postingan Chia yang menandai dirinya. Alin menekan tombol suka, dan memantau beberapa username yang menyukai postingan itu.

Namun sekali lagi Alin mendengkus pasrah, kala apa yang dilihatnya tak sesuai dengan ekspektasi.

***

Alin yang sedang merebahkan kepalanya di atas meja sembari men-scroll beranda sosial media agak bersemangat kala melihat pesan masuk dari Naumi. Akhirnya dia memiliki teman ngobrol, sebab jam terakhir ini free, tak ada guru.

Alin sontak memantau keberadaan Sadam yang jelas-jelas sudah tak ada di kursinya.

Sudah bisa ditebak, jika saat ini Sadam sedang berada di belakang berkumpul bersama teman-temannya.

Alin kembali menoleh ke belakang sembari menyipitkan pengelihatannya. Saat ini Sadam sedang duduk bersama Alma. Mereka terlihat asik membicarakan sesuatu yang entahlah, Alin sendiri tak peduli sebenarnya.

Tak mau membuat Naumi overthinking, sekaligus main aman dengan Sadam yang akan menebenginya ketika pulang sekolah, Alin memilih untuk menjawab sebaliknya.

Alin mendengkus pasrah. Beginilah resikonya memiliki teman yang bucin. Begitu Alin menoleh ke belakang, Alma berlari sebab dikejar oleh Sadam. Refleks, Alin mengikuti pergerakan mereka.

Alma memilih berhenti di sudut ruangan, hingga Sadam bisa mendapatkannya. Tak berhenti disitu saja. Alma dan Sadam kini sibuk memperebutkan sebuah ponsel. Lebih tepatnya, Sadam sedang berusaha mengambil ponsel dari tangan Alma.

Terlihat menjijikkan bagi Alin. Apa kabar Naumi jika melihat hal ini secara langsung.

Bagaimana jika Alin benar-benar mengirimkan pap Sadam saat ini juga?

Alin refleks menggelengkan kepalanya. Dia masih butuh Sadam. Maka dari itu, dia harus bertingkah baik pada lelaki itu.


***

TBC!

SEKAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang