"Lebih kagum liat cowok smart ketimbang tampan tapi isi kepalanya kosong."
***
Hari ini, seperti biasa Alin berangkat dengan Cakra. Sepuluh menit lagi bel masuk di sekolahnya. Mereka sengaja berangkat sedikit terlambat sebab Alin tak ingin Cakra menunggu cafe-nya buka.
Tepat saat Alin hendak naik ke motor, Sadam tiba-tiba saja datang.
"Bareng gue aja, Lin," ujarnya, tumben.
Alin bungkam. Cakra lantas menyadarkan lamunannya. "Gimana, dek? Mau berangkat bareng Sadam atau Abang?"
Alin mengambil jalan tengah. Sekali lagi, ia tak memanfaatkan kesempatan untuk bisa dekat dengan sahabat pacarnya. Alin hanya berpihak pada abangnya, agar lelaki itu bisa beristirahat sebentar di rumah dan berangkat beberapa saat lagi.
"Alin bareng Sadam aja, bang."
Cakra mengangguk, lantas memasukkan kembali motornya ke pelataran rumah. "Hati-hati dek."
***
Tak ada perbincangan apapun selama di motor. Semua ini murni hanya sebatas tebengan. Ya meskipun Alin sedikit kepo, mengapa akhir-akhir ini Sadam memilih berangkat menggunakan motornya sendiri.
Padahal Bang Al sedang tidak ada di rumah. Dan sejauh ini, hubungannya dengan Naumi juga kelihatan baik-baik saja. Tak ada alasan pasti yang bisa diduga-duga mengenai hal ini.
Hingga akhirnya mereka tiba di parkiran. Dua menit lagi bel masuk akan berbunyi.
"Pulang sekolah nanti, bareng gue," ujar lelaki itu sembari turun dari motor.
Sadam lebih dulu melangkah masuk menuju kelas. Alin sengaja memelankan langkahnya agar jarak mereka tak terlalu kentara.
Namun seseorang tiba-tiba saja mengiringi langkahnya.
"Jadi sekarang lagi deket sama Sadam?"
Alin kaget. Bukan dengan orangnya, tapi dengan pertanyaannya.
Orang itu adalah Abi.
"Bukan urusan lo," sahut Alin sengit.
Bel masuk kini berbunyi, tapi Alin dan Abi masih tetap berjalan santai di sepanjang lorong.
"Sadam udah punya Naumi," ujar Abi.
Dahi Alin mengernyit. Tanpa diingatkan pun, dia sudah tahu. Alin mempercepat langkahnya, hingga Abi sedikit tertinggal di belakangnya.
"Kalau gitu pulang sekolah nanti bareng gue aja," sahut Abi.
"Makasih tawarannya. Tapi sorry, gausah repot-repot," balas Alin tanpa menoleh sedikitpun.
***
Pelajaran Sosiologi yang kedua kali di Minggu ini, sudah pasti kegiatan mereka adalah presentasi. Beruntungnya kelompok Alin sudah menyelesaikannya tepat ketika hari dimana soal itu diberikan.
Sempat terjadi perdebatan tentang siapa yang akan membacakan hasil presentasi. Alin dan Naumi saling lempar-melempar tanggung jawab, hingga akhirnya Alin menyuruh Sadam yang membacakan hasil presentasi mereka.
Awalnya Naumi protes. Alasannya karena sejak awal Sadam tak ikut berpartisipasi dalam mengerjakan tugas itu, dan Naumi takut cara penyampaian Sadam akan kacau dan membuat nilai kelompok berantakan.
Tapi Alin membantah semua itu. Jika selalu dimanja, Sadam akan terus-menerus menjadi orang yang tak berguna.
Lagipula Alin tahu, bahwa alasan Naumi tak mau membuat Sadam terlalu berpartisipasi, karena dia tak mau mempermalukan lelaki itu di depan kelas. Maksud Alin, dengan isi kepala Sadam yang kosong.
Tapi di luar dugaan, Sadam malah membacakan presentasi mereka dengan berwibawa, seolah paham dengan kalimat yang dia ucapkan.
Alin bertugas untuk memutar slide presentasi mereka pada laptop. Naumi dan Sadam lah yang menjelaskannya secara bergantian.
"Baiklah teman-teman, sekian hasil diskusi kami mengenai moderenisasi dan globalisasi. Jika ada yang kurang dipahami, dipersilakan untuk mengajukan pertanyaan, masing-masing satu pertanyaan dari setiap kelompok," ujar Sadam, mampu membuat Alin speechless. Sebab kalimat yang disampaikan lelaki itu bahkan kelihatan berbobot meski tanpa briefing sebelumnya.
Naumi lantas bertugas untuk mencatat beberapa pertanyaan yang dilontarkan oleh teman-temannya, dan Alin bertugas mencarikan jawaban. Sadam ikut membantu Naumi dalam mencatat pertanyaan.
Setelah beberapa menit diberi kesempatan menjawab soal, akhirnya Alin, Naumi dan Sadam membacakan jawaban secara bergantian.
Hingga di pertanyaan terakhir, kebetulan Alin lah yang kebagian untuk menjawabnya.
"Baiklah, pertanyaan terakhir dari Alma, kenapa globalisasi dan modernisasi bisa menyebabkan lunturnya eksistensi jati diri bangsa? Jawabannya, hal ini dikarenakan masuknya perubahan dari luar yang sangat mudah mempengaruhi masyarakat untuk menerapkan perubahan baru tersebut," jawab Alin dengan rasa puas.
"Maaf, tapi bisa dijelaskan lebih detail lagi gak?" Alma ini juga merupakan murid cerdas di kelas ini. Plus centil.
Alin dan Naumi mendadak pias. Mereka lantas sibuk membolak-balik buku.
Tak disangka, Sadam yang sejak tadi tak menyentuh buku sedikitpun akhirnya mengambil alih jawaban terakhir.
"Jawaban lainnya, karena kemampuan perputaran arus informasi yang sangat cepat hingga membuat masyarakat lebih leluasa untuk mengadopsi budaya-budaya yang cocok bagi mereka, itulah yang menyebabkan lunturnya eksistensi jati diri bangsa," jawab Sadam. "Ada yang ingin ditanyakan lagi?"
Alma menggeleng sembari tersenyum lebar pada Sadam.
"Oke, sekian hasil presentasi kami dan terimakasih untuk partisipasinya."
Alin, Naumi dan Sadam kembali ke bangku mereka dengan iringan tepuk tangan teman-teman sekelas. Anak-anak lain mungkin sama tak menyangkanya dengan Alin, bahwa Sadam ternyata bisa bersifat dewasa seperti tadi.
***
"Aku gak bawa motor," ujar Naumi ketika mereka sudah tiba di parkiran.
"Tadi perginya pakai apa?" tanya Sadam.
"Mobil, sama Mama."
"Yaudah, kalau gitu lo bareng Sadam aja, Nau." Alin mengalah, meski tak ada kalimat pemilihan di sini.
Naumi lantas menatap Sadam, "Gimana?"
Sadam tak menjawab. Ketiganya sama-sama bungkam hingga akhirnya Alin melihat Abi menuju parkiran.
"Gue bareng Abi aja," ujarnya. Sadam dan Naumi sontak menatapnya. "Lo bareng Sadam, gue bareng Abi."
Naumi lagi-lagi menatap Sadam, sementara lelaki itu bungkam seribu bahasa.
"Kenapa nih? Ada masalah ya?" Abi datang menemui mereka.
"Bi, gue pulang bareng-"
Ucapan Alin dengan cepat dipotong oleh Naumi, "Bareng gue. Gue boleh nebeng kan?"
Alin menatap Naumi dengan tatapan tak percaya.
"Kenapa gak sama cowok lo?" tanya Abi.
"Rumah kita searah. Gue juga lagi gak bawa motor. Boleh gak nih gue nebeng?"
Abi akhirnya mengangguk setuju, lantas beralih guna mengeluarkan motornya. Sadam masih bergeming di tempatnya.
Sementara Alin, benar-benar tak mengerti dengan situasi saat ini. Kepalanya sibuk membuat kesimpulan, dan berharap agar Naumi tak salah paham dengannya, meskipun ia tak melakukan apapun.
"Mau sampai kapan, takut ke rumah?" Kalimat itu terucap dengan nada berbisik oleh Naumi pada Sadam. Tapi Alin masih bisa mendengarnya dengan jelas.
***
TBC!
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKAT (COMPLETED)
Teen FictionDinding berguna untuk membatasi beberapa ruangan dalam sebuah bangunan yang kokoh. Dinding adalah sekat di antara ruangan satu dengan lainnya. Sebuah ruangan tak akan diberi dinding jika lingkupnya masih sama. Sama halnya seperti sebuah hubungan. Se...