7

878 162 29
                                    

"Ada yang menaruh keselamatan dirinya pada orang lain. Padahal orang lain itu bahkan tak bisa menjaga dirinya sendiri."

***

Tak ada percakapan selama di motor. Sial! Alin lupa bahwa pakaiannya tertinggal di jok motor milik Naumi. Semoga Ara tak mengadukan masalah pakaian terbuka yang Alin kenakan pada Cakra. Atau Alin tak akan selamat jika sampai abangnya tahu.

Motor di sebelah mereka tiba-tiba menghidupkan klakson. Orang itu mengenakan helm. Awalnya Alin dan Abi cuek, karena mereka pikir itu hanya orang iseng. Tapi ketika orang itu membuka kaca helmnya, Alin kaget dan menyuruh Abi untuk menepikan motornya.

"Kenapa, Lin?" tanya Abi.

Alin buru-buru turun dari motor, sementara motor di sebelah mereka tadi juga ikut berhenti di hadapan mereka. Siapa sangka jika orang itu ternyata adalah Cakra!

"G-gue duluan ya, Bi."

"Loh? Kenapa?" Abi jelas merasa heran.

Alin menoleh ke depan. Cakra menatapnya dengan raut serius. Jujur, Alin takut sekarang. Tanpa peduli dengan pertanyaan Abi, Alin segera menyusul abangnya.

"Apa-apaan kamu?" Cakra membuka helmnya. Motor yang ia kendarai ini adalah motor milik teman kerjanya. Cakra meminjamnya sebab ingin menjemput makan siang di rumah. Tapi di jalan, ia malah bertemu dengan Adiknya yang sedang berboncengan dengan laki-laki plus memakai pakaian terbuka.

"A-aku-"

"Gak punya malu lagi?" Cakra turun dari motornya, lantas membuka baju lengan panjangnya. "Tutup!" ujar lelaki itu sembari memberikan bajunya pada Alin.

Melihat Cakra yang saat ini hanya mengenakan kaos dalam berwarna hitam, Alin tak kuasa menahan air matanya. Lagi-lagi Alin sadar bahwa hadirnya hanya menambah beban bagi Cakra.

Abi ikutan turun dari motornya dan berniat menyusul Alin. Alin menoleh, dan menggeleng, memberi isyarat agar lelaki itu segera pergi dari sini. Mau tak mau, Abi kembali ke motornya dan pergi meninggalkan keduanya.

"Abang bilang jangan pacaran! Kamu ngerti gak dek, pacaran itu gak guna! Kamu masih sekolah!"

Alin menangis sesenggukan. Padahal yang diucapkan Cakra itu adalah salah. Abi bukanlah pacarnya. Tapi tetap saja Alin tak bisa membantah.

Melihat Alin yang semakin menangis, Cakra beralih menuju motor, dan menghidupkan mesinnya. Alin masih berdiri di tempat tadi, Cakra menatapnya, Alin bergegas menghapus air matanya dan menaiki motor Cakra.

***

Begitu tiba di rumah, Alin langsung masuk ke kamarnya. Dari dalam kamar, dapat ia dengar bahwa Cakra masih dalam keadaan emosi.

"Alin kenapa dibiarin keluar?" tanyanya pada Ara.

"Loh? Memangnya kenapa?"

"Memangnya kenapa? Kamu gak liat dia keluar dengan keadaan gimana? Bajunya pada kebuka, ngetat, boncengan sama cowok. Mau jadi apa dia hah?"

"Kok mas malah nyalahin aku?!" bantah Ara tak terima.

"Karena kamu yang di rumah. Harusnya kamu-"

"Alin udah gede, mas! Dia bisa jaga diri!"

"Gak semua orang gede bisa jaga diri, Ra!"

Cakra mengambil baju ganti di kamar, lantas beralih keluar dan membanting pintu dengan kencang. Niatnya untuk mengambil makan siang di rumah sudah hilang karena masalah Alin.

***

Senin pagi, Alin merasa tak bersemangat. Sejak semalam, ia mengurung diri di kamar. Ara mendiamkannya, seperti biasa. Sedangkan Cakra, pulang larut, entah karena apa.

Alin bersiap-siap berangkat sekolah, meski terpaksa. Dilihatnya Cakra sedang menyiapkan sarapan di dapur. Alin tak melihat Ara pagi ini.

Begitu memakai sepatu sekolah di ruang tamu, Alin tak sengaja melihat Cakra yang meletakkan semangkuk nasi goreng di meja makan, ruang tengah.

"Sarapan dulu," ujar lelaki itu dengan nada biasanya, tidak seperti kemarin.

Tak mau membuat Abangnya marah lagi, Alin menurut lantas beranjak menuju meja makan. Ia mengambil piring dan mulai menuangkan nasi goreng secukupnya.

Hening. Keduanya fokus dengan makanan masing-masing. Alin rindu dengan momen berdua dengan abangnya tanpa Ara. Tapi mau bagaimana lagi, sekarang Abangnya sudah menikah dan memiliki istri. Sialnya hingga saat ini Alin belum bisa akrab dengan kakak iparnya.

"Kak Ara mana, bang?"

"Di kamar."

Nah kan. Lagi-lagi Alin merasa bahwa dirinya pembawa masalah. Sepertinya Cakra dan Ara masih bertengkar perihal Alin kemarin.

"Siap-siap sekarang. Abang antar ke sekolah," ujar Cakra sembari merapikan kembali meja makan.

***

Baik Cakra maupun Alin sama-sama tak bersuara di sepanjang perjalanan. Saat di rumah tadi, Alin tak izin pamit pada Ara sebab wanita itu tampaknya masih tidur. Ia menyelimuti tubuhnya, bahkan hingga ke kepala. Tak mau mengganggu istirahat wanita itu, Alin memilih untuk langsung masuk ke dalam mobil.

Tak terasa mereka sudah sampai di SMA Purnama. Alin melepas safety belt-nya.

Cakra menyodorkan uang pada adiknya. "Pulang nanti pesan ojol aja. Abang masih ada kerjaan."

Alin bimbang untuk menerima uang pemberian Cakra. Pasalnya, Cakra pasti lebih membutuhkan uang itu darinya. "Gak usah, bang. Alin masih pegang uang dari Papa kok."

"Ambil. Abang gak mau kamu pulang sama laki-laki lagi," ujar Cakra. Alin terpaksa menerima uang pemberian Cakra. Aneh, padahal kemarin Cakra malah menyuruhnya untuk pulang bersama Sadam. Sadam kan laki-laki!

"Alin pamit ya, bang." Alin mengambil sebelah tangan Cakra lantas menciumnya.

Begitu Alin hendak membuka pintu mobil, Cakra kembali bersuara,

"Dek, Abang gak mau nasib kamu sama seperti Abang dan kak Ara. Jaga diri kamu baik-baik."

***

Pulang sekolah, Alin benar-benar memesan ojek online. Lagipula memang tak ada yang menawarinya pulang, sebab ojek pesanannya tiba tepat waktu.

Naumi sempat membujuknya beberapa kali saat jam istirahat tadi. Alin bukannya marah, dia kesal karena kemarin Naumi hanya mementingkan dirinya sendiri.

Abi juga sempat menanyakannya mengenai kejadian semalam. Tapi Alin benar-benar malas untuk menjelaskan apapun. Hingga akhirnya Alin bersikap cuek pada semua orang hari ini.

Setibanya di rumah, Alin segera masuk. Semoga saja tak ada lagi drama di rumah ini. Alin ingin mengistirahatkan tubuhnya hari ini.

Pintu rumahnya tiba-tiba saja diketuk. Alin yang posisinya masih tak jauh dari pintu, terpaksa berbalik dan membukanya.

Siapa sangka ternyata orang itu adalah Sadam. Lelaki itu masih mengenakan seragam sekolahnya, ya meskipun penampilannya berantakan. Sadam sedang menggenggam sekantung plastik bening, lantas menyodorkan benda itu pada Alin.

"Buat Kak Ara," ujarnya.

"Ini apa?"

"Kepo!" balas lelaki itu sembari berlalu dari hadapannya.

Alin merasa sedikit kesal. Ia lantas mengintip sesuatu di dalam kantung plastik itu. Ternyata isinya adalah dua porsi seblak, beserta obat-obatan.

Obat?

Jadi, kakak iparnya sedang sakit? Tanpa membuang waktu, Alin bergegas masuk ke dalam rumah.

***

TBC!

SEKAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang