"Jika hanya sekedar pelampiasan nafsu, lebih baik tak usah pacaran. Bukannya menambah pengalaman, tapi malah membuat hidup jadi berantakan."
***
Entahlah apa yang terjadi malam itu, hingga bisa-bisanya Alin tak bangun saat kakak iparnya mengalami pendarahan. Keluarga pasti ribu-ribut, dan Alin masih anteng tidur di kamar.
Saat ini Alin tergesa, namun terpaksa berhenti untuk menunggu lift.
Begitu pintu lift terbuka, Alin kaget saat mendapati orang yang tak asing di dalam sana. Orang itu juga ikut menatapnya. Detik selanjutnya, ia melangkah keluar.
"Masih punya muka juga lo di depan Naumi?" Tanya Nada. Orang yang berhadapan dengan Alin saat ini adalah kakaknya Naumi. "Mending lo pulang. Naumi alergi sama penghianat!"
Nada menatap Alin tanpa ekspresi.
Alin tak tahu harus bersikap bagaimana. Detik selanjutnya ia lantas bersuara. "Kak... Gimana keadaan Naumi?"
"Menurut lo? Setelah ngeliat cowoknya ciuman sama sahabatnya dan ngiris pergelangan tangannya sendiri, lo pikir gimana keadaannya sekarang?! Kok bisa ya, Naumi ketemu sama orang kayak lo? Gue kira lo tulus sahabatan sama adek gue. Tapi nyatanya lo ada maunya. Lo malah ngincar cowoknya!"
Melihat Alin yang hanya bungkam, Nada kembali bicara. "Kalau gue ada di posisi Naumi, gue gak akan mau ngiris tangan gue sendiri. Yang perlu gue iris tangannya itu lo dan Sadam! Lo beruntung karena ini di rumah sakit. Kalau sempat kita ketemu di luar, abis lo di tangan gue!"
Setelah mengatakan itu, Nada akhirnya beranjak pergi. Hati Alin merasa tak tenang sekarang. Ia tak menyangka jika Ara akan berada di satu rumah sakit yang sama dengan Naumi. Dan hal yang lebih tak ia sangka, Naumi sampai menyayat pergelangan tangannya karena melihat foto dirinya dan Sadam.
Alin beralih menemui resepsionis. Dan menanyakan perihal ruangan Naumi di sana.
Setelah mengetahuinya, Alin bergegas masuk ke dalam lift.
Sekarang Alin sadar. Apa yang Naumi rasakan sekarang, pasti sama rasanya seperti yang ia rasakan saat itu. Alin akui rasanya sangat sakit, hingga ia memutuskan untuk pindah kota. Tapi Naumi... Gadis itu bahkan memutuskan untuk menggores pergelangan tangannya sendiri.
Air mata lantas terjatuh di pipinya. Naumi tak bersalah. Gadis itu tulus padanya. Bahkan setelah menuduhnya selingkuh saat itu, ia langsung merasa bersalah dan memberikan mawar kuning sebagai permintaan maaf. Gadis itu bahkan meminta agar Alin mau menjadi sahabatnya lagi.
Memutus hubungan persahabatan dan menjalin hubungan diam-diam di belakang Naumi nyatanya tak akan mengurangi rasa sakit gadis itu. Rasanya akan tetap sama. Sakit, bahkan nyaris kehilangan akal.
Andai saja Alin mencoba ikhlas, dan fokus untuk merubah diri, mungkin tak akan ada hati yang terluka saat ini. Jika saja hatinya bersih, mungkin ia tak akan tergoda sedikitpun dengan kebaikan Sadam padanya.
Bukan hanya Naumi, keluarganya, bahkan harga dirinya juga ikut hancur di hadapan teman-teman sekelas.
Meskipun kejadian di toilet itu murni paksaan Sadam, tapi tetap saja orang-orang melihat bahwa keduanya melakukan itu karena mau sama mau.
Alin harus terima resikonya. Mau bagaimanapun, semuanya tak akan bisa kembali seperti dulu. Sekalipun Alin bersujud di hadapan Naumi, gadis itu mungkin tak akan sudi lagi menatap wajahnya, persis seperti yang Nada bicarakan tadi.
Begitu Alin sudah tiba di lorong ruang rawat Naumi, dilihatnya Papa Naumi sedang duduk di depan ruang kamar gadis itu.
Alin menghentikan langkahnya. Naumi baru saja menggores lengannya, dan jika Alin masuk ke sana, gadis itu mungkin akan emosi. Entahlah Alin bisa diizinkan masuk atau tidak oleh keluarga Naumi, mengingat bahwa Alin lah salah satu penyebab putri mereka melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKAT (COMPLETED)
Teen FictionDinding berguna untuk membatasi beberapa ruangan dalam sebuah bangunan yang kokoh. Dinding adalah sekat di antara ruangan satu dengan lainnya. Sebuah ruangan tak akan diberi dinding jika lingkupnya masih sama. Sama halnya seperti sebuah hubungan. Se...