28

713 125 24
                                    

"Padahal memaafkan adalah perbuatan mulia. Tapi kenapa lagi-lagi aku ditikam? Apa kebaikan dinilai sama dengan perbuatan bodoh saat ini?"

***

Hingga bel pulang sekolah berbunyi, Sadam masih saja sibuk dengan Alma. Alin memutuskan untuk menemui lelaki itu yang masih mengobrol dengan Alma di meja belakang.

"Gue nebeng," ujar Alin tanpa basa-basi.

Raut wajah Sadam yang tadinya berseri ketika bicara dengan Alma, kini malah berubah datar saat Alin datang. Lelaki itu berdehem pelan. "Tunggu di parkiran."

Saat itu juga, Alin bergegas pergi meninggalkan mereka. Tak peduli seberapa kesal Alma saat melihat kedatangannya yang merusak mood booster mereka.

Nyaris selama dua menit Alin menunggu, tapi lelaki itu tak kunjung tiba. Alin memilih bermain ponsel. Sebenarnya sejak tadi dia sedang menunggu pesan masuk dari Chia. Ya sekedar kabar bahwa gadis itu telah sampai dengan selamat.

Anda
Chi?
Udah sampe?

Ceklis satu. Bukan hanya itu, Chia juga tak lagi kelihatan online sejak pagi tadi. Padahal seharusnya Chia sudah tiba pukul setengah satu siang tadi.

Alin berpikir bahwa tampaknya gadis itu sengaja tak membalas pesannya, agar ia lama membuka kotak kecil itu, hingga mati penasaran.

Lima menit berlalu, Sadam belum juga terlihat. Alin jadi berpikir yang tidak-tidak. Jangan-jangan mereka sedang berbuat sesuatu yang lain di dalam kelas. Mengingat keadaan kelas sekarang memang sepi, sebab semua murid sudah pulang.

Alih-alih memikirkan Sadam, Alin beralih mengambil kotak kecil pemberian Chia tadi. Persetan dengan balasan pesan gadis itu. Harusnya Chia sudah tiba dengan selamat di rumahnya.

Dengan segenap rasa penasaran yang mendalam, Alin membuka kotak kecil itu.

Begitu kotak kecil itu terbuka, terpampang jelas sebuah foto yang berukuran sama dengan kotak itu. Ini bukan foto kebersamaan Alin dengan Chia. Tapi sebuah foto yang mampu membuat tungkai kaki Alin terasa lemah.

"Yang tadi jangan cerita ke orang ya," ujar Alma. Sadam dan Alma akhirnya datang.

Bukannya langsung pulang, Sadam malah mengeluarkan motor Alma lebih dulu.

"Thanks, Dam. Jarang-jarang lo baik gini," ujar Alma diiringi oleh tawa. Tak lama, gadis itu lantas beranjak pergi.

Melihat Sadam yang melangkah ke arahnya, Alin buru-buru menutup kotak ditangannya. Namun karena shock sekaligus terburu-buru, benda itu malah terjatuh hingga membuat isinya tercecer di lantai.

Alin buru-buru memungutnya. Begitu selesai, ia kaget kala melihat Sadam yang sempat terdiam menatapnya.

"Kenapa lo?" tanya lelaki itu.

Alin menggeleng cepat. Sadam lantas mengeluarkan motor, dan langsung menghidupkan mesin benda itu.

"Buruan naik!" pungkas lelaki itu tak santai.

Bukannya naik, Alin malah tetap diam, menatap Sadam dengan tajam. Kedua tangannya terkepal, menahan emosi.

Sadam menoleh padanya sembari melayangkan tatapan tak suka.

"HARUSNYA GUE YANG MARAH! GUE UDAH NUNGGUIN LO DARI TADI! SADAR DIRI DIKIT DONG. ASAL LO TAU, KALAU GUE JAHAT, GUE BISA AJA NGADU KE NAUMI SOAL KELAKUAN LO SELAMA DI KELAS TANPA DIA!"

Hening.

Alin menundukkan pandangannya. Saat itu juga, ia mengaku bahwa ia salah. Setelah mendengar kalimat kasar ini, mungkin Sadam bisa saja meninggalkannya sekarang juga.

SEKAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang