29

679 111 16
                                    

"Lagi banyak masalah. Boleh ngilang bentar gak?"

***

Begitu tiba di depan rumah, Alin turun dari motor Sadam tanpa mengatakan apapun. Alin melanjutkan langkahnya memasuki rumah, begitupula dengan Sadam.

Terlepas dari segala kemunafikan yang diterimanya hari ini, Alin ingin menghibur diri dengan rebahan di kamar sepuasnya.

Saat tiba di ruang tengah, dapat Alin lihat bahwa Cakra dan Ara sedang duduk di meja makan dengan jarak yang berjauhan. Keduanya kompak menatap Alin. Selanjutnya, Ara lebih dulu memutus kontak dan beranjak menuju kamarnya.

Alin menatap sekeliling. Seolah paham, Cakra akhirnya bersuara,

"Mama udah pulang tadi siang."

Alin mengernyit heran. Ngomong-ngomong, mata bengkaknya tak mencuri perhatian Cakra sedikitpun. Baguslah.

"Kenapa mendadak?" tanya Alin dengan suara parau, khas habis menangis.

"Katanya ada urusan penting."

Alin mengangguk kecil. "Yaudah, aku ke kamar dulu ya bang."

Saat Alin baru membuka pintu kamarnya, Cakra kembali bersuara. "Dek."

Alin menoleh. Cakra melanjutkan ucapannya. "Kak Ara gak masak. Abang mau ke warung beli mie instan. Kamu tolong bantu masak ya."

Dengan cepat Alin mengangguk. Cakra lantas beranjak dari duduknya dan mengambil kunci motor Alin. Begitu Cakra pergi dari hadapannya, Alin masuk ke kamar dengan langkah gontai.

Padahal dia ingin sekali memiliki me time yang full seperti saat tinggal di rumah orang tuanya dulu.

***

"Kak Ara gak diajak makan bang?" tanya Alin. Ini mungkin momment makan malam pertamanya saat berdua dengan Cakra saja.

"Nanti aja," balas Cakra seolah tak acuh.

Alin mengangguk, dan mulai menyeruput kuah mie instannya.

"Abang berhenti kuliah mulai besok," ujar Cakra mampu membuat Alin kaget dan berhenti menyuap makanannya. "Mama ngasih pilihan, karena dia tau Abang gak akan bisa ngontrol waktu untuk kerja dan kuliah."

"Ngeliat kondisi ekonomi yang lagi down sekarang, kayanya gak worth it kalau Abang kukuh untuk tetap kuliah. Abang yakin, yang Abang dapetin kedepannya cuma sekedar ijazah, bukan pengalaman ataupun ilmu. Karena fokus Abang benar-benar terpecah sekarang."

"Abang udah bilang ke Papa, dan jelasin semuanya. Tapi Papa marah. Karena dia pengen suatu saat nanti, Abang bisa seperti Papa yang bisa ngajar di kampus-kampus besar. Papa ngasih Abang waktu untuk berpikir lagi. Tapi Abang gak bisa, dek. Abang gak bisa nge-push diri Abang lebih dalam lagi."

Hening. Alin sendiri bingung bagaimana cara meresponnya. Sebagai adik, Alin tentu kecewa dengan keputusan Cakra. Tapi mau bagaimana lagi. Yang menjalani ini hidup Cakra, dan Alin maupun keluarganya tak bisa menuntut keras pada lelaki itu.

"Udahlah." Cakra kembali bersuara. "Abang emang gak bisa ngasih contoh yang baik buat kamu."

Alin menundukkan kepalanya dan menyuap mie instannya dengan cepat berkali-kali. Alin merasa tenggorokannya terasa berat saat menelan. Ini semua terjadi karena dia mati-matian menahan sesak di dadanya.

Setelah menyelesaikan makannya, Alin membereskan meja makan dan beralih mencucinya di dapur.

Hidup abangnya jadi tak karuan semenjak nikah muda. Semua masa depan lelaki itu terasa suram, sekalipun dia berusaha memperbaikinya.

SEKAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang