38

551 84 11
                                    

"Jangan pergi, aku tak sanggup!"

***

Alin membuka pintu ruang rawat kakak iparnya. Begitu pintu terbuka, dapat Alin lihat bahwa Ara sedang berbaring membelakanginya. Napas gadis itu tampak memburu. Alin kembali menutup pintu itu.

"Kenapa?" Tanya Sadam.

Alin menggeleng. "Gue gak sanggup, Dam." Ujar Alin dengan nada lirih. "Gue bingung harus ngapain."

"Hubungin orang tua lo. Mereka berhak tau."

Alin menyandarkan tubuhnya pada dinding. "Gue takut. Gue sama bang Cakra udah terlalu banyak ngecewain mereka."

"Ya trus gimana?"

Ditanya seperti itu malah membuat Alin mendidih. "GUE UDAH BILANG, GUE GAK TAU!"

Mendengar nada bicara Alin yang tak santai, Sadam ikut terpancing emosi, namun lelaki itu pandai menahannya. Detik itu juga Sadam masuk ke ruangan Ara, dan meninggalkan Alin sendirian.

Alin merasa bersalah. Tapi keadaannya memang sedang kacau saat ini. Alin butuh masukan, tapi Sadam sama sekali tak membantunya.

Tubuhnya merosot ke lantai. Padahal tak jauh dari sana ada kursi. Tapi Alin memilih untuk duduk di lantai. Dengan tangan yang sedikit bergetar, ia mengambil ponsel dari saku, dan menekan kontak sang Mama.

Rasanya baru kemarin ia diceramahi oleh Mamanya. Dan sekarang, Alin kembali menelpon untuk memberitahukan kabar buruk tentang Cakra. Alin tak bisa membayangkan seberapa stress kedua orang tuanya mendengar hal ini.
Panggilan telepon kini sudah tersambung. Alin merasa tegang. Ia takut.

Nomor yang anda tuju sedang sibuk. Silakan hubungi kembali nomor panggilan anda

Telponnya tidak diangkat. Alin merasa sedikit lega. Mungkin ini cara Tuhan untuk membantunya.

Alin beralih menuju kantin rumah sakit. Sejak semalam dia belum makan. Rasa laparnya baru terasa saat ini. Persetan dengan Sadam, Alin tak peduli pada lelaki itu sekalipun dia juga belum makan sepertinya.

***

Selesai makan, Alin memutuskan untuk masuk ke ruangan Ara. Ia terkejut kala mendapati Ara yang sedang tertidur saat ini, diikuti oleh Sadam yang juga sedang merebahkan kepalanya di ranjang Ara.

Alin mendekati kakak iparnya, dan menggenggam tangan wanita itu.

Salutnya, Ara bisa bertahan hingga sekarang. Dia hamil di luar nikah sebelum menyelesaikan pendidikan SMA nya. Ara memutuskan kabur dari rumah. Dia pernah keguguran, sebelum akhirnya kembali hamil. Dia hamil anak kembar dan diuji dengan sifat suaminya yang semakin buruk.

Mengingatnya saja, mampu membuat Alin stres.

Walau bagaimanapun juga, apa yang Ara alami saat ini juga disebabkan oleh Cakra, abang kandungnya.

Alin tak bisa menghakimi abangnya, sebab ia juga sama buruknya. Alin juga anak yang gagal. Yang hanya bisa membuat malu dan merepotkan keluarga.

Tak mau mengganggu tidur nyenyak Sadam dan Ara, Alin memutuskan untuk duduk di sofa untuk menjaga keduanya.

***

"Dam, udah. Jangan dibangunin Alin nya." Itu suara Ara. Alin yang tadinya sedang terlelap sontak terjaga. Bersamaan dengan Sadam yang berjalan ke arahnya.

"Kita pulang." Ujar lelaki itu tanpa penjelasan apapun.

Alin sebenarnya masih merasa pusing, namun rasa penasarannya sukses mengalahkan rasa kantuknya. Ia menatap Ara. "Kenapa pulang, Kak?"

SEKAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang