"Aku belajar dewasa, dan menghapus kontakmu tampaknya pilihan terbaik untuk cepat lupa."
***
Hari ini, untuk kedua kalinya, Alin belum bisa menolak ucapan sang Abang yang menyuruhnya untuk pergi ke sekolah bersama Sadam.
Tepat ketika Alin baru membuka pintu, ia melihat Naumi yang mengendarai motor dan berhenti di hadapan rumah Sadam.
Sial. Semakin ke sini, tampaknya keputusan Alin untuk pindah sekolah, sekaligus pindah rumah adalah keputusan terburuk.
Andai saja Alin tak mengenal cinta, mungkin hidupnya tak akan ribet seperti saat ini.
Terpaksa, Alin berjalan kaki. Di sepanjang perjalanan, Alin sengaja memesan ojek online. Alasannya tak memesan dari rumah karena ia masih menghargai perasaan Ara dan Cakra. Tapi jika setiap hari pulang-pergi dengan ojek online, uang bulanannya akan cepat habis. Papanya pasti curiga dan mengira bahwa dia hidup bebas di sini.
Tiba-tiba sebuah mobil malah berhenti di hadapannya. Alin sempat merasa bingung, padahal sebelumnya ia memesan ojek online, bukan taksi online.
Ketika kaca mobil dibuka seutuhnya, Alin kaget. Itu Cakra, abangnya.
"Alin? Kamu ngapain di sini?"
Alin gelagapan bingung. Bersamaan dengan itu, Sadam dan Naumi melewatinya. Naumi sempat melambaikan tangan padanya. Tapi sialnya, Cakra tak melihat itu.
"Kamu mau bolos?" tuduh Cakra. Alin menggeleng kencang.
"A-aku udah pesan ojek online kok, Bang."
"Sadam mana?" tanyanya. Melihat Alin yang masih gelagapan bingung, Cakra kembali bersuara. "Abang tunggu penjelasannya di rumah. Abang duluan, sepuluh menit lagi toko buka."
***
Pelajaran Matematika, seperti biasa Bu Fau akan memberikan tugas setelah menerangkan materi. Seperti biasa pula, Naumi mengangkat kursinya dan pindah duduk di samping Alin.
"Rumah lo di jalan Rajawali ya? Samaan sama Sadam dong."
Alin hanya membalas dengan anggukan.
"Wah keren. Gue sering ke rumah Sadam loh. Kapan-kapan gue main ke rumah lo ya?"
Alin kembali mengangguk sembari mencoba fokus memecahkan soal matematika di hadapannya.
"Oiya, kemarin pas gue gak masuk, Sadam duduk di mana?"
"Di depan, kayak biasanya."
"Hmm, dia ada deketin cewek lain gak?" tanya Naumi, agak canggung.
"Kenapa?"
"Gapapa sih."
Jujur, saat Naumi tak masuk kemarin, Sadam sangat bebas mendekati perempuan-perempuan di kelasnya. Dan anak perempuan itu juga tampaknya tak ingin membuang kesempatan untuk dekat dengan Sadam.
"Memangnya kenapa lo gak masuk?"
"Sakit. Biasanya kalau gue udah ngelatih adik kelas dance, besoknya pasti gue gak masuk kelas. Badan gue rentan banget dibawa gerak. Tapi gue suka ngedance, gimana dong."
Setelah selesai mengerjakan satu soal, Alin beralih mengerjakan soal kedua. Sementara Naumi, beralih untuk menyalin jawaban di buku Sadam.
"Itu Abi?" tanyanya sembari melihat ke belakang. Kebetulan suasana kelasnya saat ini memang sedang ribut. "Sumpah demi apa itu beneran Abi?"
"Kenapa?" Alin sebenarnya hanya iseng bertanya.
"Abi itu anak SMA Garuda. SMA sebelah. Pas kelas sepuluh-sebelas, dia sering ke sini ngewakilin sekolahnya lomba futsal."
Alin mengangguk paham.
"Gak nyangka aja dia pindah ke sini. Nanggung banget loh. Udah mau lulus juga. Lagian sekolahnya sebelahan, pakai pindah segala lagi."
"Lo kenal sama dia?" tanya Alin, sekali lagi hanya karena iseng. Sebab sebenarnya dia bingung hendak membalas apa. Tapi dia tetap ingin Naumi berbicara padanya, sebab dengan ini, ia merasa memiliki teman.
"Ya kenal lah. Dia kan sepupunya Sadam."
***
Pulang sekolah, tumben-tumbennya mobil Cakra sudah menunggu di depan gerbang. Alin masuk dengan segala perasaan was-was di hatinya.
"Abang gak kerja?" tanyanya.
"Abang sengaja izin pulang cepat hari ini." Cakra lantas melajukan mobilnya. "Sekarang, jelasin ke Abang semuanya."
"Aku gak mau lagi disuruh nebeng sama Sadam!"
"Kenapa?"
"Aku gak mau dia boncengin aku karena terpaksa. Lagian dia juga jarang bawa motor. Dia sering diantar-jemput sama pacarnya. Aku gak mau ngerepotin orang lain, Bang."
Cakra terdiam. Alin kembali melanjutkan ucapannya. "Atau gini aja. Abang ngomong ke Papa, suruh tambahin uang saku Alin, biar Alin berangkat pakai ojol. Kegiatan bang Cakra gak akan terganggu, Kak Ara juga."
"Gak bisa gitu, Lin. Kamu adik Abang. Kamu ada di sini, itu berarti semuanya jadi tanggung jawab Abang "
"Ya trus gimana? Alin harus gimana bang?"
Hening selama beberapa saat. "Sebenarnya apa alasan kamu pindah mendadak?"
Skakmat!
"Karena... Karena aku mau mandiri."
"Bohong," tandas Cakra. "Mama bilang kemarin kamu nangis-nangis minta pindah sekolah."
Alin sengaja membuang pandangannya ke luar jendela.
"Pasti karena ada masalah di sekolah kan?" tebak Cakra tepat sasaran.
Alin tak menjawab. Tak mungkin juga ia menceritakan alasan sebenarnya. Yang ada abangnya malah ngamuk dan tak habis-habis menceramahinya. Hal parah lainnya, Cakra bisa saja menyuruhnya kembali ke rumah orang tua mereka jika alasan Alin ke sini hanya untuk sekedar move on!
"Memangnya Abang gak mau Alin ada di sini?" Alin mulai berkilah.
"Kenapa malah nanya itu. Kamu belum jawab pertanyaan Abang tadi loh."
"Kalau alasan Alin pindah karena pengen deket lagi sama Abang memangnya kenapa? Salah ya?"
Tak ada seorang abang yang luluh jika adiknya memberi alasan manis seperti itu. Cakra beralih mengusap kepala Alin.
Cakra tersenyum sekilas, lantas mengembuskan napas panjang. "Abang sayang sama Alin. Abang gak mau, nasib Alin sama seperti Abang. Alin itu satu-satunya harapan Mama, Papa sama Abang. Jangan kecewain kami ya?"
Alin langsung memeluk abangnya. Dalam hati, ia meminta maaf sebanyak-banyaknya karena sudah merepotkan abangnya atas kepindahannya. Tapi Alin tak sanggup mengucapkannya, sebab ia tahu, mulutnya tak akan sanggup berbicara.
Alin mengembalikan tubuhnya ke posisi semula, sebab ia kaget melihat Naumi yang sedang duduk di motor dengan Sadam yang berdiri di sampingnya. Mereka sedang mengobrol di depan rumah Sadam.
Bagaimana jika Cakra melihat Sadam, lantas Cakra langsung menemui lelaki itu dan menghajarnya? Seperti di cerita-cerita wattpad.
Mobil Alin kini sudah masuk ke pekarangan rumah. Sadam lebih dulu turun. Pria itu memang sempat menoleh ke rumah Sadam, tapi hanya sekilas, dan langsung melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah.
Alin lega. Untung saja abangnya tidak seberlebihan itu. Ia lantas keluar dari mobil.
"Alin!" teriak seseorang, mampu membuatnya kaget.
Alin sontak berbalik, dan kaget kala melihat Naumi yang tiba-tiba saja ada di hadapannya. Alin kembali melihat ke rumah Sadam, lelaki itu sudah tak ada di sana.
"Jadi ini rumah lo? Wah keren! Deket banget loh sama rumahnya Sadam. Tau gitu gue sering main ke sini aja dari dulu."
"I-ini rumah Abang gue," balas Alin masih menetralisir rasa kagetnya.
"Malam Minggu nanti main yuk."
"Main apa?"
"Bukan apa, tapi kemana. Jam 8 siap-siap. Nanti gue jemput. Oke?"
***
TBC!
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKAT (COMPLETED)
Teen FictionDinding berguna untuk membatasi beberapa ruangan dalam sebuah bangunan yang kokoh. Dinding adalah sekat di antara ruangan satu dengan lainnya. Sebuah ruangan tak akan diberi dinding jika lingkupnya masih sama. Sama halnya seperti sebuah hubungan. Se...