47

520 88 403
                                    

"Jatuh cinta dengan pacar sendiri itu wajar. Tapi jika rasa itu menular pada sahabatnya, aku bisa apa?"

***

Suasana sore ketika pulang sekolah kali ini berbeda. Lebih berwarna dari hari sebelumnya. Seperti ada sebuah energi yang masuk ke tubuh Alin dan membuatnya tak henti tersenyum. Perasaan ini lebih dari yang pernah ia rasakan saat bersama Wisnu waktu itu.

Setelah tiba di rumah, Alin bergegas ke kamar dan langsung melempar tubuhnya ke ranjang.

Mata bengkaknya terasa ringan sekarang. Masalah yang tadinya membebani pundaknya juga seolah hilang entah kemana. Semua berkat omongan dan perlakuan manis Sadam.

Ponsel di saku roknya kini bergetar. Alin bergegas mengambil benda itu dan melihat isi notifikasinya. Ternyata ada sebuah pesan masuk dari aplikasi Telegram dengan nama samaran yang baru ia tambahkan sore tadi.

Sssst

Nanti malem ke rumah ya

Kita makan bareng

Alin kembali tersenyum. Namun detik selanjutnya, senyumnya memudar saat mendengar deru mesin mobil yang berhenti di depan rumahnya.

Setiap kali mendengar mobil yang berhenti di depan rumah, ia selalu teringat dengan Cakra.

Alin bergegas mengintip di jendela. Nyatanya orang itu memang bukan Cakra. Tapi Ara. Wanita itu baru saja turun dari mobil yang entah dengan siapa. Tak mau terlalu ambil pusing, Alin kembali merebahkan dirinya dan menyumbat kedua lubang telinganya dengan handsfree. Alin butuh alunan music pop untuk menambah kesan berwarna hari ini.

***

Malam ini, Alin nekat keluar rumah dan mendatangi rumah Sadam. Ara tak tahu soal ini. Jika wanita itu marah atau bertanya, Alin bisa menjawab bahwa dia ke rumah Sadam untuk makan. Alin sudah jelas tak bisa masak. Dan semenjak hamil besar, Ara juga tak lagi ke dapur. Jujur saja Alin bosan dengan makanan luar, meski menunya selalu berganti setiap hari.

Sadam sudah menunggunya di depan rumah, selanjutnya Alin masuk dan lelaki itu juga tak menutup pintu rumahnya.

"Gue cuma masak nasi goreng." Ujar Sadam.

Begitu mereka tiba di dapur, Alin terpukau. Ini bukan sekedar nasi goreng biasa. Banyak topping di atasnya. Mencium aromanya saja mampu membuat cacing di perut Alin memberontak.

"Yuk makan." Sadam menuangkan air minum untuk Alin. Tak pikir panjang, ia langsung menyantap makanan itu.

Alin akui jika kemampuan memasak Sadam memang juara.

"Berangkat sekolah besok bareng gue." Ujar Sadam.

Alin menggeleng. "Nggak bisa. Gue gak mau kita ketauan."

Dahi Sadam mengernyit. "Kita kan tetangga. Wajar kan?"

"Pulang sekolah juga bareng gue. Kita jalan kemanapun yang lo mau." Ujar lelaki itu lagi.

Alin menurunkan sendok dan garpu di tangannya. "Lo ngomongnya enteng ya. Kalau ada yang liat gimana?"

Sadam bungkam.

Alin bergegas menghabiskan makanannya dan menyeruput minuman hingga tandas. Selanjutnya ia memerhatikan Sadam yang sedang makan. Alin memantau lelaki itu sambil bertopang dagu.

"Kenapa?" Tanya lelaki itu setelah sadar diperhatikan oleh Alin.

"Gapapa."

Keduanya lantas bungkam, hingga Sadam menyelesaikan kegiatan makannya dan menaruh peralatan makan ke wastafel.

SEKAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang