43

588 80 15
                                    

"Aku gagal menurut pintu hatiku rapat-rapat, hingga dengan sengaja memasukkan orang lain ke dalamnya. Maaf, aku lah si munafik itu."

***

Saat ini kelas dua belas IPS sedang melakukan praktek pada pelajaran seni budaya. Mereka membuat sebuah karya dari gabus Styrofoam. Dan guru seni budaya mengizinkan muridnya bebas mengerjakannya di dalam kelas, maupun di luar.

Satu kelompok terdiri dari empat orang, namun karena jumlah siswa di kelas mereka ganjil, maka khusus kelompok Alin hanya terdiri dari tiga orang. Alin, Naumi dan Sadam pastinya.

Alin dan Naumi memilih mengerjakannya di bangku taman, tepat di samping kelas mereka. Yang lain memilih mengerjakannya di pelataran kelas dan ada juga yang memilih stay di kelas.

Sejak bertengkar dengan Naumi, Sadam tak lagi mau gabung dengan mereka. Sebenarnya kali ini Alin merasa beruntung, sebab ia sedang tak ingin berada dekat dengan lelaki itu.

Seperti pagi tadi, Alin meminta Naumi untuk menjemputnya. Ia tak ingin pergi bersama Sadam. Untungnya Naumi tak menyimpan kecurigaan sedikitpun. Lagipula Alin juga menutupinya dengan alasan yang tepat. Alin mengatakan bahwa Naumi dan Sadam sedang bertengkar, sebagai sahabat yang baik, ia juga akan ikut mendiamkan Sadam sebagai bentuk membela Naumi.

Ya, Alin memang munafik. Dan Naumi malah percaya padanya.

"Menurut lo sampai kapan gue sama Sadam gini terus?" Mendengar pertanyaan Naumi, Alin mengembuskan napas pasrah.

"Coba deh, Nau. Hari-hari lo gak berkutat tentang Sadam. Bisa gak? Sehari aja." Balas Alin menohok.

Naumi terdiam. Kedua tangannya tetap fokus berkerja, menghaluskan gabus-gabus styrofoam di hadapannya.

"Lo gak tau gimana rasanya jadi gue, Lin. Lo gak akan paham."

Alin memang tak pernah ada di posisi Naumi sebab ia mendapatkan pacar yang fake. Baik dan romantis di depan tapi malah mendua di belakangnya. Sadam memang tipikal lelaki blak-blakan. Selalu menunjukkan sifat aslinya di hadapan Naumi, tapi bukannya ilfeel atau menjauh, Naumi malah semakin cinta padanya. Heran.

"Kayaknya bener deh, Sadam selingkuh."

Mendengar omongan Naumi, plastik yang berisi kumpulan busa-busa kecil di pangkuan Alin sontak jatuh dan berserakan di lantai.

"Astaga!" Alin beralih untuk memungut busa-busa kecil itu, namun sebagiannya malah diterpa angin hingga mengotori taman.

Naumi menarik tangannya dan menyuruhnya untuk kembali duduk.

"Udahlah, biarin aja. Ntar juga ilang sendiri kena hujan. Makanya fokus, Lin." Ujar Naumi.

Gadis itu tak tahu bahwa yang membuatnya tak fokus adalah topik pembicaraan mereka.

"Back to topic, Sadam sama sekali gak nyoba hubungin gue duluan di whatsapp. Ini seolah kayak dia yang tersakiti. Padahal yang harusnya ngebujuk di sini itu dia!" Naumi bercerita dengan menggebu-gebu. "Udah berhari-hari loh."

"Makanya lo duluan yang chat dia. Bilang aja putus. Ntar juga dia bakal minta maaf." Saran Alin.

"Kalau putus beneran gimana?" Balas Naumi khawatir. Selanjutnya gadis itu kembali bercerita excited. "Tapi, Lin. Gue pernah liat Sadam boncengan sama cewek. Gue udah pernah cerita ini ke lo kan? Sampai sekarang gue masih kepo siapa orangnya."

Deg!

Detik selanjutnya, Naumi malah merengek. "Kenapa pacar gue gini amat sih? Banyak banget tingkahnya. Gue udah berusaha untuk setia, tapi kenapa dia gak ngehargain effort gue dengan balas setia juga?"

SEKAT (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang