"Finally, kerja itu gak gampang."
***
Begitu tiba di rumah, Alin dapat melihat bahwa motornya sudah terparkir di pelataran rumah. Itu artinya Cakra sudah pulang kerja. Tapi, tumben, mengingat jam kerja lelaki itu harusnya berakhir tiga jam ke depan.
Ketika memasuki rumah, Cakra dan Ara kini duduk di meja makan. Cakra menumpukan wajahnya pada telapak tangan sembari menutup wajahnya. Sementara Ara, hanya bungkam sembari menatap lurus ke depan.
"Besok aku langsung cari kerja baru," ujar Cakra sembari membuka telapak tangan yang menutupi wajahnya. Alin masih diam, dan berdiri tak jauh dari mereka.
Ara dan Cakra mungkin sadar bahwa ia telah pulang sekolah. Tapi tampaknya, topik pembicaraan mereka kali ini membuat keduanya tak ingin diganggu.
"Harus!" balas Ara dengan nada tak santai.
"Gak gampang, Ra! Kuliah sambil kerja, kamu kira enak?!"
"Aku gak pernah bilang gitu. Aku cuma bilang, kamu memang harus kerja. Kamu bukan anak muda lagi. Bentar lagi kamu bakal jadi ayah. Ngerti gak?"
"Aku baru dipecat loh, Ra. Harusnya kamu ngasih support."
"Kamu dipecat juga karena kamu salah. Kamu nentang boss kamu sendiri. Harusnya kamu mikir, cari kerja yang bisa ngertiin posisi kamu yang juga lagi kuliah, itu gak gampang. Bersyukur, mas!"
Cakra tertawa sinis. "Kamu gampang ngomong gini karena kamu gak liat langsung, gimana aku di tempat kerja. Aku kerja, lembur tiga kali, tapi gak dibayar. Wajar lah, aku nuntut minta uang lembur! Aku ngelakuin ini juga terpaksa, karena uang simpanan kita udah habis kamu beliin ke baju-baju yang gak penting!"
"Oh, jadi kamu mikir aku yang salah? Jadi kamu mau nya gimana? Kamu mau aku ikut kerja? Tanpa kamu suruh, aku juga bakal pergi cari kerja, tapi nggak dalam kondisi hamil!" bentak Ara sembari memukul meja. Wanita itu bangkit, lantas melangkah menuju kamar.
Ara sempat bersitatap dengan Alin. Dapat Alin lihat, bahwa wanita itu tampak seperti menahan emosi. Kedua matanya terlihat memerah. Tanpa memedulikan Alin, Ara masuk ke dalam kamar sembari menutup pintu dengan kencang. Sebenarnya Alin sudah menduga hal itu, namun tetap saja dia terkejut.
Merasa tak pantas berada di tengah-tengah permasalahan ini, Alin memilih untuk keluar. Cakra pernah bilang padanya, bahwa permasalahan antara dirinya dengan Ara tak ada sangkut pautnya dengan Alin. Tapi sebagai orang ketiga di rumah itu, Alin tetap saja merasa tertekan.
Saat tiba di luar rumah, sekilas Alin dapat melihat bahwa Sadam baru saja menaiki motor, hendak pergi ke suatu tempat. Alih-alih memedulikan lelaki itu, Alin memasang helmnya yang saat itu memang terletak di spion motornya. Tapi sayang, Alin baru sadar jika kunci motornya masih tertinggal di ruang tv.
Mendengar mesin motor yang berhenti di hadapan rumahnya, Alin menoleh ke belakang, dan mendapati Sadam yang berhenti dan menatapnya.
Tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Hingga akhirnya Alin beranjak dan menaiki motor lelaki itu.
Tak ada tawaran atau penolakan apapun dari Sadam. Begitu Alin sudah duduk di belakangnya, Sadam malah melajukan motornya.
***
Alin menutup kaca helmnya, dan menangis di sepanjang jalan. Ia tak tahu, kemana Sadam akan membawanya pergi, tapi yang pasti saat ini dia sedang menikmati luapan emosionalnya.
Mengapa Alin menangis? Padahal jelas-jelas permasalahan antara Cakra dan Ara tak ada sangkut-paut dengannya.
Entahlah. Hatinya merasa sesak. Alin tak terbiasa mendengar keributan saat tinggal bersama Mama dan Papanya dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEKAT (COMPLETED)
Teen FictionDinding berguna untuk membatasi beberapa ruangan dalam sebuah bangunan yang kokoh. Dinding adalah sekat di antara ruangan satu dengan lainnya. Sebuah ruangan tak akan diberi dinding jika lingkupnya masih sama. Sama halnya seperti sebuah hubungan. Se...