Lian hanya diam sambil melihat beberapa pedagang juga pepohonan yang tumbuh di pinggir jalan. Selama perjalanan pulang Yuda belum mengatakan sepatah kata pun.
Lian juga tidak berani bertanya terlebih dahulu. Sewaktu berkumpul tadi Yuda juga tidak mengajaknya berbicara. Jadi, mereka berdua hanya teman pulang-pergi saja.
Dibilang marahan sih engga. Lagipula, apa yang membuat Lian tiba-tiba marah kepada Yuda. Tidak ada.
“Lo tau kalo Bella curhat sama kita-kita?” tanya Yuda mengawali pembicaraan.
Lian mengernyitkan sebelah alisnya, “Sama kalian cowok-cowok maksud lo?!”
“Iya.”
“Tau kok. Lagian, Bella sendiri yang ngomong.”
Yuda menghela nafas berat. Terlihat sekali dari wajahnya bahwa ia begitu lelah. Bukan lelah fisik, namun lebih ke lelah hati. Ya, kalian pasti tahu apa penyebabnya.
“Gue menyedihkan banget ya, cuma jadi tempat curhat dia doang,” ucap Yuda miris. “Harusnya perasaan ini ga tumbuh.”
“Kita ga bisa maksain soal perasaan, Yud. Kalaupun bisa, gue bakal atur supaya Renjun NCT bisa suka sama gue,” ungkap Lian.
“Ya mikir-mikir dong, Yan, kalo ngomong. Mana ada dia suka sama lo. Tau lo idup aja engga.”
Lian mencubit perut Yuda kecil membuat cowok itu agak meringis kesakitan. “Aww! Sakit, Yan. Kalo jatuh gimana?!”
“Jatohin aja, gue bilangin emak lo ntar!”
Yuda diam. Ia itu emang agak takut kalau diancam akan diadukan ke mamanya. Bukannya anak mama, tapi Yuda mencoba untuk selalu berbakti kepada mamanya. Karena hanya beliau yang ia punya.
“Soal mencintai, tapi ga dicintai balik gue udah khatam, Yud. Bahkan nih, gue hampir tiap malem nangis cuma buat nangisin; kenapa sih gue harus suka sama orang yang bahkan tau gue nafas aja engga,” jelas Lian. “Lo mending masih bisa ketemu Bella, ngomong berdua, chattingan, godain dia kalo gabut. Lah gue?! Chattingan aja kudu bayar, Yud. Itu pun ga mesti dibales.”
Yuda tahu siapa yang dimaksud oleh Lian.
“Makanya lo kalo cari gebetan yang bener dong. Yang nyata, jangan yang jelas-jelas ga bisa digapai.”
“Dia nyata, kok.”
“Iya, tapi kasta lo beda. Disini gue juga nyata loh, Yan.”
Lian merotasikan bola matanya malas. “Lo nyata, bisa digapai, tapi hati lo buat orang lain, Yud.”
Yuda terdiam. Ia yang memulai bahwa dirinya itu nyata. Namun, mendengar jawaban Lian membuatnya menjadi bungkam.
“Yan, kalo semisal Bella beneran jadian sama Nathan, gue harus gimana? Gue bakalan kuat ga ya jalanin hari-hari dengan mereka berdua yang mesra-mesraan terus di depan mata gue?!”
Lian menghela nafas lelah. “Mencintai itu sepaket sama patah hati. Kalo lo berani jatuh cinta sama dia, berarti lo juga harus siap patah hati karena dia.”
Yuda sempat terbengong sebentar. Ini serius yang berkata demikian adalah Lian? Setahunya, Lian tidak sepuitis ini dalam urusan percintaan.
“Ini... beneran lo, Yan?” tanya Yuda memastikan sambil menoleh sedikit kearah belakang.
Dengan cepat Lian langsung memukul helm yang dikenakan oleh Yuda. “Ya iyalah, menurut lo siapa lagi?!”
“Kok bahasa lo hebat bener. Udah kek pujangga aja,” sindir Yuda.
“Makanya, jadi orang jangan suka ngerendahin orang lain. Giliran tau kehebatan dia terkaget-kaget lo!”
“Siapa yang ngerendahin lo?! Engga, gue cuma ga nyangka aja, Yan. Lo itu ternyata pinter dalam berbahasa ya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
relationshit
Novela Juvenil[ ft. 00 line ] hubungan kita sulit untuk dijelaskan, karena bukan sekedar berteman. © bluezennie_, 2O2O