╰☆◈ tiga puluh enam ◈☆╮

80 15 1
                                    


Nathan keluar dari koperasi sekolah sambil membawa sekantong makanan. Ia tahu kalau Bella tidak sempat sarapan tadi.

Cewek itu bangun kesiangan, gara-gara belajar untuk ulangan hari ini. Nathan berinisiatif untuk membelikan pacarnya itu makanan. Pasti butuh tenaga lebih untuk berfikir.

Tujuannya sekarang ialah pergi ke taman dimana biasanya Bella duduk di sana. Nathan harap ini bisa mengembalikan mood Bella juga. Sebab, sewaktu berangkat tadi mood Bella sedang berantakan sekali.

Tak tahu kenapa, mungkin karena efek nanti akan ulangan dan dirinya kesiangan jadi agak kesal dengan keadaan. Lalu Nathan ikut kena imbasnya.

sangat sulit.

Saat sudah yakin bahwa yang duduk di salah satu bangku taman itu adalah Bella, maka Nathan langsung menghampirinya. Ia berlari mengendap-endap —bermaksud mengejutkan.

“Yah, ketauan ya,” ucap Nathan saat Bella sudah menoleh kearahnya padahal dirinya belum sampai di dekat Bella.

“Ngapain?!”

“Bawain ini buat kamu.”

Nathan mengulurkan plastik di tangannya kepada Bella. Cewek itu belum mau menerimanya, ia hanya melirik sekilas dengan tatapan bertanya-tanya.

“Buat apa?”

“Aku tau kamu belum sarapan, makanya aku bawain.”

Bella hanya menggeleng. “Engga ah.”

Nathan mengernyitkan dahinya bingung. “Ga boleh gitu, Bella, seenggaknya makan roti kek biar perutnya ga kosong. Kan nanti ulangan, mana bisa mikir.”

“Bisa, kan pake otak. Gue belajar kok.”

Cowok itu terkekeh. Ia mengambil tempat duduk di samping Bella. “Otak itu kalo mau berfikir juga butuh nutrisi, makanya sarapan.”

Bella berdecak kesal. Ia menutup buku catatan miliknya. Kini, dirinya menghadap kearah Nathan sepenuhnya.

“Gue lagi males makan apapun, Nathan. Plis deh ga usah maksa.”

“Maksud aku kan baik, Bel. Toh, aku nyuruh kamu sarapan biar kamu nanti ga sakit.”

Jangan kaget dengan sikap Bella yang bisa tiba-tiba marah seperti ini. Ia memang sering begini, apalagi jika ada masalah. Bisa-bisa satu sekolahan dimusuhi.

Nathan mencoba untuk sabar. Sebenarnya, ia bukan tipe orang yang akan memahami orang lain dengan mudah. Ia cenderung menjadi seseorang yang apa-apa harus sesuai dengan apa yang ia harapkan.

“Bel, ini aku masih nyuruh kamu baik-baik loh.”

“Oh, mau jahatin aku? Yaudah cepet! Mumpung masih bisa.”

Benar kata Yuda; perempuan itu susah.

“Mungkin kamu masih kesel gara-gara tadi pagi. Kalo semisal kamu ga mau sarapan yaudah gapapa, ini aku tinggal di sini ya.” Nathan berdiri. “Aku pergi dulu. Semangat belajarnya!”

Sebelum pergi Nathan sempat mengacak rambut Bella. Ia kemudian meninggalkan cewek itu yang masih terdiam seribu bahasa.

Bella menatap kepergian Nathan yang semakin menjauh dari hadapannya. Jujur, ia jadi merasa begitu bersalah.

Ia tak seharusnya bersikap keterlaluan kepada Nathan.

Bella melirik kearah kantong yang berisi banyak makanan. Nathan itu baik banget kepadanya. Serius, ia akui itu. Tapi, Bella selalu merasa bahwa dirinya tidak pernah bisa membalas kebaikan Nathan.

Bella kemudian mengambil ponsel yang ia simpan di saku seragam miliknya. Ia mengirimkan pesan kepada Nathan.

Nathan

relationshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang