╰☆◈ tiga puluh satu ◈☆╮

82 14 1
                                    


Naya membereskan peralatannya dan bersiap untuk pulang. Rapat hari ini sudah selesai, tepat pukul lima. Itu artinya, Naya hampir setengah hari menghabiskan waktu di ruangan ini; tanpa melakukan apa-apa, karena sedari tadi ia hanya memainkan pulpen dan bercerita dengan teman sebelahnya.

Agak toxic memang memiliki anggota seperti dia. Namun, sosok Naya bisa dibilang sangat membantu.

bantu bersih-bersih, contohnya.

“Balik sama siapa, Nay?” tanya Alden yang berjalan mendekati Naya. Cowok itu menyampirkan tasnya ke pundak sebelah kanan.

“Hah?!” Naya mendongak kearah Alden. “Sendiri. Kenapa emang?!”

“Udah bawa motor sendiri lo?”

Naya menggeleng, “Engga. Gue mau naik ojol.”

“Bareng gue aja.”

Naya memfokuskan pandangan sepenuhnya kepada Alden. Ia sedikit curiga mengapa cowok itu tiba-tiba berubah baik kepadanya. Padahal, Alden adalah orang yang selalu memusuhinya.

Ya, walaupun memusuhi dalam artian iseng. Tapi tetap saja, cowok itu tak pernah menawarinya tumpangan secara cuma-cuma tanpa diminta.

“Ada angin apa lo nawarin gue tumpangan?”

Alden menghela nafas lelah. Sudah dirinya duga kalau akan ditanya seperti ini. Sikap baiknya selalu dipertanyakan pasti.

Astagfirullah, Nay, gue ini beneran niat baik sama lo, sumpah! Jelek mulu sih pikiran lo kalo ke gue,” ujar Alden berusaha menjelaskan maksudnya.

Naya merotasikan bola matanya, “Muka lo muka-muka penjahat soalnya.”

Hampir saja Alden akan memukul Naya. “Gue mau ke lapangan, jadi sekalian anter lo ke rumah.”

Naya menganggukkan kepalanya mengerti. Kini dirinya paham, bahwa Alden mengantarkannya bukan karena niat tapi karena sekalian.

“Ga usah, gue pesen ojol aja,” tolak Naya.

“Udah ayo!” Alden menarik tangan Naya pergi dari sana. Buru-buru Naya mencegahnya.

“Gue belom beres, Alden!” omel Naya.

Alden hanya meringis. Ia baru sadar kalau beberapa buku Naya masih bercecer di meja. Maaf terlalu bersemangat.

“Gue selesaiin dulu.”

Naya membereskan peralatannya dengan cepat. Tak lupa ia mengenakan jaket jeans miliknya yang sedari tadi menyelimuti punggung kursi.

Jujur saja, Naya itu tipikal cewek yang kalau diperlakukan baik sedikit saja langsung naksir. Katakanlah ia punya love language act of service. Sebab, diantarkan oleh Alden secara cuma cuma begini saja bisa membuatnya jatuh cinta.

“Btw, hubungan lo sama kak Zean gimana?” tanya Alden di sela-sela keduanya berjalan menuju parkiran.

Naya menghela nafas lelah, “Gatau gue, bingung banget. Gini ya rasanya digantungin?!”

“Masih untung lo ga mati,” ucap Alden asal.

Naya langsung saja memukul lengan Alden dengan tangannya. Sekuat tenaga. Cowok itu hanya merintih kesakitan.

Kalau bersama Naya pasti mainnya tangan.

“Kurang ajar bener mulut lo!”

Sorry, sorry! Bercanda!”

Cewek itu hanya diam sambil tetap berjalan. Berusaha agar terlihat cool bagaimanapun kondisinya. Dan sialnya, tangan Alden yang semula menganggur kini beralih merangkul pundak Naya.

relationshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang