╰☆◈ enam ◈☆╮

302 36 0
                                    


Pukul delapan kurang beberapa menit, kesepuluh anak yang katanya sahabat itu baru mulai berangkat. Semuanya berboncengan menjadi lima pasang, Naya-Arga, Yuda-Lian, Bella-Nathan, Denis-Rama, dan Cila-Jenar.

Mengapa Cila dan Jenar tak mau berboncengan saja dengan Denis dan Rama? Alasannya, malas. Berhubung keduanya bisa mengendarai motor, maka mereka memilih untuk berboncengan berdua. Berbeda dengan ketiga cewek lainnya, mereka kemana-mana modal bonceng.

Begitu sampai di alun-alun, mereka memarkirkan motor secara berdekatan, supaya kalau mau pulang gampang mencarinya. Mereka berjalan bersama mencari tempat nyaman untuk duduk.

“NCT comeback-nya keren banget ya, Nay,” ujar Lian yang berjalan di samping Naya.

“Iya weh. Gue dibuat oleng mulu.”

“Mereka damage-nya ga ngotak.”

“Plastik teros! Mau muntah lo berdua makanya bahas plastik?!” kata Rama menimpali.

Naya berbalik badan. Ia menatap kearah Rama dan berjalan mundur. “Heh! Apa lo bilang tadi?! Seenaknya aja ngatain idola orang. Lo kalo ga suka mending diem aja, ga usah menyulut emosi.”

Jika menyangkut soal bias, Naya tak akan segan untuk berteriak, membalas, bahkan memaki balik. Ia tak suka ketika idolanya dijelekkan padahal mereka sudah berjuang sangat keras.

Menurutnya, tak apa kalau tak suka, tapi setidaknya tak usah mencela. Benci, cukup didiamkan saja. Toh, semua orang memiliki tipe kesukaannya masing-masing.

“Eh bentar deh, gue mau nemuin Kinan dulu,” pamit Arga lalu beranjak pergi.

“Lah, ga kumpul bareng dong,” kata Bella agak kesal.

“Yaudah biarin aja, lagian Arga punya urusan sendiri,” ujar Nathan menimpali.

Mereka pun duduk di salah satu tempat yang tidak begitu dekat yang lain —–yang cukup untuk mereka bersepuluh. Yuda tak lupa membawa gitarnya malam ini. Perpaduan yang cocok menurutnya.

“Ada yang bawa kaleng ga?” tanya Rama.

“Hah?! Ya ga bawa lah ngawur lo! Buat apa coba?!” timpal Lian balik.

“Ditaruh di situ, biar nanti pas Yuda ngegenjreng gitarnya ada yang sudi ngasih duit.”

Primitif sekali ya, bund,” komentar Jenar.

Yuda mulai berselancar dengan ponselnya untuk mencari lirik dan kunci gitar. Usai menemukan yang ia inginkan, ia mulai memetik senar gitar hingga menimbulkan suara.

Suara Yuda yang sopan masuk ke telinga membuat siapapun yang mendengarnya ikut mengayunkan badan menikmati. Rasanya itu, seperti cocok dengan suasana malam hari ini. Ditambah lagi kalau sama pasangan, beuh lebih mantap!

“Eh eh, ga beli makanan nih?! Masa kita cuma ginian doang ga ada suguhannya,” kata Naya protes.

Dia yang pada dasarnya emang doyan makan, selalu ngiler mencari makanan kalau keluar seperti ini. Naya ini bukan tipe cewek yang kalau mau makan saja harus nunggu disuruh selama berhari-hari. Mana tahan perutnya.

“Tadi disuruh bawa nasi ga mau,” sindir Rama. “Tapi, kalo tadi lo bawa bakwan di rumah lo kita ngirit tau, Nay.”

“Ogah! Abis lo doang yang ada.”

Nathan mengeluarkan selembar uang berwarna merah dan menyerahkannya kepada Naya. Tindakan itu sontak mendapat sorakan dari teman-temannya.

Ini yang membuat orang-orang menyukai berteman dengan Nathan. Orangnya tak pernah pelit. Tak jarang mereka ditraktir makanan ketika kumpul bersama.

relationshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang