Denis menghampiri Jenar yang sedang duduk di ruang keluarga. Cewek itu sedang membaca-baca buku; entah, mungkin novel.
“Nar, belum tidur?” tanya Denis lalu ikut duduk di samping Jenar.
Jenar menoleh lalu menyimpan bukunya. “Loh, Nis?! Gue ga bisa tidur. Yang lain udah pada tidur emang?!”
Denis menggeleng, “Belum. Itu si Naya ga tau malah share cerita horor ke yang lain. Gue sumpek, makanya ke sini.”
Jenar mengangguk.
Mereka akhirnya menginap di rumah neneknya Jenar. Tapi, mereka hanya tidur di ruang kosong yang sepertinya memang dikhususkan ketika ada anggota keluarga datang untuk menginap.
Sebenarnya ada dua buah kasur, namun cowok-cowok memilih untuk merelakannya dipakai yang cewek. Katanya; kasihan.
“Sorry ya gue ga bisa kasih apa-apa buat kalian. Tidur pun kalian cuma di lantai," ungkap Jenar.
Denis tersenyum, “Ga papa kali, Nar. Lagian kan kita ke sini tujuannya buat nyari lo. Nginep itu cuma bonus.”
Kedua diam dalam hening. Mereka bingung ingin membahas topik apa. Jenar jadi kikuk sendiri. Tak biasanya ia dan Denis berada dalam situasi seperti ini.
Denis berdehem.
“Lo mau ikut balik besok?” tanya Denis mencoba membuka pembicaraan kembali.
“Iya. Hp gue di rumah soalnya, customer gue juga gimana kalau semisal gue ga ada kabar berhari-hari?!”
Disaat seperti ini pun Jenar masih memikirkan pembelinya. Benar-benar definisi calon pebisnis muda.
“Tapi, hubungan lo sama nyokap udah membaik?”
Jenar menggeleng, “Gue ga sempet ngomong apa-apa lagi ke mama. Kemarin gue langsung pergi tanpa pamitan.”
“Jangan marah ke mama lo lama-lama ya, Nar, gimanapun juga pasti mama lo udah pikirin yang terbaik buat lo.”
“Iya, Nis. Gue pergi ke sini juga buat cerita ke nenek kok. Gue butuh saran nenek, bukan kabur dari mama.”
Denis mengucap syukur. Sebenarnya, ia juga kasihan kepada mamanya Jenar.
Beban yang ditanggung oleh wanita itu banyak sekali; termasuk biaya pengobatan papanya Jenar. Jadi, beberapa waktu terakhir ini mamanya Jenar sempat bertukar pesan dengan Denis.
Wanita paruh baya itu menceritakan alasan mengapa Jenar diajak pindah ke Bali. Bahkan, Denis juga dicurhati betapa beban yang ditanggung oleh mamanya Jenar sangat berat.
Tapi, mamanya Jenar memang tidak mengatakan soal ini kepada anaknya. Jenar sama sekali belum mengetahui apa yang terjadi dengan papanya.
Sengaja tidak diberitahu karena takut kalau Jenar khawatir.
“Nar, gue khawatir banget pas Naya bilang kalo lo ilang,” ungkap Denis. Ia memainkan jemarinya.
Jenar menoleh kearah Denis yang menunduk. Ia memegang pundak cowok itu sambil tersenyum lebar. “Beneran, Nis?! Ih, sumpah demi apa?!”
“Gue takut terjadi apa-apa sama lo, apalagi sebelumnya kan lo ada masalah.”
“Maaf banget udah bikin kalian khawatir. Gue ga maksud gitu. Tapi, makasih banget, Nis, lo udah sebegitu khawatirnya sama gue. Jujur, lo cowok pertama yang berani khawatirin gue setelah papa.”
Denis menyentuh punggung tangan Jenar dengan hati-hati. Ia menatap mata cewek itu dengan dalam.
“Nar, kalo ada apa-apa bilang sama gue, ya?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
relationshit
Ficção Adolescente[ ft. 00 line ] hubungan kita sulit untuk dijelaskan, karena bukan sekedar berteman. © bluezennie_, 2O2O