╰☆◈ sebelas ◈☆╮

155 24 1
                                    


Kebiasaan Jenar setiap sore yaitu menyirami tanaman di depan rumahnya yang tidak seberapa. Maksudnya, ya hanya beberapa tanaman saja. Tapi cukup untuk mengisi sedikit kekosongan di hati Jenar.

Terkadang, Jenar merasa kesepian karena ia tidak memiliki teman di rumahnya. Orang tua pun jarang bersamanya.

Namun, ingin bagaimana lagi; ini kondisinya sekarang. Ia tidak bisa memaksakan semua harus sesuai dengan kehendaknya.

Sambil mendengarkan beberapa lagu Jenar mulai menyiramkan air.

Tak berselang berapa lama sebuah motor berhenti di depan rumah Jenar. Ia kenal itu motor siapa. Itu Denis.

"Nar, ngapain lo?!" tanya Denis lalu mulai turun dari motornya.

"Lo ga liat gue lagi ngapain?! Pake nanya lagi lo."

"Hehe, canda bosku," ujar Denis sambil melambaikan kedua jarinya sebagai tanda maaf.

Denis masih mengenakan helm-nya menghampiri Jenar. Terlihat dari dandanan cowok itu bahwa ia baru pulang dari bermain.

Denis memakai celana jeans, hoodie, juga sepatu converse yang sepertinya sudah tidak dicuci sekitar satu bulan. Ia membawa sebuah kantong kresek di tangan kanannya.

"Ada urusan apa ke sini sore-sore? Lo ga ada hutang pulsa deh, Nis, kayaknya."

Denis berdecak. "Nih, gue bawain lo sesuatu." Ia menyerahkan plastik yang dibawanya kepada Jenar.

"Apaan nih?!"

"Dibuka ntar aja. Gue baru pulang dari main, nemu sesuatu lucu, kayaknya cocok kalo lo pake."

Jenar dengan agak ragu mulai menerima pemberian dari Denis. Sebenarnya, ia bingung sekaligus heran. Ada urusan apa sampai Denis niat sekali membelikannya sesuatu. Ia tidak sepenting itu untuk dibelikan oleh-oleh.

"Kok lo masih sempet-sempetnya inget gue?"

"Ya gapapa, lagian gue kan sering ikut touring motor gini, ga ada salahnya bawain lo sesekali."

Jujur, dalam hati Jenar merasa terharu sekali. Ia merasa istimewa diingat oleh seseorang seperti ini.

Apalagi, hitungannya Denis ini cowok pertama yang berperilaku begini kepadanya. Jenar adalah tipe perempuan yang tidak memikirkan soal pacar, ia hanya ingin fokus belajar, mencari uang, dan membanggakan neneknya. Sudah, itu saja prinsip hidupnya.

Soal laki-laki, Jenar menyerahkan semua urusannya nanti. Jika sudah waktunya, pasti akan datang sendiri. Ia yakin itu.

"Makasih banget loh, Nis, gue ga ngasih lo duit padahal."

"Santai aja kali, Nar, kaya sama siapa aja," ujar Denis. "Tapi boleh lah kalo semisal pulsa gue digratisin sampe taun depan."

Jenar melebarkan matanya, "Gila lo!"

"Engga! Bercanda!" Denis memberikan tanda 'peace'.

Tak langsung pergi, cowok itu memilih untuk duduk lesehan di teras rumah Jenar. Capek sih dia sehabis perjalanan jauh.

"Jangan duduk di situ! Lo duduk di kursi sana aja. Itu kotor, Denis."

"Buset, ga papa, Nar, sumpah. Lagian gue cuma mau duduk bentar doang, capek."

Jenar meletakkan selang airnya; meninggalkan pekerjaan dan memilih untuk menghampiri Denis.

"Gue ambilin minum bentar ya, lo tunggu di sini."

Denis akan menolak supaya Jenar tidak perlu repot-repot seperti ini. Niatnya tadi hanya mampir, bukan untuk numpang minum dan segala macamnya.

Setelah kepergian Jenar; cowok itu tersenyum. Rasanya asyik juga ya.

relationshitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang