Jenar membalas pesan dari customer dengan cepat. Ia ada janji COD malam ini.
Katanya, customer-nya sedang keluar jadi sekalian mengambil barang. Alhasil, malam ini Jenar mengajak Denis. Sebab, motor yang biasanya ia gunakan sedang dipakai oleh sepupunya.
Sudah hampir lima belas menit Jenar menunggu. Ini Denis nyasar atau lupa kalau ada janji? Seharusnya sih tidak, soalnya keduanya baru saja bertukar pesan.
Dikata nyasar juga tidak akan mungkin. Rumah mereka masih dalam satu ruang lingkup.
“Denisss, lo kemana sih?! Gue keburu dikejar-kejar customer nih,” keluh Jenar dengan agak khawatir. Takut kalau nanti ia kena omel pelanggan.
Beberapa kali Jenar menengok kearah jalan. Tapi, motor Denis belum juga kelihatan.
Jenar tidak memaksa Denis untuk datang secara cepat. Ia juga sadar diri, karena ia hanya meminta tolong cowok itu untuk diantarkan.
Tapi, yang dimintain tolong seperti niat tidak niat. Mungkin karena tadi Jenar hanya meminta tolong saja, tidak memberikan embel-embel upah.
Tak selang berapa lama motor Denis terlihat menuju ke rumah Jenar dengan lumayan cepat. Saat berhenti di depan Jenar hampir saja Denis akan jatuh. Ya mungkin karena harus cepat-cepat.
“Udah nunggu lama, Nar?” tanya Denis. Ia melihat mimik wajah Jenar yang terlihat cemas.
“Lumayan ‘sih.”
“Sorry ya, di jalan tadi ada tabrakan jadi gue berhenti bentar,” ucap Denis mencoba menjelaskan. Ia tak mau kalau Jenar salah paham.
“Parah ga?!”
“Ayo naik! Gue jelasin sambil jalan, keburu diomelin customer ntar!”
Dengan segera Jenar naik ke boncengan Denis. Ia kepo, ingin bertanya lebih, tapi ia mengurungkannya.
“Tapi serius, Nis, gue tanya; gimana tadi kecelakannya? Parah ga?!”
“Gue ga liat banyak, cuma tadi emang udah ada polisi. Pengen sih liat lama-lama, tapi gue udah ada janji sama lo. Jadi, gue cepet-cepet ke sini.”
Dalam diam Jenar sedikit terharu. Ia tak menyangka jika Denis bisa bersikap semanis ini. Selama ini Jenar selalu menganggap Denis seperti anak kecil karena umur Jenar yang lebih tua beberapa bulan.
Nyatanya, perlakuan Denis yang kecil mampu membuat hatinya sedikit bergetar.
“Lagian kenapa COD-an malem-malem gini sih?! Ga takut diculik apa?!”
“Dia lagi di deket sini, makanya sekalian ngambil. Demi duit apa sih yang engga, Nis.”
“Demi duit ya demi duit, Nar, tapi ga gini juga.”
Jenar hanya diam. Baginya, selama masih aman dan bisa ia lakukan —tak apa ia lakukan saja. Lagipula, jika di zaman sekarang mengandalkan takut tak akan bisa maju.
“Btw makasih banyak loh, Nis.”
“Sama-sama lah, gue niatnya kan juga mau bantuin lo.”
Jenar agak mendekatkan badannya kearah Denis supaya suaranya terdengar lebih jelas ke telinga cowok itu. “Lo itu sahabat cowok terbaik gue.”
Denis hanya membalasnya dengan senyuman. Agak sakit mendengarnya, namun ia mencoba untuk sadar diri dan posisi.
“Lo ada niatan buat cari pacar ga sih, Nar?!” tanya Denis kepo.
Jenar mengernyitkan dahinya bingung, ada apa gerangan tumben bertanya hal seperti ini?
“Kenapa nanya kaya gitu?!”
KAMU SEDANG MEMBACA
relationshit
Teen Fiction[ ft. 00 line ] hubungan kita sulit untuk dijelaskan, karena bukan sekedar berteman. © bluezennie_, 2O2O