04 || a Promise?

43 10 17
                                    

Kata orang, kehidupan bagaikan roda berputar. Kadang kita di bawah kadang pula di atas. Lantas, mengapa hingga saat ini pun diriku masih berada di bawah? Akankah roda kehidupanku terjebak lubang besar hingga tak dapat berputar?

-🌻My Rival is My Boyfriend🌻-

🍀🍀🍀

Terdengar derum mesin motor besar milik seorang anak adam dengan hoodie abu-abu gelap kesukaannya. Ia menghentikan motor besar tepat di pinggir sebuah taman kota berhiaskan kilauan cahaya lampu taman berdiri kokoh di setiap sudutnya.

Ia menyipitkan manik netra cokelat muda masih di atas motor sport yang tampaknya masih baru terlihat masih begitu berkilau di setiap sisinya. Sang pemilik motor tampak terus meneliti objek berupaya memastikan apa yang dilihatnya.

"Huh, gadis yang malang. Suka cowok yang justru hatinya cuma buat orang lain," gumamnya.

Ia merogoh ponsel di dalam saku hoodie abu-abu gelap kemudian membuka kamera ponsel. Tangannya mengarah pada sang objek, senyumnya mengembang sinis menatap dua sejoli yang asyik bermesraan di bangku taman yang terletak tak terlalu darinya. Huh, bahkan kedua sejoli tampak tak mempedulikan sekitarnya seakan-akan hanya ada keduanya saja di bumi, sedangkan yang lain bagaikan makhluk tak kasat mata.

Cekrek ... cekrek!

Setelah puas mengambil gambar tanpa diketahui oleh sang target, ia pun mengecek hasil bidikannya. Seulas senyuman puas tercetak jelas di balik helm full-face berwarna hitam senada dengan warna motor barunya.

Tak ingin terlalu lama di sana, ia pun memutuskan untuk segera beranjak merasa pegal juga harus duduk di atas motor sebesar itu. Sedikit pamer, motor yang ia duduki merupakan hasil jerih payah dirinya selama ini.

Jika dipikir itu ialah hasil dirinya bekerja tentulah salah, nyatanya itu ialah hasil jerih payah dirinya memohon pada sang Ayah agar mau membelikan motor itu sebagai hadiah ulang tahun. Dirinya memang tidak pernah meminta apa pun pada sang Ayah sejak dirinya kecil.

Namun sekalinya memohon ia lantas meminta motor sport bermerek Kawasaki Ninja H2 Carbon yang mana hanya dijual sebanyak 120 unit saja. Harganya pun cukup lumayan untuk kebanyakan orang termasuk dirinya, namun terasa amat receh bagi sang Ayah.

Motor berwarna hitam dengan goresan-goresan hijau di tepi body motornya kini melaju kencang membelah jalanan yang ramai akan orang bermesraan, namun tidak dengan dirinya. Bukan karena ia tak memiliki sang pujaan hati, hanya saja yang pujaan hatinya sangat sukar diajak keluar sekadar bersenang-senang.

Tentulah, orang tua sang pujaan hati yang melarang. Maklum anak kesayangan, tidak akan dibiarkan terluka walaupun seujung kuku saja. Dan ia pun hanya bisa pasrah tak dapat bermesraan seperti orang-orang di sekitarnya.

Tibalah dirinya di sebuah rumah yang tak terlalu besar juga tak terlalu kecil. Rumah bercat biru muda berhiaskan tanaman-tanaman hias dengan beraneka macam bunga baik jenis maupun warnanya. Jangan lupakan sebuah kolam Ikan Koi di tengah-tengahnya, tampak begitu nyaman 'tuk dipandang oleh mata. Itulah yang membuat dirinya begitu betah berada di rumah sahabatnya.

DIN ... DIN!

DIN ... DIN!

DIN ... DIN!

"SABAR WOY GUE GAK BUDEK!" Usai teriakan itu terdengar, tampaklah seorang lelaki bercelana kolor Spongebob Squarepants dengan tangan kanan membawa segelas es teh.

Satya Bhakti Nadella, merupakan sahabat sedari keduanya masih berwujud zigot. Papa keduanya menjalin hubungan sahabat sejak duduk di bangku Sekolah Dasar hingga saat ini. Begitu langgeng, bukan? Ya begitulah persahabatan seorang laki-laki, tak terlalu memiliki banyak drama dan akan terjalin begitu lama. Ditambah keduanya merupakan saudara jauh, tambah lengketlah keduanya.

My Rival is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang