07 || Ungkapan Mama Diana

28 10 1
                                    

Banyak orang berkata, "bersabarlah, badai 'kan menghilang di waktu yang tepat nanti."
Namun, kapan waktu yang tepat itu datang? Mungkinkah hingga diri ini berhenti mengembuskan napas?
-🌻My Rival is My Boyfriend🌻-

🍀🍀🍀

Manik mata kacang almond yang biasa bersinar layaknya bulan di malam itu, kini tampak meredup penuh akan kekosongan. Keheningan malam menjadi saksi bisu akan luka yang dialami oleh sang gadis, rasa letih kian menjalar di tubuh lemahnya.

Manik netra kelamnya perlahan terpejam masih menghadap sang dewi malam membiarkan wajahnya tersinari oleh gemerlap cahaya dewi malam juga bintang-bintang yang memancarkan cahayanya menghiasi langit malam.

Perlahan terdengar bunyi langkah kaki begitu pelan khas seorang wanita ke arah kamarnya, dengan langkah cepat tanpa suara ia masuk kembali ke kamarnya meninggalkan balkon. Ia merebahkan tubuh mungil di atas ranjang ungu tipis berpura-pura terlelap dalam tidurnya.

Tak lama sebuah usapan lembut ia dapat dan ia yakin Mamanyalah yang tengah membelai lambut surainya. Dan benar saja tak lama Mamanya pun membuka suara lembutnya khas sekali milik Mamanya.

"Sayang, maafkan Mama karena Mama kamu harus ikut menghadapi ini semua. Mama yakin kamu pasti lelah dengan kehidupan kita, tapi kasih sayang Mama akan selalu ada buat kamu. Mama akan berusaha sekuat Mama untuk bisa menghidupi kebutuhan kita semua, Mama cuma minta jadilah orang sukses untuk ke depannya nanti. Berbahagialah dengan keluargamu di masa depan nanti dan Mama harap semua cita-citamu akan terwujud, Sayang. Maafkan Mama yang sering buat kamu kepikiran banyak hal, maafkan Mama Sayang. Mama gak menuntut kamu untuk menjadi nomor satu, Mama hanya ingin anak Mama sukses. Jangan terlalu keras berusaha, Sayang. Tubuh kamu butuh istirahat. Maafkan Mama yang sering marah dan tanpa sadar sudah menjatuhkan kamu, Mama hanya lelah." Diana, Mama Annabella tampak mengecup kening anak bungsu yang ia yakini tengah tertidur pulas saat ini.

"Belajarlah yang rajin, Sayang. Tapi jangan terlalu memaksakan diri, Mama gak bisa lihat kamu sakit. Dan jangan pikirkan tentang ekonomi karena itu tugas Mama. Mama akan berusaha buat bisa bayar tagihan sekolah kamu apa pun caranya," imbuh Diana.

"Maafkan Mama yang terlalu berharap lebih kepadamu, Sayang. Mama cuma punya kamu, Mama cuma bisa berharap sama kamu. Kakak kamu sudah gagal, Sayang. Maafkan Mama, maafkan Mama. Mama tahu Mama terlalu membebani pikiranmu, tapi ini juga demi masa depan kamu, Sayang. Semoga di masa depan nanti bayi mungil Mama ini bisa bahagia. Mama selalu sayang bayi mungil Mama, tidur yang nyenyak, hm?" ujar Diana begitu lembut tanpa ia tahu putri bungsu yang masih ia anggap sebagai bayi mungilnya tengah meraung menangis kencang di dalam lubuk hatinya.

Diana menarik selimut tipis bergambar Princess Sofia lalu menyelimuti bayi mungilnya sebatas dada. Ia kembali mendaratkan kecupan hangat pada kening Annabella mengusap lembut surai cokelat sebatas pundak dengan penuh kasih sayang.

"Tidur yang nyenyak, Sayang." Diana akhirnya beranjak meninggalkan kamar sang anak bungsu kembali ke kamarnya untuk turut mengarungi pulau kapuk alias tidur.

Annabella yang menyadari ketidakhadiran Mamanya lantas membuka manik netra yang memerah menahan tangis sedari tadi. Air matanya kini meleleh membasahi kedua pipi tembam, bibirnya melengkung ke bawah dengan getaran kecil, telapak tangan kanannya menahan isak tangis agar tak terdengar sampai kamar bawah tepat di mana kamar Mamanya berada.

Ia sedikit lega lantaran Kakaknya sedang tidak ada di rumah, jika ada mungkin saja Kakaknya akan mendengar isak tangisnya. Ya, bagaimana tidak? Kamar Kakaknya saja berada tepat di depan kamarnya.

"Mama, aku tahu semuanya kok, Ma. Aku tahu kekhawatiran Mama, aku tahu tujuan Mama sering gak terlalu ngebebasin aku, aku tahu tujuan Mama sering ngelarang aku buat gak jatuh cinta, aku tahu semua tujuan Mama. Tapi, maafin aku, Ma. Aku udah ingkar dan sekarang pun aku justru terjatuh karena cinta. Dia j-jadian di hadapanku. R-rasanya sakit sekali. Belum lagi tentang masalah yang semakin hari semakin bertambah. Mungkin aku gak secapek Mama, tapi aku capek, Ma. Aku gak pengin mikirin tentang ini semua sesuai kemauan Mama, tapi aku justru semakin kepikiran sama itu, Ma. Aku pengin kayak orang-orang yang bisa bahagia, jalan-jalan bareng keluarga, makan-makan bareng keluarga, aku pengin banget kayak gitu, Ma. T-tapi, setidaknya aku punya keluarga yang lengkap dan cukup harmonis walaupun justru melelahkan jiwa," ungkap Annabella dengan tangis yang semakin pecah mengacuhkan puluhan atau mungkin notifikasi dari benda pipih di atas meja.

My Rival is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang