Perlakuanmu begitu hangat kepadaku seolah aku begitu berarti dalam hidupmu. Namun benarkan demikian? Tolong berhentilah membuatku nyaman aku tak ingin kembali tenggelam dalam luka
-🌻My Rival is My Boyfriend🌻-🍀🍀🍀
Sebuah kepala tampak menyembul dari pintu kamar Annabella hingga si pemilik kamar terkejut. Reflek Annabella melempar buku novel setebal tiga centimeter di atas meja dekat ranjangnya ke arah pintu kamarnya.
Buagh!
Bruk!
"Awh!"
Teriakan melengking lantas terdengar bersamaan dengan suara jatuhnya buku novel ke lantai. Seorang gadis yang tadi dilempar buku novel oleh Annabella pun lantas memunculkan seluruh tubuhnya.
Annabella yang semula berwajah tegang kini mengembuskan napas lega. Ya, bagaimana ia tidak tegang jika sedang membaca cerita horor tiba-tiba disuguhi kepala nongol di pintu begitu? Tentulah, ia terkejut. Bersyukur ia hanya melempar novel bukan vas bunga di meja samping ranjangnya. Jika iya, habis sudah riwayat kepala Arsy.
"Ngapain gak ketuk pintu dulu? Tiba-tiba nongolin kepala kayak gitu. Dipikir gue gak jantungan, hah!?" serobot Annabella ngegas.
Dengan watadosnya Arsy menyengir kuda. "Maaf, Bell. Lagian setiap gue ke sini juga gak pernah ketuk pintu, 'kan? Salah lo sendiri udah tahu penakut pakai segala baca cerita horor lagi. Parnoan sendiri, 'kan?"
"Bukan parnoan. Tapi gue itu kaget. Siapa yang gak kaget coba ditongolin kepala kayak tadi. Mending gue lempar buku novel, kalau gue lempar itu vas bunga. Bisa jadi apa kepala lo? Eh, jangan, deh! Sayang vasnya nanti pecah itu vas bunga kesayangan gue." Annabella menunjuk vas bunga berwarna ungu berukir bunga anggrek kesukaannya, lebih lagi warna ungu pada kelopaknya. "Lagipula banyak orang penakut tapi nekat baca cerita horor. Karena cerita horor itu menantang penuh teka-teki. Rasanya pengin baca lagi dan lagi. Pokoknya gitu, deh! Sulit diungkapin pakai kata-kata."
Arsy mendengus sebal, merasa kesal dengan jawaban Annabella. Ya, sebenarnya sudah tak heran lagi jika Annabella lebih mengutamakan benda-benda kesayangannya dibandingkan sahabatnya sendiri. Entahlah, tak habis pikir dengan Annabella.
"Pentingin aja itu barang, Bell," dengus Arsy.
"Lo ke sini atas dasar apa? Kalau mau numpang tidur mending pulang aja sana, gue mau istirahat. Capek." Annabella merebahkan tubuh lemahnya.
Arsy memicing, tampak wajah Annabella lebih pucat dari hari-hari biasanya. Sebenarnya ia tahu Annabella sempat kritis dan tak sadarkan diri selama tiga hari itulah mengapa Annabella harus menjalani rawat inap selama lima hari di rumah sakit, namun dirinya tidak bisa datang lantaran saat itu dirinya sedang berada di luar kota karena orang tuanya sedang ada urusan penting.
"Bell, udah minum obat? Kasihan tuh obatnya nganggur banyak di atas meja. Pasti belum lo minum, 'kan?" selidik Arsy.
Annabella memutar malas netranya kemudian memandang jenuh pada beberapa pil obat yang tergeletak manis di atas meja samping ranjangnya. Rasanya enggan untuk menelan pil obat bermacam bentuk dan ukuran tersebut. Satu pil saja rasanya enggan meskipun itu untuk kesehatannya sendiri.
"Malas terlalu banyak udah gitu pahit lagi kayak muka lo. Bercanda kok. Lagian kasihan obatnya kalau gue minum nanti mereka nangis makanya gak gue minum, deh!" kekeh Annabella.
"Enak aja! Gini-gini gue tuh manis, ya!" semprot Arsy tak terima ia bahkan sudah mendelik membuat matanya seolah hendak keluar. "Bel, minum obat lo dulu. Lo mau sembuh gak, sih!? Atau lo mau gue seret ke rumah sakit sekarang, hah!?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rival is My Boyfriend
Teen Fiction🌻WELCOME TO MY FOURTH STORY^^ 🌻Don't forget for vote and comment, Guys! 🌻If you like my story please follow me! Thank you! 🌻Semoga betah, HAPPY READING YAW! 🥀🥀🥀 Bagaimana jadinya jika rival-mu menyatakan cinta dan terus mengejar dirimu padaha...