40 || Beberkan Aksi

3 2 8
                                    

Ambisi untuk mendapat apa yang kita mau memang penting, namun jangan sampai mengubahnya menjadi obsesi. Tanpa kamu sadar obsesi itulah awal dari kehancuranmu sendiri
-🌻My Rival is My Boyfriend🌻-

🍀🍀🍀

"J-jangan, Shen. Dengan cara lo bunuh gue, itu bikin lo masuk penjara. Lo bisa kehilangan masa depan lo. Pikirin itu, Shen!" pekik Annabella menyadarkan Shenna.

"Gue gak peduli. Selama itu bisa bikin gue sama Aiden kenapa enggak? Annabella Rain Senja, sampai jumpa. Bahagia di sana sama Dava, ya? Orang yang udah lo bunuh, sekarang lo yang bakalan gue bunuh. Goodbye to your world, Annabella." Shenna lantas mendorong Annabella begitu kencangnya disusul suara teriakan seorang gadis begitu kencangnya. 

Tak lama terdengar pula teriakan dari lima orang yang berbeda.

"Argh!"

"Nana!"

"Annabella!"

"Shenna!"

Teriakan demi teriakan menggelegar, membuat para pendaki lantas bergegas ke sumber suara. Nafas mereka tercekat. Begitu pun dengan Aiden, pemuda jangkung itu terduduk lemas.

Tak ada siapa pun yang berani memandang ke arah Annabella dan Shenna, mereka memejamkan mata tak kuasa menyaksikan hal itu. Mulut mereka tiada henti bergumam melantunkan doa agar ada keajaiban.

"Tolong!" raungan terdengar begitu bergetar.

Semua orang saling berpandangan, berbeda dengan Aiden yang justru berlari kencang ke sumber suara. Ia sangat kenal suara lembut itu. Suara gadis kesayangannya.

"Nana!" pekik Aiden.

Bisa Aiden lihat Pak Braham tengah menggenggam erat tangan Annabella, sementara tangan kiri Annabella menggenggam erat tangan kiri Shenna. Aiden tanpa berpikir panjang lantas membantu Pak Braham menarik lengan Annabella, kesayangannya masih dengan mata merah akibat menangis.

"Nana, bertahan!" teriak Aiden, suaranya bergetar.

Arjun lantas menarik Arsy dan Satya yang justru membeku. "Buruan bantuin woi!"

Teriakan Arjun membuat Pak Braham dan beberapa pendaki laki-laki bergegas membantu. Dengan susah payah akhirnya Annabella dan Shenna berhasil terbebas dari maut. Annabella kini didekap kuat oleh Aiden.

"Nana, kamu baik-baik aja, 'kan? Na, kenapa kamu suka banget bikin aku khawatir, hm? Aku udah bilang selalu sama kami bertiga, Na. Karena ini. Ini yang selalu aku khawatirin dari lama, Na. Aku gak sanggup kehilangan kamu lagi. Gak sanggup, Na," racau pemuda bak orang Korea Selatan itu menyembunyikan kepala di ceruk leher Annabella.

"Aiden, udah. Gue baik-baik aja. Lepasin pelukannya, yang lain pada ngelihatin. Gue malu," bisik Annabella seraya menyapu pandangannya pada sekitaran.

Dengan enggan Aiden pun melepaskan pelukan itu. Sebenarnya alasan Annabella tidak ingin dipeluk bukan hanya karena merasa malu menjadi pusat perhatian, melainkan ia merasa begitu sesak. Seolah ada yang mengikat dadanya begitu kencang.

Namun, karena ia tak ingin merepotkan teman-temannya terutama Aiden ia pun memilih untuk diam menahan rasa sakit itu seorang diri. Lagipula dahulu sebelum mendapat donor jantung pun ia sudah terbiasa menahan rasa sakit itu seorang diri. Nyatanya ia mampu, 'kan? Ya, doakan saja dirinya kuat hingga akhir.

Bahkan sebenarnya Ayah David alias dokter kesayangan Annabella sekaligus Paman Aiden itu pun mengetahui perihal rasa sakit yang dirasakan Annabella akhir-akhir ini. Tentu sangat gadis membungkam Ayah David dengan ancaman bila Ayah David mengatakan perihal itu pada Aiden, maka Annabella tak ingin lagi menganggap Paman David sebagai Ayah.

My Rival is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang