Memang tampak begitu membenci, namun pada kenyataannya ia begitu mengagumi. Mengagumi dengan caranya sendiri. Menjadikanmu 'tuk lebih tangguh hadapi dunia yang tak adil
-🌻My Rival is My Boyfriend🌻-🍀🍀🍀
Tangan mungil yang sudah dua minggu lebih tidak bergerak kini perlahan ada pergerakan kecil. Arsy yang kala itu tengah menjaga Annabella terbelalak. Ia senang bukan main. Ia segera memanggil dokter untuk memastikan keadaan Annabella, yang tak lain ialah Paman David.
"Syukurlah, Nak Annabella sudah melewati masa komanya. Namun Nak Annabella masih belum bisa membuka matanya karena pengaruh obat. Tetapi tidak lama lagi Nak Annabella akan kembali sadar," ucap Paman David merasa sangat bahagia usai mengecek keadaan gadis yang sudah ia anggap sebagai putrinya sendiri.
"Alhamdulillah. Annabella, buka matamu. Semua nunggu lo sadar. Makasih udah kembali," lirih Arsy yang kemudian memeluk sang sahabat seraya menangis.
"Paman keluar dulu untuk menghubungi keluarga Nak Annabella dan Aiden. Sekalian ada yang harus saya siapkan. Tolong selalu jaga Nak Annabella," titah Paman David.
"Tanpa diminta pun Arsy bakalan selalu jagain Annabella. Arsy masih ngerasa benar-benar gagal menjaganya," balas Arsy melepas pelukannya pada siang sahabat.
"Ini bukan salah kamu, Arsy. Ini sudah takdir. Bagaimana pun juga takdir pasti akan terjadi. Jadi, jangan salahkan dirimu," papar Paman David membelai kepala Arsy lembut meskipun netranya tak berpaling dari Annabella.
Arsy menoleh mendapati dokter di sebelahnya tengah memandang Annabella dengan senyuman khas seorang ayah. "Makasih, Paman. Annabella pasti bangga memiliki Paman."
Arsy memang memanggil Paman David dengan sebutan Paman alih-alih dengan sebutan 'Dokter' karena Paman David sendiri yang memintanya. Alasannya karena Arsy begitu dekat dengan Annabella, kesayangan Paman David.
"Justru Paman yang bangga memiliki Annabella. Sayangnya Annabella bukan putri Paman. Jika iya Paman pasti sangat beruntung, tapi Paman tetap senang Annabella sudah menganggap Paman sebagai seorang Ayah untuknya." Paman David mencium kening Annabella kemudian membisikkan sesuatu pada sang gadis.
"Sayang, ayo bangun. Banyak orang menanti kamu termasuk Justine. Justine demam berhari-hari hanya karena menanti kamu kembali. Lekas buka matamu, Nak. Jangan lupa temui Justine, ya? Meskipun Ayah tahu cintanya gak akan pernah terbalaskan karena di hatimu hanya ada Gaga. Dari dulu, sekarang, dan selamanya. Tapi, Ayah berharap kamu mau bertemu Justine, dia sangat merindukanmu," bisik Paman David setelahnya ia melenggang meninggalkan Arsy bersama dengan Annabella yang masih belum sadarkan diri.
Justine? Gaga? Mereka siapa? pikir Arsy kala tak sengaja indera pendengarannya mendengar bisikan Paman David meskipun hanya beberapa kata saja.
Tak berselang lama pintu terbuka dengan kasarnya, tampaklah seorang pemuda dengan rambut acak-acakan, pakaian pun begitu kusut. Sangat menggambarkan betapa terburu-burunya sosok itu. Disusul pula oleh dua orang pemuda yang begitu Arsy kenal. Vano dan Satya.
Brak!
"A-ada apa!? Gimana keadaannya!?" pekik Aiden yang disusul pula oleh Vano.
Arsy mengejapkan matanya beberapa kali seraya menetralkan rasa terkejutnya. "Santai. Annabella udah sadar dari komanya tinggal nunggu efek obat aja. Dia gak bakalan ke mana-mana jadi santai aja. By the way, udah luluh lo sekarang? Dulu-dulu hobi ngehina sahabat gue, eh, sekarang udah kena karma, nih?"
Kesal pula Arsy rasanya lantaran Aiden menatap Annabella begitu lekat tanpa berkedip seolah jika berkedip sekali saja, sang gadis akan lenyap. Padahal Vano yang sebagai kakak kandung sang gadis pun tampak lebih santai meski wajahnya tampak sangat panik. Aiden yang mendengar ucapan gadis gempal itu merotasi malas netranya kemudian duduk di bangku kosong samping brankar Annabella.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rival is My Boyfriend
Teen Fiction🌻WELCOME TO MY FOURTH STORY^^ 🌻Don't forget for vote and comment, Guys! 🌻If you like my story please follow me! Thank you! 🌻Semoga betah, HAPPY READING YAW! 🥀🥀🥀 Bagaimana jadinya jika rival-mu menyatakan cinta dan terus mengejar dirimu padaha...