19 || NWG vs AOG

29 7 19
                                    

Berbuat baik dan peduli kepada sesama itu memanglah hal yang baik. Namun, kamu juga harus pandai-pandai dalam memilih pada siapa dirimu pantas meletakkan kebaikan serta kepedulianmu, jangan sampai dirimu justru hancur karenanya,,
-🌻My Rival is My Boyfriend🌻-

🍀🍀🍀

Tepat pukul delapan malam, seorang pemuda berkulit putih-sebut saja Gaga tampak tengah memandang kosong pada rembulan di langit cerah ditemani gemerlap bintang yang bertaburan. Isi kepalanya berkecamuk. Begitu banyak beban pikiran yang bersarang di dalam kepalanya, rasanya seperti akan meledak saat itu juga.

"Argh, pusing gua!" erangnya.

Ia meraih ponsel di atas meja, mengetik beberapa huruf hingga muncul sebuah nama di sana. Dengan cepat ia menelepon orang tersebut berharap ia akan menemukan jalan keluarnya. Namun apakah Allah akan memudahkannya?

"Hallo?" Terdengar suara serak khas seorang pria di seberang.

"Gimana? Apa ada kabar baik yang bisa didengar hari ini? Atau justru kabar buruk lagi?" tanya Gaga datar.

"Maaf, sejauh ini saya masih belum menemukan titik terangnya. D-dan kabar sangat buruknya yang baru saja saya terima jika keadaan dia mulai memburuk. Dia bahkan tidak datang lagi. Jika ini terus terjadi maka keadaannya akan semakin memburuk dan nyawanya bisa saja m-melayang. Tapi, saya akan berusaha untuk segera memberikan kabar baik untuk Anda," jelas pria di seberang telepon nadanya sempat bergetar.

Terdengar embusan napas dari Gaga. "Oke, terima kasih infonya. Tolong terus pantau kondisinya jika semakin memburuk langsung berikan kabar."

"Baik. Saya tutup teleponnya. Selamat beristirahat," pamit orang di seberang sana.

"Hmm, terima kasih. Selamat kembali mengurus pasien dan jangan lupa istirahat," balasnya kemudian menekan tombol berwarna merah di layar ponselnya.

"Sesulit itu hidup lo?" gumam Gaga dengan helaan napas lelahnya.

🌻

Seorang pemuda tampak tengah menutup pintu balkon menaiki ranjang kemudian merebahkan tubuh letihnya di sana. Baru saja ia hendak memejamkan netranya tiba-tiba ia dikejutkan dengan ponsel yang berdering tepat di samping bantalnya.

Tampak sebuah nama yang terpampang di layar ponselnya, ia pun mengangkatnya malas. Terdengar suara grusak-grusuk dari seberang serta langkah kaki yang begitu cepat. Ia yang semula hendak murka menjadi urung, kini wajahnya khawatir.

"Sat? Satya? Hallo?" Ia mencoba berkomunikasi dengan orang di seberang telepon, wajahnya semakin serius kala mendengar suara orang lain tepatnya sebuah ejekan.

"Segini doang nyali lo? Apa cuma segini kemampuan anak dari Northwestern Wolf Gangster itu? Lemah, cih!" Tubuh sang pemuda menegang menahan amarah usai mendengar suara berat milik orang lain yang samar-samar dapat dikenalinya, namun ia urungkan takut salah menerka dan memperkeruh keadaan.

"Daripada lo pengecut, lemah pula! Beraninya sekongkol, kalau berani ya one by one. Lo laki bukan, hah!? Cemen!" Suara itu suara Satya, ia hafal betul suara sahabatnya itu.

"Wah, berani juga anak Northwestern Wolf Gangster sama gua. Gua kira kalian cupu bisanya cuma bungkam. Oke, kalau itu mau lo. Tunggu apa lagi? Kalian semua, serang dia!" Usai suara berat basah itu berkata terdengar suara gaduh khas seseorang tengah terlihat perkelahian.

Gak bisa gua biarin. Mereka dimaafin malah ngelunjak, batin sang pemuda yang tak lain ialah Aiden, seraya meremat teleponnya.

Aiden meraih earpod untuk tetap terkoneksi dengan telepon Satya, ia lantas menyalakan layar laptopnya mencoba melacak keberadaan Satya. Ia tidak mungkin menunggu Satya yang mengatakan keberadaannya dengan kondisi yang tak memungkinkan.

My Rival is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang