30 || The Hidden Truth

18 3 0
                                    

Tak banyak pintaku. Hanya ingin kau terbangun dari mimpi indahmu, mendengar suara lembutmu, dan merasakan pelukan hangatmu seperti dahulu. Namun, apakah itu mungkin?
-🌻My Rival is My Boyfriend🌻-

🍀🍀🍀

"Sejauh apa pun kalian berpisah dan sekejam apa pun takdir mempermainkan kalian, pada akhirnya kalian akan tetap bersama," gumam Vano.

Tangan kekarnya hendak menepuk pundak Aiden berupaya membangunkan sang empu agar pindah ke tempat yang lebih nyaman, namun belum sempat tangannya menyentuh pundak pemuda di hadapannya tiba-tiba saja tubuh Aiden sudah bergerak. Kepalanya pun bergerak mendongak.

Vano menahan tawanya saat mendapati wajah linglung Aiden. Tampak tengah mencoba mengumpulkan nyawanya. Netra sipit itu berkedip beberapa kali hingga akhirnya membulat karena terkejut.

"LO!?" pekik Aiden saking kagetnya.

"Gak usah sok dramatis, leader gangster kok alay," cibir Vano dibalas delikan oleh Aiden.

Aiden memejamkan netranya sejenak, berupaya mengumpulkan nyawa serta menetralkan rasa terkejutnya. Vano kembali melangkah mendekati sang Mama dan Satya yang masih saja asyik bercengkrama.

Aiden pun turut menyusul Vano usai dirinya diam-diam mengecup punggung tangan Annabella seraya berharap sang empu segera membalas netranya.

Aiden kini duduk di antara Satya dan Vano, sedangkan Mama Diana duduk seorang diri di kursi sebelah kiri Satya. "Ma, maaf Aiden ketiduran," cengirnya.

"Ma?" beo Vano kala mendengar Aiden memanggil dengan sebutan itu.

Padahal biasanya Mamanya tidak dengan mudahnya membiarkan orang lain memanggilnya dengan sebutan 'Mama' kecuali jika sudah begitu dekat dengan anak-anaknya.

"Mama sudah menganggap Aiden anak Mama. Gak pa-pa, 'kan, kalau anak Mama nambah satu? Yang penting bukan anak bandel di sebelah Mama ini." Di akhir ucapan, Mama Diana menunjuk Satya dengan tatapan matanya. Sedangkan Satya hanya memandang kesal pada Mama Diana dengan wajah kecutnya.

"Bang, jadi lo Abangnya Annabella?" cicit Aiden sedikit berbisik, namun karena suasana sangat sunyi jadilah mereka semua mendengarnya.

"Loh kalian berdua saling kenal? Emang, ya, pertemanan cowok tuh luas banget. Heran Mama tuh. Gak kayak ini nih di sebelah Mama ini, bukannya nyari teman malah nyolong mangga," sinis Mama Diana seraya terkekeh, puas menjahili Satya.

"Perasaan Satya kena terus dah dari tadi, Tan. Seberdosa itu kah Satya sama Tante sampai-sampai Tante kayak segitu dendamnya?" oceh Satya.

"Muka lo emang nista-able, Sat," sahut Aiden.

"Healah. Berapa kali gue harus bilang, Bos. Panggil gue Satya atau Tya gitu, kan, bisa. Enak aja manggil gue 'Sat'. Berasa bangsat nama gue!" kesal Satya.

Tawa mereka pun pecah seketika. Entahlah selera humor mereka terasa anjlok, mendapati Satya yang ternistakan sudah membuat mereka tertawa. Bahkan saking asyiknya, mereka bahkan tak menyadari bila Annabella pun turut menyunggingkan senyumnya di atas ranjang sana padahal dirinya masih belum sadarkan diri.

"Tentang pertanyaan Mama tadi, Aiden kenal Bang Vano karena dia anak gangster sama kayak Aiden. Tapi Bang Vano jauh lebih unggul dibanding Aiden," bener Aiden.

Vano yang mendengar itu pun mendelik. Ingin ia membungkam mulut Aiden, namun dengan lemesnya Aiden sudah membeberkan segalanya. Habis sudah riwayat hidup Vano saat ini, ditambah raut Mama Diana kini berubah tak enak seraya menatapnya tajam. Satya pun turut terkejut, pantas ia merasa begitu tak asing dengan suara Vano.

My Rival is My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang