Memang terkadang lebih baik berpisah daripada bertahan, namun penuh akan luka
-🌻My Rival is My Boyfriend🌻-🍀🍀🍀
Seorang pemuda mengembuskan napas panjang usai mendengar penjelasan dari sang dokter. Dokter berkata bila mag Annabella kambuh ditambah Annabella juga mengidap darah rendah membuat Annabella merasa pusing berlebihan hingga kehilangan kesadarannya.
"Terima kasih, Dok," tutur pemuda tampan tersebut pada sang dokter kemudian melangkah masuk ke ruang Annabella tentunya.
Sejujurnya ia merasa curiga pada sang dokter. Seolah-olah ada sesuatu yang disembunyikan. Entah mengapa ia merasa tidak puas dengan jawaban yang dipaparkan oleh dokter.
Sudah jelas berkali-kali Annabella memegangi dada kirinya seolah itu begitu menyakitkan. Apakah benar hanya karena mag? Entahlah, ia hanya bisa berharap gadis lugu itu baik-baik saja.
Ia mendudukkan dirinya pada kursi di samping brankar yang Annabella tiduri. Sang gadis pun tampak masih enggan terbangun, suhu tubuhnya pun masih tinggi meski terasa lebih rendah dari beberapa saat lalu.
Ia meraih ponsel genggam Annabella di dalam tas berupaya menelepon orang tua Annabella. Jari jempol besarnya menekan tombol hijau pada kontak bertuliskan 'Malaikat Tak Bersayap' di sana. Tentu ia tahu siapa yang dimaksud. Siapa lagi jika bukan seorang Ibu?
"Assalamu'alaikum, Nak. Kamu di mana? Kenapa baru menelepon? Mama khawatir, Mama ke sekolah kamu tetapi kosong. Di rumah Arsy dan teman-temanmu yang lain juga gak ada. Mama hubungi juga gak kamu angkat. Kamu di mana, Sayang? Apa kamu baik-baik saja?" Serentetan pertanyaan lolos dari bibir Mama Diana di seberang telepon sana.
Sang pemuda pun tersenyum hangat merasa damai mendengar suara Mamanya Annabella. "Wa'alaikumussalam. Maaf Tante ini saya temannya Annabella. Annabella ada di rumah sakit. Dia demam dan mag Annabella kambuh, Tante. Tante bisa datang. Alamatnya akan saya kirim melalui pesan singkat. Tante hati-hati."
"Eh, terima kasih banyak, Nak. Maaf Annabella ngerepotin kamu. Mama segera datang ke sana. Sekali lagi terima kasih, Nak," tutur Mama Diana.
"Tidak merepotkan sama sekali, Tante. Hati-hati," balas pemuda itu kemudian telepon pun diputus dari seberang sana.
Selang sekitar dua puluh menit berikutnya tampak seorang wanita bersurai hitam pendek atas bahu berdiri di ambang pintu kemudian berlari menghampiri ranjang Annabella.
"Nak, kamu kenapa? Kenapa gak nurut sama Mama?" tanya Mama Diana, Mama Annabella. "Bahkan Mama tahu kamu kenapa-napa dari orang lain. Kamu kenapa, Sayang?"
Mama Diana lantas mengalihkan pandangannya pada pemuda tampan di dekatnya kemudian bertanya, "kamu yang nolongin anak saya, ya? Terima kasih banyak sudah membawa Annabella ke rumah sakit. Maaf Annabella pasti merepotkan kamu. Biaya administrasi akan saya ganti nanti secepatnya."
"Eh, gak ngerepotin sama sekali, Tante. Annabella juga ringan kayak gendong angin tadi," kekeh sang pemuda. "Hmm, saya tulus tolongin Annabella, jadi Tante gak perlu ganti uangnya."
"Ah, terima kasih banyak, Nak. Maafkan Annabella, anak ini memang susah makan, udah kayak musuhan banget sama yang namanya makanan. Oh iya, panggil aja Mama jangan panggil Tante, berasa muda lagi loh saya," balas Mama Diana.
Pemuda itu kemudian terkekeh, "tapi Mama kelihatan kayak kakaknya Annabella. Atau anak Mama yang ketuaan?"
"Kamu ini, ada orang sakit bukannya diobatin malah dighibahin. Gak baik loh, ingat dosa." Mama Diana menggelengkan kepalanya seraya terkekeh pula. "Ngomong-ngomong kamu pacar anak Mama? Kok gak pernah lihat? Setahu Mama pacarnya Annabella itu oppa-oppa Korea."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Rival is My Boyfriend
Teen Fiction🌻WELCOME TO MY FOURTH STORY^^ 🌻Don't forget for vote and comment, Guys! 🌻If you like my story please follow me! Thank you! 🌻Semoga betah, HAPPY READING YAW! 🥀🥀🥀 Bagaimana jadinya jika rival-mu menyatakan cinta dan terus mengejar dirimu padaha...