"Engghhh.... Gue dimana?" Adeline merasakan seluruh badannya sakit, ia menemukan ruangan berwarna putih. Siapa yang membawanya ke rumah sakit. Ruangan ini tergolong mewah untuknya, bagaimana ia akan membayar biaya semua ini.
Ia melihat tangannya yang tertancap infus dan gelang pasien. Ia memicing namun baru saja ia akan membaca nama yang tertulis pintu ruangan tersebut terbuka.
Cklek....
"Lo udah bangun? Ada yang sakit?" Tanya pria asing dengan setelan kemeja licin serta celana bahan, mungkin usianya tak jauh darinya. Adeline melihatnya dengan seksama. Siapa dia? Apakah dia yang menabraknya.
"Hey Miselia, are you okay?" Pria itu memegang bahu Adeline yang terbengong.
"I'm okay, mmm.... Lo siapa?" Tanya Adeline, pria terkejut ia menatap Adeline yang masih memasang wajah bingung sejak tadi.
"Jangan bercanda deh"
"Gue gak lagi bercanda"
"Gue kakak lo, Marcelino Adwiguna masa lo lupa"
Bukannya dirinya anak tunggal atau ia sedang berada disebuah reality show berisi prank?
Tapi nama tersebut tidak asing ditelinga Adeline, Marcelino Adwiguna ia mengingat kembali dimana dirinya mendengar atau membaca nama tak asing itu.
Jantungnya berdetak cepat ia mengingat siapa pria didepannya ini, apakah itu mungkin? Marcelino Adwiguna nama salah satu teman protagonis. Marcelio memiliki saudara? Bukannya di novel tidak disebutkan hal itu.
Ia bergetar matanya menatap tangan kirinya yang terangkat memperlihatkan sebuah nama. Miselia adwiguna nama yang tidak pernah disebutkan dalam novel.
"Miselia hey, semua baik-baik aja. Jangan terlalu keras berfikir" Marcelino mendekati Adeline yang sekarang tengah terperangkap ditubuh Miselia.
"Kak, gue kenapa bisa disini" sekarang kita panggil Adeline dengan nama Miselia.
Marcelino tak bersuara namun lengan pria itu membawa Miselia kedalam dekapannya.
"Jangan difikirkan ya, sekarang lo istirahat kembali" Marcelio sama sekali tak ingin menjelaskan kenapa ia disini.
Hangat itu yang dirasakan Miselia saat ini, ia tak pernah merasakan dekapan sehangat saat dirinya menjadi Adeline.
Tangannya terangkat membalas pelukan pria yang saat ini menjadi saudaranya. Setelah dirasa tak ada pergerakan Marcelio membenarkan posisi Miselia agar berbaring nyaman.
Marcelio kembali menatap wajah adiknya ia mengusap pelan kepala Miselia, lalu mengecup singkat.
"Nice a dream lil sister"
Kakinya melangkah keluar ruangan tersebut, lalu meraih benda pipih disakunya. Ia mendial nomor dalam kontaknya.
'Cepat cari siapa dibalik ini semua'
Titah Marcelio tanpa menunggu balasan orang disebrang sana, ia keluar sebentar untuk mengambil berkas dan laptopnya yang berada di mobil.
Pintu kembali terbuka dan menampakkan Marcelio, ia menatap wajah tenang adiknya. Helaan nafas kembali terdengar, hanya untuk sekedar melepas beban yang kian menumpuk.
Malam berganti pagi, Miselia mengerjapkan matanya ia masih ditempat yang sama, rasa syukur karna masih diberi kesempatan untuk bertahan hidup meski masih asing. Bukankah mereka punya orang tua mengapa sejak kemarin tak terlihat. Dirinya juga masih belum tau tentang penyebab ia mendekam disini.
Miselia mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan dan mendapati Marcelio yang terlelap di sofa, yang bahkan tak bisa memuat badan besarnya.
Ia mencoba turun lalu mengambil selimutnya, meletakkan diatas badan Marcelio, ia kemudian berjalan menuju kamar mandi dengan mendorong tiang infus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become an Antagonist Fiance (SELESAI)
General Fiction🪹🪹PERPINDAHAN JIWA MUSIM 1🪹🪹 Disclaimer : Tata bahasa masih berantakan Sebuah cerita transmigrasi pada umumnya, tidak ada yang spesial kecuali hubungan kita. Disclaimer : Pemeran utama lemah lembut tak bertulang menyebabkan banyak berkata kasar...