Penyesalan memang terdapat di akhir, semua terasa lebih menyakitkan ketika teringat perlakuan buruknya. Membawa rasa bersalah dalam setiap langkah seperti sedang berjalan pada ribuan duri di kakinya.
Mobil terparkir didepan sebuah bangunan tinggi bercat putih. Pria tersebut turun, ia menghirup nafas dalam lalu menghembuskannya. Tangannya mengambil parcel buah, ia berjalan memasuki bangunan bertuliskan Rumah Sakit Keluarga.
Setelah bertanya pada perawat dimana ruangan Miselia ia segera menghampiri pintu kamat Vvip tersebut. Keberuntungan tengah berpihak kepadanya, Miselia tengah terlelap sendiri. Kembali ia mengumpulkan keberaniannya, kesiapannya akan penolakan Miselia nanti.
Pintu terbuka ia menutupnya kembali dengan pelan. Parcel buah diletakkan di nakas sebelah Miselia. Ia melihat wajah tenang Miselia, jarinya mengusap pergelangan tangan Miselia yang tertutup plester. Begitu buruk tindakkannya membuat Miselia merasakan semua ini.
"Maaf"
"Maafin gue Miselia"
Dirinya telah menghancurkan gadisnya, masih pantaskah Ellias mengatakan Miselia miliknya. Sedangkan pertunangan mereka telah hancur. Andai saja ia tidak gegabah, seandainya ia lebih keras lagi mencari bukti, seandainya ia tidak dibutakan oleh dendam. Semua tinggal pengandaian.
Tangannya terulur mengusap wajah damai Miselia. Wajah tenang, berbeda seperti saat bersamanya selalu ada ekspresi ketakutan dalam wajahnya. Bohong jika Ellias tak pernah tertarik pada Miselia nyatanya Miselia sudah memiliki ruang dalam hatinya.
"Enghhh Kak Marcel udah dateng" gumamnya merasa terusik dengan tangan yang membelai wajahnya. Miselia membuka matanya perlahan. Bukan, bukan wajah Marcelio yang ia lihat pria yang paling ia hindari.
Miselia bangun terduduk di ranjangnya. Ia menarik selimut menutupi badannya. Matanya menatap ketakutan Ellias.
"Maafin gue Miselia" ucap Ellias akan menyentuh Miselia yang tiba-tiba terduduk. Belum sempat tangannya menyentuh Miselia sudah bergerak mundur.
Begini rasanya mendapat penolakan, tangannya turun ke sebelah tubuhnya. Miselia masih enggan menatap Ellias.
"Pergi"
"Maafin gue Miselia"
"Pergi"
"Miselia" ia ingin mendekat namun penolakan yang kembali ia terima.
"Pergi Ell, gue bilang pergi kita udah selesai" ucapnya gemetar, bagaimana rasanya bersama dengan orang yang hampir membunuhmu.
"Gue cuma mau bicara"
"Engga, gue gak mau denger apapun" tangannya menutup telinga menghalau segala suara dari Ellias.
Pria itu merasa sangat bersalah. Ia dapat melihat ketakutan Miselia saat bersamanya.
"Miselia, gue minta maaf karna insiden di toko" Ellias meraih tangan Miselia kedalam genggamannya agar telinga Miselia bisa mendengarnya.
"Insiden di toko?" tanya Miselia, ia mulai berspekulasi tentang keburukan sikap Ellias.
"Jangan bilang lo dibalik insiden kebakaran itu Ell" lanjutnya menatap Ellias dengan terluka.
"Maaf...." Ellias balas menatap Miselia penuh penyesalan. Ternyata Miselia belum mengetahui bahwa dirinyalah dalang itu. Ia berfikir Marcelio sudah mengatakan ini.
Miselia menarik tangannya hingga terlepas dari genggaman Ellias. Toko roti itu adalah jiwa Miselia, ia tak menduga pria yang menyelamatkannya saat itu adalah dalang dari kebakaran toko.
"Lo jahat" Miselia mencoba memukul dada Ellias yang dengan suka rela menerimanya.
Pukulan yang bahkan sama sekali tak berefek. Ia hanya ingin meluapkan rasa kecewanya. Air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya luruh juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become an Antagonist Fiance (SELESAI)
Ficción General🪹🪹PERPINDAHAN JIWA MUSIM 1🪹🪹 Disclaimer : Tata bahasa masih berantakan Sebuah cerita transmigrasi pada umumnya, tidak ada yang spesial kecuali hubungan kita. Disclaimer : Pemeran utama lemah lembut tak bertulang menyebabkan banyak berkata kasar...