Ellias menggendong tubuh tunangannya menuju lantai apartemennya, jarinya ia letakkan pada layar scan lalu terbukalah pintu didepannya. Ia meletakkan Miselia dengan perlahan diatas ranjang. Menarik selimut hingga ke dada untuk menutupi tubuh Miselia.
Tangan pria itu meraih benda pipih dari sakunya kemudian mendial nomor dokter keluarganya.
"Datang ke apartemen saya sekarang, 15 menit belum sampai, ucapkan selamat tinggal pada rumah sakit anda" sebelum mendapat balasan dari seberang sana, Ellias sudah mematikan panggilannya.
Ellias menarik kursi yang ada di kamarnya, ia duduk dengan tegap. Matanya tak henti memandang wajah Miselia yang tenang. Segila apa gadis didepannya, kenapa ia harus bersusah payah untuk menyelamatkan karyawannya dan tidak memilih untuk menunggu petugas pemadam kebakaran.
Bagaimana jika ia tak ikut menolong tadi, pria itu untuk hari ini mengenyahkan dendamnya. Dendam yang mungkin akan membuatnya menyesal seumur hidup nantinya.
Bel apartemennya berbunyi, Ellias pergi keluar untuk membukakan pintu, pria dengan jas putih mengikuti Ellias masuk ke dalam kamarnya.
Dokter mulai memeriksa keadaan Miselia, kemudian menuliskan resep obat.
"Mari kita bicara di luar tuan"
Ellias mengikuti dokter keluar dari kamar peristirahatan Miselia.
"Sepertinya guncangan tadi membuat nona Miselia shock, jadi berikan dia dukungan dan jangan menekan dia dahulu. Saya sudah menuliskan resep obat untuk nona Miselia"
"Terima kasih" Ellias mengambil kertas berisi coretan kata berisi obat yang harus ia tebus. Dokter pun pamit meninggalkan apartemen Ellias.
Pria itu kembali mengutak atik benda pipihnya untuk memanggil bawahannya. Ia keluar menemukan pria berstelan hitam didepan unit apartemennya.
"Beli obat, jangan lupa beli juga makanan" pria itu mengangguk lalu pergi meninggalkan tuannya.
Miselia mengerjapkan mata, denyutan pada kepalanya menyambut saat kesadarannya kembali. Ia mencoba untuk duduk bersandar. Melihat sekitar dan bukan sebuah rumah sakit atau kamarnya. Tapi ia kembali memasuki kamar tunangannya.
Ingatan tentang kebakaran tadi kembali menyapanya, ia mengingat sebelum kesadarannya hilang dalam dekapan Ellias. Ia menatap keluar jendela balkon kamar Ellias. Tatapannya kosong, pikirannya melayang tentang dirinya yang gagal menjaga pemberian Marcelio.
Klekk
Pintu terbuka menampilkan Ellias yang tengah membawa nampan berisi makanan dan minuman. Miselia hanya melirik sekilas lalu kembali menatap ke arah jendela. Pria itu berjalan mendekati tempat tidur, meletakan nampan pada nakas. Ia duduk di kursi sebelah Miselia.
"Makan"
Miselia hanya menggeleng, nafsu makannya dicuri oleh swiper sepertinya. Sepertinya rasa frustasinya kembali naik, pria itu menatap Miselia yang seperti raga yang tak bersisa.
"Gue mau pulang" ucap Miselia
"Nanti, Marcel yang mau jemput lo" balas Ellias
Matanya kembali berair, lemah bukan. Ia sudah tak peduli Ellias mau berpikir apa terserah pria itu. Tangan Ellias mengambil piring makanan tadi. Ia menyendok lalu mengarahkannya pada Miselia.
"Buka"
Hanya gelengan yang ia berikan.
"Lo butuh makan"
"Biarin gue sendiri, Ell"
"Makan dulu Miselia, jangan jadi keras kepala" balas Ellias. Ingat pria itu tidak suka penolakan, semua harus sesuai dengan apa yang ia mau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Become an Antagonist Fiance (SELESAI)
Fiction générale🪹🪹PERPINDAHAN JIWA MUSIM 1🪹🪹 Disclaimer : Tata bahasa masih berantakan Sebuah cerita transmigrasi pada umumnya, tidak ada yang spesial kecuali hubungan kita. Disclaimer : Pemeran utama lemah lembut tak bertulang menyebabkan banyak berkata kasar...