•••
Langkah pelan Vioner sampai di depan UGD. Handika yang sedari tadi duduk di sebuah bangku, mendongkak menatap kedatangan anak bungsunya.
"P-Pa ...."
Handika bangkit dari duduknya menghampiri Vioner.
Plak!
Vioner terkejut, baru saja Handika menampar wajahnya. Bahkan tatapan garang itu beribu-ribu kali lebih menyakitkan daripada sebuah pukulan.
"Apa sih mau kamu, Vioner? Kenapa kamu bertingkah kayak gini? Papa sudah mau menerima kamu kembali di rumah kami. Papa juga udah turuti maumu untuk kuliah. Tapi kenapa kamu masih membuat Papa marah? Seberapa benci pun kamu sama Tante Bunga, dia istri Papa. Ibu tiri kamu," tutur Handika menjelaskan.
Vioner menatap papanya penuh harap. Berusaha membuat sang papa melihat kejujuran di matanya. Kendati ia tahu, Bunga adalah prioritas papanya sekarang.
"Pa, bukan Vio yang melukai Tante Bunga. Vio nggak ngelakuin apa-apa. Malah Tante Bunga yang duluan dorong Vio dan buat Vio terluka," tukas Vioner menjelaskan, kemudian mengangkat tangannya yang sudah diperban. "Papa lihat ini 'kan? Tangan Vio terkena pecahan lampu tidur karena Tante Bunga yang dorong Vio. Vio nggak tau kenapa tiba-tiba Tante Bunga—"
"Sudah salah malah mengarang cerita kamu! Dari dulu kamu emang nggak pernah mengakui kesalahan kamu, Vioner! Buktinya kakakmu dipenjara karena ulahmu. Setelahnya siapa yang akan kamu tuduh? Papa?"
"Vio nggak nyangka Papa punya pikiran kayak gitu. Dulu Papa bilang Vio anak polos dan nggak mungkin bohong. Sekarang apa?"
"Itu dulu, Vioner. Dulu kamu emang polos. Tapi setelah beranjak dewasa kamu udah mengerti bagaimana caranya bertindak dan melawan orangtuamu."
"Siapa yang buat Vio kayak gitu?" tanya Vioner menatap sendu.
Handika menghela napas kasar sambil menyugar rambutnya yang agak lepek. Lalu netranya kembali pada anak bungsunya.
"Siapa? Kamu mau nyalahin Papa?"
"Lalu siapa? Dulu Vio emang anak polos. Itu karena Papa dan Mama sayang sama Vio. Tapi semenjak Papa membawa biang masalah ke keluarga kita, itu semua udah pudar. Keadaan yang ubah kepribadian Vio kayak gini, Pa."
Tiba-tiba Handika meraih lengan Vioner dan ingin membawanya pergi dari sana, tetapi Vioner mempertahankan pijakannya dengan kuat.
"Mau bawa Vio ke mana, Pa?"
"Papa antar kamu ke bandara," sahut Handika sambil menarik tangan Vioner dengan keras. Hingga Vioner terpaksa mengikutinya
"B-bandara?"
"Rumah nenekmu. Kamu udah nggak ada gunanya di sini. Kamu juga nggak bisa bebasin Vero dari penjara. Keberadaan kamu cuma membawa masalah untuk Papa dan Tante Bunga," sahut Handika sambil menoleh ke belakang. Tak peduli dengan tatapan orang-orang yang menatapnya iba dan kesal, Handika tetap pada pendiriannya. Hingga pada lorong yang sepi, Vioner berhasil melepaskan tangannya dari Handika.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER [COMPLETED]
Teen FictionRumah singgah untuk para pemuda yang tak ada tempat pulang. Untuk mereka yang perlu kehangatan dari dinginnya jalanan malam. Dan untuk mereka yang ingin memulai kehidupan. "Kalian yang tak saling mengenal akan tinggal bersama dalam satu atap dan men...