•••
Andro melilitkan perban pada kaki Vioner dengan lembut. Vioner hanya diam, menatap balutan perban putih itu telah apik menempel di kakinya. Andro kembali menatap pemuda di hadapannya, lalu tersenyum simpul.
"Sekarang mau cerita sama Ayah? Ayah emang nggak berhak maksa kamu. Cuma Ayah juga manusia yang bisa kepo."
"Papa yang ngelakuin."
Andro tentu saja merasa kesal mendengarnya, akan tetapi berusaha tidak menunjukkannya pada Vioner. Andro tak mau Vioner tahu kisah Handika yang mempunyai selingkuhan lebih dari satu. Apalagi korban pertama Handika adalah adik kandung Andro sendiri. Pastinya Vioner akan merasa tak nyaman dan pergi dari kehidupannya.
"Kok bisa, Nak? Emang kamu salah apa kalau Ayah boleh tau?"
Vioner menunduk, teringat kembali perdebatannya dengan Bunga. Mengingat hal itu membuat hatinya mengkal, bahkan Handika lebih membela istri mudanya.
"Vio ... Vio kasar sama Tante Bunga. Tante Bunga itu yang menggantikan Mama di samping Papa. Vio nggak rela. Vio tau Tante Bunga yang buat Mama sakit hati dan serangan jantung waktu itu," ucap Vioner hampir terdengar samar. Sebab diselingi isak tangis yang tiba-tiba Andro dengar.
Andro menghela napas, lalu menepuk pundak pemuda itu sambil tersenyum. Vioner menatapnya sambil menahan tangisnya.
"Mau tukar cerita sama Ayah? Gini, Ayah bakal cerita sama kamu asal usul saudaramu yang belum Ayah ceritakan. Tapi kamu harus cerita juga sama Ayah apa yang Ayah tanyakan. Gimana? Mau nggak?"
Vioner berpikir sebentar. Ia sejujurnya ragu untuk menceritakan kejadian itu, tetapi melihat Andro memperlakukannya sangat tulus, membuat Vioner perlahan mengangguk. Andro tersenyum senang.
"Oke. Jadi Ayah yang cerita dulu, ya? Vio mau Ayah cerita tentang siapa dulu? Ada Bang Sugi, Jirham, sama Fiko. Kisah mana yang pengin kamu dengar dulu?"
"Fiko?"
"Oke, kita mulai dari Fiko. Fiko itu tinggal di panti asuhan. Dia nggak punya masalah berat sebenarnya. Jadi awal ketemu Fiko itu di halte. Kami duduk sebelahan, saat itu hujan turun cukup lebat. Dia lagi mainin gitar, tapi tali senarnya malah putus. Ayah perhatikan dia, usaha banget buat nyambung tali senar itu. Ayah tanyain, gitarnya kenapa. Katanya senarnya putus, gitar udah tua. Ayah ketawa waktu itu. Ayah tanya kenapa masih dipakai kalau udah tua, bunyinya juga udah nggak enak. Katanya dia beli gitar bekas itu pakai uang hasil kerja paruh waktu. Sayang banget katanya. Kami ngobrol, akhirnya Ayah tau dia anak panti. Waktu itu dia masih kelas satu SMA. Ayah tanya apa cita-citanya atau keinginan yang pengin banget ia capai. Katanya dia mau punya orangtua, dia juga pengin keluar dari panti. Kata Fiko, dia mau memulai kehidupan mandiri. Ayah tanya lagi, emang nggak ada yang adopsi dia, padahal dia kan ganteng ya pastinya memicu calon orangtua untuk berkeinginan mengadopsi dia. Katanya udah sering yang mau angkat dia, tapi dia nggak mau. Ayah pikir-pikir, boleh juga kalau saya angkat dia jadi anak Ayah, tinggal di rumah singgah. Ayah tanyain, apa dia mau Ayah adopsi, cuma nggak bakal punya ibu, tapi punya saudara. Dia mau asal dibeliin gitar baru. Ayah turutin, Ayah beliin dia gitar dan adopsi dia hari itu juga. Ayah nggak tau, naluri itu datang dari mana. Ayah rasa, kalian punya daya tarik khusus yang membuat Ayah langsung sayang sama kalian. Cuma Fiko yang nggak punya masalah serius sebelum Ayah angkat dia anak," tutur Andro menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER [COMPLETED]
Teen FictionRumah singgah untuk para pemuda yang tak ada tempat pulang. Untuk mereka yang perlu kehangatan dari dinginnya jalanan malam. Dan untuk mereka yang ingin memulai kehidupan. "Kalian yang tak saling mengenal akan tinggal bersama dalam satu atap dan men...