•••
"Gue emang sering bertamu, tetapi gue hanya singgah. Tidak untuk menetap apalagi mengambil sesuatu darimu. Sebab aku tahu, aku pria sejati. Pria sejati mana yang tak bertanggung jawab atas perbuatannya?" ujar Juna melakukan pembelaan diri di depan Fiko, Vioner, dan juga Jirham. Jion yang baru saja datang dari kafe, singgah sebentar begitu melihat perdebatan tampak serius itu.
Jirham dan Vioner terdiam usai pembelaan dari Juna. Kini tinggal mereka berdua yang belum berbicara satu patah kata pun. Sepertinya Fiko percaya pada Juna, lantas mengalihkan tatapannya pada Jirham sebagai tersangka kedua.
"Kalau bukan Bang Juna-"
"Juga bukan gue dong. Coba lo bayangin deh, Fik. Di kamar lo ada tabungan bayi dinosaurus warna ijo yang isinya gue tau pasti banyak. Terus ada gitar keren yang pasti harganya mahal. Lah gue ngambil barang tak berfaedah itu? Jangan terlalu serius kawan," ujar Jirham dengan tampang menyakinkan.
"Bisa jadi lo jahil. Fik, bisa jadi si Jirham ngiri sama lo yang punya benda berharga. Piala itu berharga loh. Tak ternilai," ujar Juna mengompori.
"Bang, kalau ngomong pakai lampu," protes Jirham.
"Sejak kapan lampu bisa ngomong, Tuan Fertalite?"
Jion menggeleng melihat perdebatan itu. Beginilah masalah rumah tangga mereka. Aneh, tapi nyata.
"Terus kalau bukan kalian berdua siapa? Vioner nggak mungkin 'kan?" tanya Fiko.
Vioner yang tadinya diam menyimak obrolan mereka, tiba-tiba menunduk gugup. Jari tangannya saling bertautan tak berani menatap Fiko atau siapapun yang ada di situ.
"W-wah ... lu nggak waras kalau nyalahin Vioner. Kasihan anak orang gugup noh. Wah, nggak berperi keorangan lo, Fik," celetuk Jirham.
"Ini kalian ngomongin apaan sih? Otak capek gue masih lola sama apa yang kalian bahas?" tanya Jion.
Fiko baru menoleh pada Jion yang ada di belakangnya.
"Ini, Bang. Piala yang menang lomba melukis hilang. Kan aneh. Kalau pun rumah kita kebobolan maling, pasti bukan piala jadi inceran dia," sahut Fiko menjelaskan.
"Oh, jadi itu sebabnya lo tuduh Juna sama Jirham? Gimana sama Vioner? Nggak nuduh, kali aja dia lihat. Kan dia yang sekamar sama lo. Dia juga yang nungguin kamar."
"Oke. Udahan dulu. Ntar gue tanyai anaknya," sahut Fiko beranjak dari sana.
Juna melanjutkan menyantap mangga muda yang tadinya diletakkan di atas meja. Sementara Jirham melirik ke arah Vioner yang masih tertunduk penuh sesal.
"Ekhem. Udahlah lo nggak perlu gugup sama cecunguk macam Fiko. Jangan pandang ototnya, pandang giginya yang dua di tengah. Dia nggak bisa makan elu. Tenang aja udah," ujar Jirham menepuk sekali pundak Vioner.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER [COMPLETED]
Teen FictionRumah singgah untuk para pemuda yang tak ada tempat pulang. Untuk mereka yang perlu kehangatan dari dinginnya jalanan malam. Dan untuk mereka yang ingin memulai kehidupan. "Kalian yang tak saling mengenal akan tinggal bersama dalam satu atap dan men...