•••
Jirham melangkah pelan sambil membuka knop pintu ruang rawat kakaknya. Hal pertama yang Jirham lihat adalah Alita yang menggenggam tangan Firham sambil membicarakan sesuatu. Jirham mengalihkan atensinya ke arah lain, diiringi suara helaan napas pelan. Penyambutan yang menyakiti matanya.
"Jirham," ucap Alita bangkit dari tempat duduknya. Dengan rasa haru mendekati Jirham yang masih berdiri di ambang pintu.
"Jirham, makasih banget kamu udah datang. Bang Firham butuh—"
"Bisa nggak lo keluar?" tanya Jirham dengan tatapan dingin, membungkam mulut Alita yang ingin bicara lebih.
"Aku keluar." Alita pun keluar dari ruangan itu.
Jirham melirik ke arah Firham yang menoleh padanya dengan tatapan sulit diartikan. Jirham dengan malas melangkah maju mendekati saudaranya itu.
"Lama nggak ketemu, Jir. Lo tinggal di mana sekarang?" tanya Firham.
Jirham menarik kursi di samping Firham dan membawanya menjauh dari ranjang pesakitan. Sekitar satu meter jarak yang Jirham ciptakan antara ia dan kakaknya. Jirham duduk di kursi itu.
"Gue tinggal sama orang kaya. Kuliah gue juga bisa lanjut dengan tenang tanpa mikir uang semesteran. Lo nggak usah khawatir. Gue diurus dengan baik sama saudara-saudara gue yang ada di sana. Makan ada yang masakin, baju ada yang cuciin, dan perlu apa-apa ada yang ngasih gue duit. Pokoknya hidup gue terjamin," tutur Jirham dengan santai, walau dengan maksud menyindir pria di hadapannya.
Firham mengangguk sambil menatap langit-langit. Entah apa yang pria itu pikirkan, Jirham hanya berani melirik sesekali.
"Bagus deh kalau lo hidup enak, pasti sehat. Berarti ginjal lo boleh buat gue satu," ucap Firham. Jirham yang mendengar itu menatap tak percaya.
Jirham berdiri dari tempat ia duduk dan lebih mendekat ke arah Firham.
"Bang, lo tau caranya minta maaf 'nggak? Gue yakin seumur hidup lo pasti pernah liat orang minta maaf ke orang yang ia sakiti. Jadi nggak mungkin lo nggak tau caranya."
"Jadi lo mau gue minta maaf sama lo?" tanya Firham menatap Jirham yang terdiam. "Tapi atas dasar apa? Pacar lo yang gue rebut? Hei, bukan gue yang rebut pacar lo. Tapi dia yang ganjen deketin gue."
"Gue nggak ngomongin soal dia! Gue ngomongin soal elu, Bang."
"Ya gue punya salah apa? Salah apa gue?" sahut Firham sambil mengubah posisinya menjadi duduk. Menatap Jirham dengan mata memerah itu.
Jirham menggeleng tak percaya.
"Lo—wah ... gue kira selama ini lo punya kesadaran terhadap apa yang lo lakuin. Lo itu Abang gue, lebih tua dari gue. Seharusnya setelah Ayah nggak ada, lo yang gantiin posisi dia. Lo cari gue cuma waktu lo butuh ginjal gue. Astaga—Bang lo nggak punya malu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BROTHER [COMPLETED]
Teen FictionRumah singgah untuk para pemuda yang tak ada tempat pulang. Untuk mereka yang perlu kehangatan dari dinginnya jalanan malam. Dan untuk mereka yang ingin memulai kehidupan. "Kalian yang tak saling mengenal akan tinggal bersama dalam satu atap dan men...