CHAPTER 05

1K 81 0
                                    

Alesha memejamkan matanya menikmati suasana sore hari di taman kota yang jarang dikunjungi oleh orang-orang. Saat ini dirinya membutuhkan udara segar untuk menenangkan pikirannya. Ia juga berniat akan melupakan kesedihannya sejenak.

"Capek, Sha?" Suara seorang laki-laki yang sangat di kenali oleh Alesha.

Alesha membuka matanya, hal pertama kali yang ia lihat adalah seorang laki-laki berdiri tepat di depannya. Laki-laki yang mengenakan pakaian basket itu kemudian mendudukan diri di kursi taman tepat di samping Alesha. Laki-laki itu adalah Agastya.

"Apaan sih, Gas. Lo kali yang capek, lo kan baru pulang latihan basket," balas Alesha sembari tertawa kecil.

Agastya berdecak saat melihat Alesha yang berpura-pura tertawa di depannya. "Terserah lo deh, Sha. Oh iya, gue minta maaf karna nggak tau soal meninggalnya Kakek lo."

"Hmm, nggak apa-apa. Tapi kok lo bisa tau gue ada di sini?"

"Ya tau lah, kalung liontin pemberian gue yang saat ini lo pakai kan ada GPS-nya. Jadi gue bisa lacak lo ada di mana," ujar Agastya yang membuat Alesha membulatkan matanya.

"Canda, matanya biasa aja dong. Gue tadi kebetulan lewat sini terus lihat lo, jadi gue samperin deh," lanjut Agastya.

Alesha menghela nafas lega mendengar hal itu. Ia kira kekasihnya itu benar-benar memasang GPS di kalung liontinnya. Alesha yang akan mengatakan sesuatu pun tidak jadi karena perutnya tiba-tiba berbunyi.

"Hahaha... laper Lo, Sha?" tanya Agastya yang tidak mampu menahan tawanya saat mendengar perut Alesha berbunyi. Sedangkan Alesha hanya mengganguk menjawab pertanyaan Agastya. Alesha sangat malu jika mengatakan saat ini dirinya merasa lapar.

"Yaudah yuk cari makan. Kebetulan gue juga laper," ajak Agastya sambil menarik tangan Alesha menuju tempat motornya terparkir.




Agastya memberhentikan laju motornya ke tempat penjual seblak. Ia membuka helmnya dan menyuruh Alesha turun dari motornya. "Turun, Sha. Udah sampai."

"Kok ke tempat seblak sih, Gas?" tanya Alesha setelah turun dari motor Agastya.

"Tadi kan gue udah tanya sama lo, kalau ke tempat seblak mau nggak. Terus lo jawab iya. Pikun apa gimana sih, lo?" balas Agastya.

"Gue nggak suka seblak."

"Orang mana lo sampai kaga doyan seblak?!" Agastya bertanya dengan nyolot. Ia tidak terima saat Alesha mengatakan tidak menyukai makanan favoritnya.

"Aneh lo. Jelas-jelas seblak enak kayak gitu lo kaga doyan. Terus mau makan apa sekarang? Tuh, ada penjual siomay. Mau kaga?"

Alesha melihat ke arah seorang pedagang siomay yang ditunjuk oleh Agastya. "Gue nggak suka tekstur seblak yang lembek, gue juga nggak bisa makan makanan pedas. Kalau siomay ada bumbu kacangnya, gue alergi kacang."

Agastya menghela napas sabar mendengar hal itu. Ia lupa bahwa kekasihnya itu tidak bisa makan makanan pedas dan alergi terhadap kacang. "Yaudah, sekarang mau makan apa?"

"Terserah."

Agastya berusaha meredam emosinya saat mendapat jawaban seperti itu. Ia ingin sekali menggantung kekasihnya itu di pohon cabe belakang rumahnya saat ini. Dirinya sudah sangat muak mendapat jawaban 'terserah' dari Alesha.

Sabar, lo nggak boleh emosi. Inget dia cewek, batin Agastya.

"Tuh, ada rumah makan Padang. Lo mau kaga? Sampai lo jawab terserah, gue gantung lo di pohon cabe belakang rumah," ancam Agastya.

Alesha melihat ke arah rumah makan Padang yang ada di seberang jalan, kemudian ia mengangguk menyetujui Agastya. Ia dan Agastya kemudian menyebrangi jalan menuju rumah makan Padang. Setelahnya mereka memesan makanan di rumah makan Padang itu dan mendudukan diri di salah satu meja kosong.

"Gas, tadi di sekolahan ada kejadian apa?" Alesha bertanya kepada Agastya sembari menunggu pesanan mereka.

"Agastya, Gue nanya sama lo! Sibuk balesin chat siapa sih, selingkuhan lo?!" tuduh Alesha yang melihat Agastya sibuk dengan handphone di tangannya.

Agastya berdecak mendengar tuduhan Alesha. Jelas-jelas dirinya tidak sedang berselingkuh, tetapi sedang mengabari Bundanya bahwa dirinya pulang terlambat. Kekasihnya ini memang posesif.

Agastya kemudian meletakan handphone-nya di meja dan menatap Alesha yang berada di depannya. "Lo ini selalu nuduh gue yang nggak-nggak. Gue tadi cuma ngabarin Bunda kalau gue pulang terlambat, udah gitu doang."

"Di sekolah tadi juga nggak ada kejadian apa-apa." Agastya mengatakan sebuah kebohongan. Ia memilih berbohong daripada mengatakan kejadian yang sebenarnya terjadi di sekolah mereka. Karna jika Agastya mengatakan yang sebenarnya pasti akan memancing kemarahan Alesha.

Semoga besok temen-temen sekelas Alesha nggak ngasih tau kejadian tadi sama dia. Gawat kalau Alesha tau, batin Agastya.

"Oh, yaudah." Alesha kembali fokus dengan kegiatannya membersihkan kuku.

Tak lama seorang pelayan rumah makan Padang datang ke meja mereka mengantarkan pesanan. Pelayan itu langsung meletakan pesanan mereka di meja, dan setelahnya ia langsung pergi dari sana.

Mereka pun akhirnya memilih langsung memakan pesanan mereka dan menghentikan obrolan. Namun di tengah-tengah aktivitas makan, Alesha merasa seperti orang-orang menatap aneh ke arah mereka berdua. Alesha kemudian meletakan sendok serta garpu yang di pegangnya dan bertanya kepada Agastya.

"Gas, orang-orang kok ngeliatin kita terus. Ada yang aneh sama kita?"

Agastya mengurungkan menyendok makanannya mendengar hal itu. Ia kemudian melihat sekeliling rumah makan Padang yang ramai. Dan yang di katakan Alesha benar, orang-orang menatap aneh ke arah mereka berdua.

"Biarin lah, mereka juga punya mata." Agastya melanjutkan makannya tanpa memperdulikan pandangan orang-orang di sekitar mereka.




"Udah sono masuk ke rumah lo. Yakin berani di rumah sendiri? Keluarga lo kan masih di rumah Kakek lo. Terus lo nggak ikut tahlilan Kakek lo gitu?"

Alesha menganggukan kepalanya membalas pertanyaan Agastya. Setelahnya ia menyuruh Agastya meninggalkan halaman rumahnya.

"Iya, sana lo yang pulang! Gue mau masuk."

"Tanpa lo suruh pun gue juga bakalan pulang. Lo duluan yang masuk, gue bakalan pergi setelah lo masuk ke rumah." Agastya mendorong bahu Alesha dengan pelan, menyuruh Alesha masuk ke rumah.

"Hm, iya. Lo pulang langsung mandi, bau keringet lo bikin mual." Alesha masuk ke dalam rumahnya tanpa menunggu Agastya pergi.

"Ya. Gue mau pulang dulu, capek olahraga double." Agastya memakai kembali helmnya dan menyalakan motornya. Sebelum benar-benar pergi, Agastya melihat kembali Alesha yang tengah membuka pintu gerbang rumahnya.

Bisa-bisanya gue sayang sama cewek aneh kayak lo, Sha, batin Agastya.

ALEAGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang