CHAPTER 28

688 61 0
                                    

Agastya mencabut flashdisk dari laptopnya. Ia baru saja menyalin rekaman cctv yang ia pasang diam-diam di kamar orang tuanya. Agastya akan memberikan bukti rekaman cctv itu kepada Kakeknya. Ia akan menunjukan semua kelakuan Ayahnya kepada Kakeknya.

Agastya kemudian mengambil handphone-nya yang tergeletak di ranjang. Ia menekan tombol telepon pada kontak Argi, sepupu yang sepantarannya. "Halo, Gi. Udah siap kan semuanya?" ucapnya kepada sepupunya setelah telepon tersambung.

"Lo tenang aja, Gas. Udah gue persiapkan semua," balas Argi setelah telepon tersambung.

"Bagus kalau gitu. Gue bakalan ke sana sekarang. Kakek di rumah kan?"

"Kakek ada di rumah. Lo yakin bakalan ungkap semua?"

"Gue yakin, Gi. Gue nggak mau kalau Bunda terus-menerus menderita karena Ayah."

"Itu semua keputusan lo. Ya udah, gue tutup dulu telponnya. Btw, jangan lupa bawa donat buat gue sebagai tanda terima kasih udah bantuin nyari bukti."

"Kagak ikhlas lo bantuin gue. Ya udah nanti gue bawain setoko-tokonya biar lo puas." Setelahnya Agastya menutup teleponnya. Ia akan bersiap menuju rumah sang Kakek.

Keputusan Agastya untuk mengungkap semua perlakuan Ayahnya kepada Bundanya telah dipikirkan secara matang. Keputusannya ini pasti akan menyakiti Bundanya yang telah menyembunyikan rapat-rapat permasalahan rumah tangganya. Tapi Agastya tidak bisa tahan lagi jika Bundanya harus terus-menerus menderita karena Ayahnya.

Maaf Bun, Yah, Agastya nggak bisa lebih lama lagi untuk tetap diam, batin Agastya.




"Anak kurang ajar! Siapa yang mengajarinya untuk menyakiti perempuan! Aku tidak pernah mengajarinya untuk menyakiti perempuan!"

Agastya dan Argi yang berada di ruangan kerja Kakek mereka hanya bisa diam melihat kemarahan Kakek mereka. Semua yang dilakukan Gardana kepada Airin telah mereka ungkap. Termasuk perselingkuhan Gardana dengan sahabat perempuannya.

"Kenapa kamu tidak pernah mengatakan hal ini kepada Kakek Agastya?! Kenapa kamu baru mengatakan saat ini?!" tanya Nawasena kepada Agastya.

Agastya menundukan kepala saat Kakeknya bertanya kepadanya. Ia tidak berani menatap ke arah Nawasena yang masih dikuasai amarah. "Maaf, Kek. Agastya selama ini diam karena Bunda selalu melarang Agastya mengatakan hal ini kepada Kakek. Bunda nggak mau kalau Kakek marah dan Kecewa kepada Ayah," jelas Agastya dengan pelan.

"Kenapa Airin harus menyembunyikan semua ini?! Dia sudah terlalu menderita karena anak keparat itu! Jika Kakek mengetahui tentang ini lebih awal, Kakek pasti akan memberikan pelajaran kepada anak keparat itu! Bahkan sekarang Kakek tidak sudi mengakui dia sebagai anak!"

"Sekarang suruh Ayahmu menemui Kakek sekarang juga! Kakek akan menghabisi anak keparat itu!" perintah Nawasena kepada Agastya.

Agastya yang mendengar hal itu dengan segera mengambil handphone-nya. Ia kemudian mencari kontak Ayahnya untuk menelponnya.

"Ada apa kamu menelpon Ayah, Agastya?" tanya Gardana setelah Agastya berhasil menelponnya.

"Kakek ingin menemui Ayah sekarang," balas Agastya.

"Tidak bisakah nanti saja, saat ini Ayah akan menuju ruang rapat karena klien Ayah sudah menunggu."

Secara tiba-tiba Nawasena merebut Handphone Agastya saat mendengar penuturan Gardana. Nawasena kemudian membalas penuturan putranya dengan berteriak marah serta mengancam, "jika kau tidak menemuiku saat ini juga, akan kupastikan selingkuhanmu dihabisi oleh orang suruhanku!"

"Apa maksud A—" Belum sempat Gardana membalas, Nawasena terlebih dulu mematikan telepon.




Agastya dan Argi memakan donat dengan santai di ruang kerja Kakek mereka. Mereka bahkan menikmati donat tanpa menghiraukan Kakek mereka yang terus-menerus menghajar Gardana. Melihat pemandangan di hadapan mereka, seolah-olah mereka sedang melihat sebuah hiburan.

"Beli di mana donatnya, Gas? Donat murah, ya?" tanya Argi setelah melahap habis sebuah donat di tangannya.

Agastya menatap sinis ke arah sepupunya yang bertanya seperti itu. Enak saja Argi mengatakan donat yang ia beli adalah donat murah. Padahal itu adalah donat yang memiliki kualitas rasa tinggi dan harga satu buahnya cukup lumayan. "Enak banget lo ngomong! Donat ini lebih mahal daripada donat langganan lo itu!" balas Agastya dengan tidak santai.

"Oh. Btw, pacar lo juga suka donat, ya? Kayaknya dia jodohnya sama gue bukan sama lo. Gue kan juga sama kayak dia, suka donat." Setelah mengatakan itu, Argi mendapat tatapan tajam dari Agastya. Tetapi hal itu tidak ia hiraukan, ia justru mengambil satu buah donat lagi dan memakannya dengan santai.

"Maksud lo apa?! Lo suka sama Alesha?!"

"Kalau iya kenapa? Lo pacaran sama dia juga nggak serius kan? Terus ngapain lo sewot kayak gitu?"

"Dia masih pacar gue!"

"Apa lo bilang? Pacar? Nggak salah lo? Pacar macem apa lo, bisanya cuma nyakitin."

"Terserah lo! Sekarang gue nggak mau ribut sama lo!"

"Ya udah, palingan habis ini lo yang dihajar sama Kakek," gumam Argi pelan. Bahkan Agastya tidak dapat mendengar gumamannya.

Setelahnya mereka kembali melihat pemandangan di hadapan mereka. Dengan perasaan dongkol Agastya merebut satu kotak donat dari tangan Argi. Agastya juga memasukan donat kedalam mulutnya dengan tidak santai. Melihat ulah sepupunya, membuat Argi hanya bisa menggelengkan kepala.

"Anak keparat! Bajingan! Brengsek!" maki Nawasena sembari menendang Gardana yang sudah terkapar tidak berdaya. Walau memiliki umur yang sudah lanjut usia, tidak membuat kekuatan Nawasena dalam menghajar menjadi lemah. Buktinya sekarang putranya itu terkapar lemah karena ulahnya.

"Lihat! Selingkuhanmu yang selalu kau bangga-banggakan itu telah menghianatimu! Dia juga berselingkuh di belakangmu! Buta matamu, Gardana?! Airin bahkan sangat jauh lebih baik daripada Clara, sahabat sekaligus selingkuhanmu itu! Kau lebih memilih sebuah batu kerikil daripada sebuah berlian yang berkilau!" ujar Nawasena setelah melemparkan foto yang merupakan bukti perselingkuhan sahabat Gardana.

"Kau tidak ingat perjuanganmu dan Airin dulu?! Kau dan Airin sempat tidak direstui oleh orang tua Airin! Bahkan Airin rela mengikuti keyakinanmu untuk tetap bisa bersamamu! Kau masih tidak ingat, hah?! Di mana otakmu, Gardana?! Kau melupakan hal yang sangat berarti begitu saja karena tergoda oleh sahabatmu itu!" lanjut Nawasena lagi.

"Pergi minta maaf kepada Airin! Jika kau belum melakukan itu, aku tidak sudi mengakuimu sebagai anak!"

ALEAGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang