CHAPTER 13

726 62 0
                                    

Sudah hampir seminggu Alesha berada di rumah Papanya. Alesha merasa lebih nyaman tinggal di rumah Papanya, karena dapat menghabiskan waktunya bersama Bunda sambungnya yang sangat menyayanginya.

Rania, Ibu sambung Alesha itu memang sangat menyayangi Alesha. Ia menyayangi Alesha seperti anak kandungnya sendiri, ia juga tidak pernah membeda-bedakan kasih sayangnya terhadap anak-anaknya. Selain itu, Alesha dan Rania juga memiliki sebuah hobi yang sama. Yaitu hobi ber-experimen di dapur.

Dan sekarang, mereka tengah ber-experimen di dapur. Mereka tengah mencoba resep masakan yang baru saja Rania dapat dari temannya yang kebetulan seorang chef.

Mereka yang telah selesai ber-experimen langsung menyajikan masakannya di meja makan. Kemudian Rania memanggil suami dan anak laki-lakinya untuk makan malam karena sudah waktunya.

"Wih... Bunda sama Kakak masak apa ini? Kayaknya enak." Arsha, adik laki-laki Alesha itu datang ke meja makan bersama Raiden. Mereka pun langsung mendudukan diri di kursi kosong di sana.

Alesha dan Rania tersenyum mendengar hal itu. Kemudian Rania menjawab, "ini Bunda dan Kakak kamu nyoba resep yang temen Bunda kasih."

Setelahnya, mereka pun makan bersama. Mereka terlihat seperti keluarga harmonis saat berkumpul bersama. Dan di tengah-tengah acara makan, Raiden membuka suara, "lusa hari ulang tahun kamu, Alesha. Kamu mau mengadakan pesta ulang tahun? Kalau iya, biar Papa persiapkan."

Alesha terdiam sebentar, ia memikirkan tawaran Papanya. Ia juga tidak menyangka bahwa Papanya ingat dengan hari ulang tahunnya. Setelah berpikir sebentar, Alesha menjawab Papanya, "nggak, Pa. Alesha nggak ingin buat pesta ulang tahun. "

"Kalau itu kemauan kamu, ya sudah," balas Raiden.

Mereka pun menyelesaikan makan malam mereka dengan Arsha yang tidak berhenti memuji masakan Kakak serta Bundanya.




Alesha tersenyum melihat film yang ia tonton di laptop berakhir bahagia. Ia dan Arsha saat ini tengah menonton film bersama di ruang keluarga.

"Akhirnya setelah sekian lama mengalami penderitaan, tokoh utama di film itu menemukan kebahagiaan," celetuk Alesha lagi.

Arsha menganggukan kepalanya membalas perkataan Alesha. Ia kemudian bertanya kepada Kakaknya tentang alasan menolak mengadakan pesta ulang tahun, "Kakak kenapa nggak mau ngadain pesta ulang tahun? Padahal lusa itu sweet seventeen Kakak."

"Buat apa, Arsha? Kakak nggak pengen," jawab Alesha.

"Kamu inget pesta ulang tahun Kakak yang ke-enam?" tanya Alesha yang dibalas gelengan kepala oleh Arsha.

"Oh iya, Kakak lupa. Waktu itu kan kamu masih tiga tahun, jadi nggak inget. Waktu itu Bunda Rani sama kamu yang datang, sedangkan Papa datang setelah acara selesai. Mama dan Ayah waktu itu juga nggak datang karna lagi berlibur ke luar negri. Jadi Kakak tiup lilin sendirian, padahal Kakak pengen banget tiup lilin bareng-bareng. Sejak saat itu Kakak nggak mau lagi ngerayain ulang tahun," jelas Alesha.

"Kak, aku mau nanya. Kakak kadang suka sedih nggak sih, punya empat orang tua? Arsha punya temen yang kayak Kakak, dia suka cerita kalau hidupnya berantakan setelah orang tua kandungnya berpisah dan punya pasangan lagi. Maaf kalau pertanyaan Arsha menyinggung Kakak."

"Dibilang sedih, ya sedih. Di saat ngeliat orang lain orang tua kandungnya masih bersama, orang tua Kakak nggak. Tapi bagaimana pun itu sudah takdir, jadi harus dijalani. Kakak juga masih merasa beruntung, karna punya Bunda sambung yang sangat sayang sama Kakak."

Arsha terdiam saat melihat Alesha mengatakan itu sembari tersenyum. Arsha merasa jika Kakaknya itu memang hebat karena mampu menghadapi keadaan yang terjadi pada hidupnya.

"Oh iya, Kak. Kakak dulu sempat bilang kalau Ayah itu seperti pahlawan buat Kakak. Cerita dong Kak, Arsha pengen denger cerita yang membuat Kakak menganggap Ayah seperti pahlawan." Arsha mendekat pada Alesha, ia mengatakan itu untuk mengalihkan perhatian Alesha agar tidak sedih mengingat nasibnya. Arsha kemudian memegang tangan Alesha untuk membujuknya menceritakan sebuah cerita.

"Emh, cerita nggak, ya." Alesha mengatakan itu untuk menggoda Arsha.

"Cerita dong, Kak. Jangan buat Arsha penasaran," rengek Arsha.

"Ya udah, Kakak cerita. Tapi kamu harus dengerin, jangan ditinggal tidur lho," balas Alesha.

Arsha kemudian merebahkan diri dan meletakan kepalanya di paha Alesha. Ia bersiap mendengarkan cerita Alesha.

Flasback

"Laper... Mama kenapa belum bukain pintu kamar sih." Alesha yang saat itu berusia enam tahun mengatakan itu sambil memegangi perutnya yang terasa lapar. Alesha kemudian mendudukan dirinya di dekat pintu kamarnya, ia berharap jika Mamanya segera membukakan pintu.

Gadis kecil berusia enam tahun itu tengah dihukum oleh Mamanya akibat memetik bunga kesayangan Mamanya. Ia sudah hampir seharian dikuncikan di kamar tanpa diberi makan dan minum.

"Tuhan, apa Ale terlalu nakal, ya? Kata Bu guru kalau nakal pasti dapat hukuman, termasuk hukuman dari Tuhan. Ale punya empat orang tua, apa itu hukuman dari Tuhan? Kalau itu hukuman dari Tuhan, Ale janji nggak nakal lagi. Ale nggak mau jika nanti hukuman Ale lebih dari itu." Alesha mengatakan itu sambil mengusap air mata yang tiba-tiba keluar dari kedua bola matanya.

"Ale laper, dari tadi pagi belum makan. Mama kenapa belum bukain pintu buat Ale, apa Mama lagi pergi ya?" Alesha kemudian bangkit dari duduknya. Ia berjalan menuju pintu yang mengarah ke balkon kamar.

"Apa Ale turun aja dari balkon kamar ini? Tapi ini tinggi banget, kalau Ale jatuh pasti langsung meninggal," celetuk Alesha dengan polos.

Alesha mengamati kembali balkon kamarnya. Balkon kamar dengan tanah sangat jauh karena kamar Alesha berada di lantai dua. Alesha kemudian memiliki ide untuk turun kebawah.

Alesha masuk kembali ke kamarnya dan kembali keluar lagi dengan dua buah selimut. Ia menyambung kedua selimut yang dibawanya dan mengikatkan salah satu ujungnya pada tiang balkon untuk alat ia turun. Tindakan yang Alesha lakukan tergolong cerdas untuk anak seusianya.

Setelah selesai menyambung selimut dan mengikatkannya pada tiang balkon, Alesha menurunkan selimut hingga menggantung antara balkon kamar dan tanah. Dengan hati-hati ia melangkahi balkon kamarnya yang cukup pendek dan berpegangan pada selimut yang menggantung. Ia turun menggunakan selimut dengan hati-hati.

"Alesha, apa yang kamu lakukan?!" Dari kejauhan Raiden berteriak saat melihat putrinya bergelantungan menggunakan selimut.

"Papa!" Alesha berteriak senang saat melihat Papanya.

Dan tanpa diketahui Alesha, ikatan selimut pada tiang balkon terlepas. Raiden yang melihat putrinya akan terjatuh pun dengan segera  berlari untuk menangkap Alesha.

"Aaaaaa..." Alesha berteriak histeris saat tubuhnya akan menyentuh tanah.

Jantung Raiden berdetak lebih cepat saat melihat Alesha yang akan terjatuh. Beruntungnya ia dapat menyelamatkan Alesha tepat waktu. Jika tidak dapat dipastikan Alesha tidak akan selamat.

Raiden melupakan dirinya yang terluka akibat menghantam batu yang berada di halaman rumah Liza untuk menyelamatkan Alesha. Ia lebih menghawatirkan Alesha. "Alesha, kamu tidak terluka kan?" Raiden bertanya seperti itu dengan wajah yang khawatir.

Alesha hanya menggelengkan kepalanya, dirinya masih terkejut dengan yang baru saja terjadi. Dan kejadian tadi lah yang membuat Alesha menganggap Ayahnya sebagai pahlawan.

Flashback end

ALEAGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang