CHAPTER 44

700 48 1
                                    

"Sayang, kamu makan, ya. Kamu harus minum obat," bujuk Rania kepada Alesha.

Alesha masih saja diam dan tidak berniat membalas perkataan Bundanya. Ia tadi pagi sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit karena kondisi kesehatannya membaik. Dan sekarang ia berada di kamarnya yang berada di kediaman Raiden.

"Makan sedikit saja, ya. Yang penting perut kamu ke isi." Rania masih saja membujuk Alesha untuk makan. Sedangkan Alesha hanya menggelengkan kepalanya membalas perkataan Rania.

Rania akhirnya menyerah dalam membujuk Alesha. Ia membawa kembali piring berisi makanan keluar dari kamar Alesha. Dan saat akan membuka pintu, Rania dikejutkan dengan Argi yang berdiri tepat di depan pintu.

"Tante," sapa Argi kepada Rania.

Rania tersenyum membalas sapaan Argi. "Nak Argi, boleh Tante minta tolong? Tolong kamu bujuk Alesha untuk makan, ya. Siapa tahu jika kamu yang membujuk Alesha mau makan," pinta Rania yang tentu saja langsung diangguki oleh Argi.

"Iya Tante," balas Argi sembari mengambil alih piring dari tangan Rania.

Argi masuk sembari membawa piring berisi makanan setelah Rania mempersilakan dirinya masuk ke dalam kamar Alesha. Dengan segera Argi menghampiri sahabatnya yang kini berstatus calon istrinya itu.

"Hei, kamu jangan melamun terus, Alesha." Suara lembut dari Argi berhasil membuat Alesha mengalihkan atensinya. Alesha yang awalnya memandang kosong ke arah jendela kamarnya, kini menatap ke arah Argi.

"Argi..." lirih Alesha sembari menatap Argi dengan mata berkaca-kaca.

Argi meletakan piring ke nakas yang berada di samping ranjang Alesha. Dengan segera Argi membawa Alesha ke dalam pelukannya. "Iya," balas Argi dengan suara lembutnya.

"Aku kotor, Argi. Aku kotor..." Tangis Alesha pecah saat Argi memeluknya dengan erat.

"Ssttt, nggak, kamu nggak kotor. Kamu masih sangat berharga, Alesha," ujar Argi yang terus mencoba menenangkan Alesha.

"Agastya udah ngehancurin hidup aku, Argi. Dia udah mengambil kehormatanku..."

Argi terdiam mendengar suara Alesha yang menyayat hati. Argi dapat merasakan kepiluan yang dirasakan Alesha. Dan sekarang Argi tidak dapat mengeluarkan kata-katanya lagi untuk membalas perkataan Alesha.

"Kamu sekarang makan, ya. Setelah itu minum obat," bujuk Argi yang diangguki oleh Alesha. Melihat hal itu membuat Argi tersenyum lega.

Argi menyuapi Alesha secara perlahan. Sesekali Argi juga menyeka air mata yang keluar dari bola mata indah milik Alesha. "Kamu jangan seperti ini terus, Alesha. Kamu harus bangkit lagi. Ada aku yang akan selalu ada untuk kamu dan menerima kamu dengan sepenuh hati," ujar Argi dengan ketulusan hatinya.




Hari berganti, telah dua bulan lamanya semenjak kejadian menyakitkan itu menimpa Alesha. Kini kondisi psikis Alesha semakin membaik, ada Argi yang sekarang menjadi support system bagi Alesha. Dan sekarang Alesha bisa menampilkan senyumannya walau di dalam hatinya masih menahan sakit.

Dan kini, sepasang calon suami istri itu tengah berada di sebuah taman. Mereka memutuskan pergi ke taman setelah acara pertunangan mereka selesai. Ya, mereka telah resmi bertunangan. Mereka telah terikat sebuah ikatan yang menuju pernikahan.

Awalnya Alesha menolak mengenai perjodohan yang dilakukan orang tuanya. Tapi Argi berhasil meyakinkan Alesha. Argi meyakinkan jika dirinya akan sepenuh hati menerima dan menyayangi Alesha. Hal itu lah yang membuat hati Alesha terbuka menerima perjodohan ini. Selain itu, Alesha mau menerima perjodohan ini karena menyangkut nazar Kakeknya. Tentu saja ia tidak dapat menolak lagi jika mengenai Kakeknya.

"Alesha, terlepas dari perjodohan yang direncanakan sejak dulu, aku akan menerima dan menyayangi kamu sepenuh hatiku," ucap Argi sembari memegang kedua tangan Alesha.

"Argi, apa kamu yakin? Aku sudah tidak suci lagi, apa kamu mau menerima aku dengan tulus," balas Alesha yang merasa tidak pantas untuk Argi.

"Alesha, jangan bicara seperti itu lagi. Kita sudah bicarakan hal itu sebelum pertunangan dilaksanakan. Aku menerima kamu dengan semua kelebihan dan kekurangan kamu. Jadi kamu jangan membahas hal itu lagi," jelas Argi yang membuat Alesha menitikan air mata.

Alesha menampilkan senyumannya saat mendengar penuturan Argi. "Terima kasih, Argi. Terima kasih kamu mau menerima aku dengan kekuranganku."

Argi juga tersenyum melihat Alesha yang tersenyum. Dan dengan segera Argi membawa Alesha ke dalam pelukannya. "Nggak perlu berterima kasih, Alesha. Sekarang kita tata kehidupan kita ke depannya, ya. Jangan melihat lagi ke belakang yang banyak meninggalkan luka."




"Masih punya muka kamu menampakan diri di sini?" sinis Nawasena yang melihat Agastya masuk ke dalam kediaman Raiden.

"Kakek, Agastya mau meminta maaf kepada Alesha." Agastya tidak menghiraukan perkataan Kakeknya. Dengan cepat ia berjalan menghampiri sekumpulan orang yang berada di kediaman Raiden. Agastya berharap akan bertemu Alesha untuk meminta maaf.

"Maafmu tidak ada gunanya, Agastya. Maafmu tidak akan mengembalikan sesuatu yang sudah hilang!" geram Nawasena kepada cucunya.

"Kakek, Agastya tau jika permohonan maaf Agastya tidak dapat mengembalikan sesuatu yang hilang dari diri Alesha. Tapi biarkan Agastya meminta maaf untuk sedikit menghilangkan penyesalan Agastya—" Perkataan Agastya terhenti saat suara teriakan Alesha terdengar.

Alesha yang baru saja akan memasuki rumah Papanya menghentikan langkahnya saat melihat sosok laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya. Ia berteriak meminta tolong kepada Papanya untuk mengusir Agastya. Alesha tidak mau lagi jika harus bertemu Agastya yang telah menghancurkan hidupnya. "Pergi! Papa, tolong usir dia dari sini! Alesha nggak mau lihat dia lagi!"

"Alesha, aku minta maaf. Aku benar-benar menyesal, Alesha." Agastya berlari menghampiri Alesha yang berada di ambang pintu. Agastya juga langsung mendekap kaki Alesha.

"Pergi! Lo udah ngehancurin hidup gue!" teriak Alesha histeris saat Agastya menghampirinya.

"Agastya, sebaiknya kamu pergi dari sini!" tegas Raiden. Namun Agastya masih saja mendekap kaki Alesha dan menangis meminta maaf.

"Kamu tuli, Agastya?! Pergi dari sini! Jangan muncul lagi di hadapan putri saya!" Raiden mengulang lagi perkataannya.

Melihat Agastya masih saja bergeming, memicu kemarahan dalam diri Aditya. Dengan cepat ia berjalan meghampiri Agastya. Ia menarik Agastya dengan kasar dan memberikan pukulan di wajah Agastya. "Kamu benar-benar tuli! Jangan pernah menampakan diri lagi di hadapan Alesha!"

Melihat putra mereka dihajar oleh Aditya, membuat Airin dan Gardana membawa Agastya pergi dari sana. Mereka tidak ingin jika Agastya memperburuk suasana. Dan selama meninggalkan kediaman Raiden, Gardana tidak berhenti memberikan makian kepada putranya itu.

Gardana menarik Agastya dengan kasar menuju mobilnya sembari berkata, "kamu memang benar-benar tuli, Agastya. Sudah berapa kali Ayah bilang jangan menemui Alesha, tapi kamu masih saja tetap menemuinya. Dia masih trauma akan perbuatan biadap kamu!"

"Setelah ini jangan menemuinya lagi. Biarkan Alesha dan Argi hidup bahagia," ucap Airin dengan dingin kepada Agastya.

Agastya tidak berniat membalas perkataan kedua orang tuanya. Ia hanya diam dengan pikiran berkecamuk di kepalanya. Semua penyesalannya tidak ada gunanya sekarang.

—————

Hai! Aku update lagi. Maafkan author yang suka ngilang ya, readers. Aku akhir-akhir ini sibuk jadi suka ngilang, sekali lagi maaf ya.

Dah gitu aja, sampai jumpa di chapter selanjutnya ya...

ALEAGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang