CHAPTER 11

880 69 1
                                    

"Lo ajak aja orang tua lo buat tinggal bareng sama lo. Kalau kayak gitu kan lo nggak usah bingung mau tinggal sama siapa," saran Agastya kepada Zio.

Agastya dan Zio berjalan menuju kelas mereka setelah memarkirkan kendaraan mereka. Di tengah perjalanan ke kelas Agastya memberikan saran untuk Zio yang masih bingung akan tinggal dengan siapa.

"Mana bisa gitu, anjir. Mau gue ajak mereka tinggal di kolong jembatan? Rumah aja gue nggak punya," balas Zio.

"Ya, kalau gitu terima nasib aja. Orang tua lo kalau cerai pasti duit jajan lo lancar. Secara kan kedua orang tua lo sama-sama punya bisnis."

"Ortu gue pelit, anjir. Uang bulanan gue aja cuma tiga puluh juta."

"Tiga puluh juta itu banyak, anjir. Sehari satu juta, tapi lo kagak bersyukur," ucap Agastya. Ia menggelengkan kepala melihat sahabatnya tidak bersyukur.

"Lo tau sendiri lah, Gas. Gue kan orangnya bor— eits... itu Alesha? Ngapain dia ngobrol sama si Edsel?" Zio menunjuk Alesha dan Edsel yang berada di depan kelas mereka.

Agastya mengikuti arah yang ditunjuk Zio. Agastya mengernyitkan dahinya saat melihat Alesha dan Edsel mengobrol sangat akrab.

Kelihatannya akrab bener, ada hubungan apa mereka, batin Agastya.

Agastya berjalan ke arah Alesha dan Edsel. Ia berjalan tanpa menghiraukan Zio yang berteriak memanggil dirinya.

"Selingkuh lo, Sha? Kalau selingkuh itu mikir, Edsel itu sahabat gue," tuduh Agastya kepada Alesha.

Alesha menatap sinis Agastya yang tiba-tiba muncul dan langsung mengatakan hal itu. Kemudian ia berkata, "siapa yang selingkuh! Gue ke sini buat ketemu sama Edsel karna ada kepentingan."

"Ya siapa tau kan, lagian kepentingan apa coba? Kalian kan sebelumnya nggak saling kenal, tapi tadi kelihatan akrab bener," balas Agastya.

"Lo yang selingkuh, Gas. Lo selingkuh kan sama Shine, sahabat gue? Lo nuduh gue selingkuh sama sahabat lo, tapi lo juga selingkuh sama sahabat gue!" Alesha mengatakan itu dengan nada tinggi.

"Maksud lo apa, anjir? Gue nggak selingkuh sama sahabat lo itu!"

"Gue juga nggak selingkuh sama sahabat lo! Jujur aja lo, Gas. Gue udah tau kalau lo yang nolongin Shine waktu dia kena lemparan bola. Tapi kenapa lo nggak ngomong sama gue? Apa susahnya sih, Gas?"

"Oh, lo udah tau? Jadi itu alasan lo ngehindarin gue? Itu cuma hal sepele, tapi sikap lo yang ngehindarin gue itu kekanak-kanakan, Sha."

"Ya, gue emang kekanak-kanakan! Tapi kalau lo ngebohongin gue itu lo anggep sepele, berarti gue nggak penting buat lo, Gas." Setelah mengatakan itu, Alesha pergi dari sana.

"Arghh... as—" Agastya yang akan mengeluarkan kata kasar terhenti karena Zio membekap mulutnya.

"Gue aduin Tante Airin kalau lo ngomong kasar," ancam Zio.

"Kenapa jadi gini sih, anjir. Gue bohong sama Alesha cuma karna gue nggak mau hubungan dia sama sahabatnya itu rusak. Hubungan dia sama sahabatnya bisa rusak kalau ada kesalah pahaman," ungkap Agastya.

Edsel yang mendengar itu langsung berujar, "lo salah, seharusnya lo jujur sama Alesha. Kalau lo bohong terus kayak gini bakalan buat Alesha hilang rasa percaya sama lo, dan itu bakalan berpengaruh sama hubungan kalian."

"Nanti lo jelasin alasan lo bohong sama dia. Kurangin gengsi lo," imbuh Edsel lagi.




Bel tanda pulang sekolah telah berbunyi, Agastya mendengar itu segera keluar dari kelasnya. Ia akan menghampiri Alesha di kelasnya untuk menjelaskan semuanya. Karna kelas Alesha terletak jauh dari kelas Agastya, membuat Agastya berjalan dengan cepat. Agastya takut jika dia tidak segera sampai di sana Alesha sudah keluar dari kelas.

Agastya menghentikan langkahnya di depan kelas XII IPS 1, kelas Alesha. Terlihat murid di sana belum keluar dari kelas. Dengan terpaksa Agastya harus menunggu terlebih dulu.

Dan tak lama, seorang guru keluar dari kelas Alesha. Para murid di sana pun dengan segera menyusul guru tadi keluar dari kelas. Termasuk Alesha yang keluar dari kelas bersama teman laki-lakinya.

"Sha," panggil Agastya kepada Alesha.

Agastya menghampiri Alesha, kemudian ia mendorong teman laki-laki Alesha untuk menjauh dari Alesha. "Minggir, nggak usah deket-deket cewek gue!"

Teman laki-laki Alesha yang bernama Danu itu menatap sinis Agastya, kemudian ia berucap, "apaan sih, serah gue dong! Ya udah, Sha. Bahas tugasnya lanjut besok, gue duluan." Setelah mengatakan itu Danu pergi dari sana.

Melihat Danu telah menjauh, Alesha melirik Agastya sinis. Kemudian ia berujar dengan ketus,"ngapain lo kesini?!"

"Gue kesini buat nyamperin lo. Gue mau jelasin semuanya," balas Agastya.

"Jelasin apa? Nggak ada yang perlu dijelasin!"

"Dengerin gue kali ini, Sha. Gue mau jelasin masalah tadi."

"Nggak!"

"Gue mohon, Sha. Gue juga mau minta maaf soal perkataan gue tadi pagi. Kalau lo mau maafin gue dan mau denger penjelasan gue, bakalan gue beliin donat deh. Kalau perlu gue beliin sama tokonya." Agastya memohon kepada Alesha, ia berharap Alesha akan luluh dan mau mendengar penjelasannya.

Mendengar kata 'donat' membuat Alesha berubah pikiran. "Cepet jelasin! Jangan buang-buang waktu gue."

"Nggak di sini, ayo cari tempat buat ngobrol."

"Kemana?"

"Ke kafe yang baru buka, di sana ada menu es krim donat. Mau kagak lo?"

"Ya udah, ayo buruan jalan." Alesha berjalan terlebih dahulu, ia berjalan tanpa menghiraukan Agastya yang masih berdiri di tempat.

Ternyata nggak susah buat bujuk lo. Denger donat aja langsung ijo mata lo, Sha, batin Agastya.




"Ayo naik!" perintah Agastya. Ia menghampiri Alesha dengan motor sport-nya.

"Motor lo tinggi, gue susah naiknya. Biasanya juga lo bawa motor matic," balas Alesha.

"Bantet sih, lo. Makanya tinggi biar gampang naiknya. Motor ini nggak pernah gue pakai nganggur di garasi. Terpaksa gue pakai karna Bunda ngancem mau jual motor ini." Agastya turun dari motornya dan membantu Alesha naik ke motor.

"Enak aja lo! Gue tinggi, ya!"

"Kalau tinggi juga nggak susah naiknya. Tutupin paha lo pakek tas lo, nggak usah berharap gue bakalan ngasih jaket gue buat nutupin paha lo." Agastya naik kembali ke motornya, setelahnya ia menjalankannya.

Alesha memasang wajah sinis mendengar itu. Ia kemudian meletakan tasnya di pahanya. Alesha juga membatin, lo cowok paling nggak peka dan nggak pengertian yang pernah gue kenal, Gas.

"Sha, tolong lo baca maps. Gue nggak tau persis jalan ke kafe itu," pinta Agastya.

"Ha? Apa, Gas?" Karena suara lalu lalang kendaaraan di jalan raya dan Agastya yang melajukan motor dengan kecepatan tinggi membuat Alesha tidak mendengar ucapan Agastya.

"Tolong baca maps ke kafe itu," ulang Agastya.

"Apa? Baca maps? Gue nggak bisa, Gas," balas Alesha setelah mendengar perkataan Agastya.

Agastya menghentikan laju motornya di pinggir jalan raya. Ia mengeluarkan handphone dari saku celananya, kemudian membuka maps untuk melihat jalan menuju kafe yang akan mereka kunjungi.

Anjir, ternyata yang orang bilang bener. Cewek itu nggak bisa baca maps, batin Agastya.

—————

FYI, tinggi Alesha itu 160 cm. Dan tinggi Agastya 185 cm, makanya Agastya bilang kalau Alesha pendek. Tapi sebenernya 160 itu udah termasuk tinggi kok, Agastya aja yang tingginya nggak kira-kira. Oke, segitu dulu. Sampai jumpa di part selanjutnya...

ALEAGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang