CHAPTER 43

737 49 0
                                    

Sudah tiga hari Agastya dirawat di rumah sakit. Namun kondisinya belum juga membaik. Dan sekarang Agastya terbaring lemah di ranjang rumah sakit sembari mendengar makian dari Kakeknya. Ia terdiam karena menyadari kesalahan yang ia perbuat. Agastya juga menggumamkan kata 'maaf' yang tentu saja tidak dapat di dengar oleh orang-orang di ruangannya dirawat.

"Anak bodoh! Karena perbuatan kamu, gadis baik-baik seperti Alesha harus kehilangan kehormatannya! Di mana otak kamu, Agastya?! Apakah orang tuamu mendidikmu agar menjadi seorang bajingan?!" murka Nawasena.

"Kakek benar-benar kecewa dengan kamu!" lanjut Nawasena.

"Ayo kita pergi dari sini, Argi. Kita jenguk calon istri kamu," ajak Nawasena kepada Argi yang tengah menatap tajam Agastya.

Nawasena dan Argi pergi dari ruangan rawat Agastya untuk menjenguk Alesha yang juga tengah dirawat di rumah sakit yang sama. Kini tinggal Agastya dan Airin yang berada di ruangan. Airin yang akan ikut pergi dari ruangan pun ditahan oleh Agastya.

"Bun, jangan pergi." Agastya menahan Airin dengan suara lemah.

"Bunda, Agas minta tolong antar ke ruangan Alesha dirawat. Agas mau ketemu Alesha. Agas mau minta maaf sama dia, Bun," pinta Agastya yang justru mendapatkan senyuman sinis dari Airin.

"Apa kamu bilang? Mau minta maaf? Apa dengan kamu meminta maaf bisa mengembalikan sesuatu yang sangat berharga bagi Alesha? Tidak!" balas Airin.

"Kamu merenggut sesuatu yang berharga darinya, Agastya!" Setelah mengatakan itu Airin pergi meninggalkan Agastya sendiri. Ia masih marah serta kecewa dengan Agastya.

Agastya tersentak mendengar perkataan Bundanya. Yang dikatakan Bundanya benar, permohonan maafnya tentu saja tidak dapat mengembalikan sesuatu yang berharga bagi Alesha. Tapi Agastya akan bertekad mendapatkan maaf dari Alesha, walau itu pasti tidak mudah.

Lo bodoh, Agastya! Lo udah merenggut kehormatan gadis yang lo sayangi! Lo benar-benar bodoh, batin Agastya sembari menjambak rambut dan memukul kepalanya.

Air mata meluncur dari kedua mata Agastya. Penyesalan sekarang menghampiri dirinya. Tindakan gegabahnya yang tanpa pikir panjang mengakibatkan Alesha kehilangan masa depannya. Dan sekarang hanya penyesalan besar yang Agastya rasakan, penyesalan yang tentu saja tidak dapat mengembalikan sesuatu yang sudah hilang.




Para orang tua Alesha menatap prihatin ke arah putri mereka. Alesha sampai saat ini belum juga mau bicara. Bahkan Alesha saat ini seperti seorang mayat hidup. Bibir pucat pasi, lingkaran hitam berada di bawah mata, serta pandangan Alesha yang kosong.

Alesha seperti kehilangan semangat hidupnya. Kehilangan sesuatu yang sangat berharga benar-benar menghancurkan hidup Alesha. Usahanya menjaga sesuatu itu dengan baik dihancurkan oleh Agastya, laki-laki yang saat ini Alesha benci. Bahkan saat ini Alesha ingin membunuh laki-laki itu karena telah merusaknya.

Alesha menangis histeris mengingat kembali jika dirinya telah kotor karena Agastya. Para orang tua Alesha pun dengan segera mendekat ke arah Alesha. Mereka mencoba menenangkan putri mereka yang kembali menangis histeris.

"Alesha, tenang nak," ujar Liza sembari memeluk erat Alesha.

Alesha mencoba memberontak dalam pelukan Liza. Pelukan pun berhasil terlepas karena tenaga Alesha lebih kuat daripada Liza. Melihat hal itu membuat Aditya mencoba memeluk Alesha. Namun Alesha justru semakin memberontak.

"Lepas! Alesha mau mati saja!" jerit Alesha.

Mendengar jeritan Alesha membuat para orang tua Alesha di sana merasakan pilu di hati mereka. Sungguh, hati mereka merasakan sakit saat melihat Alesha yang seperti itu. Mereka merasa jika benar-benar gagal dalam menjaga putri mereka.

Raiden dengan segera menekan tombol yang berada di ruangan rawat Alesha. Tombol itu adalah tombol untuk memanggil dokter serta suster yang merawat Alesha. Dan tak lama seorang dokter datang bersama seorang perawat. Dokter itu dengan segera memberikan suntikan bius untuk membius Alesha.

"Maaf, saya tidak bisa jika terus menerus memberikan suntikan bius untuk menangkan Alesha. Saran saya, Bapak dan Ibu bisa membawa Alesha ke psikolog setelah kondisi kesehatan Alesha membaik," ucap dokter itu kepada mereka.

Mereka pun mengangguki perkataan dokter itu. Setelahnya dokter serta seorang perawat pergi dari ruangan rawat Alesha saat Alesha telah memejamkan mata karena pengaruh obat bius.

"Kita harus membawa Alesha ke psikolog setelah ini. Aku tidak mau jika Alesha harus terus menerus seperti ini," ujar Liza dengan berlinangan air mata. Mereka yang di sana pun mengangguki perkataan Liza.




"Bagaimana dengan kondisi kesehatan Alesha?" tanya Nawasena yang datang menjenguk Alesha bersama Argi.

"Sedikit membaik, Paman. Hanya saja kondisi psikis Alesha yang semakin memburuk," jawab Raiden.

Nawasena menatap Alesha yang tengah tertidur karena bius dengan tatapan prihatin. Ia merasa kasihan terhadap cucu mendiang sahabatnya itu. "Paman turut prihatin mendengarnya. Ini semua karena perbuatan anak keparat itu. Sekali lagi Paman meminta maaf kepada kalian atas perbuatannya kepada Alesha."

"Paman tidak perlu meminta maaf lagi. Biarkan ini berlalu walau ini akan menyakitkan bagi Alesha. Yang terpenting sekarang adalah kelanjutan hubungan Argi dan Alesha," balas Raiden.

Raiden kemudian beralih menatap Argi yang berdiri di samping Nawasena. Kemudian Raiden berujar kepada Argi, "Argi, apakah kamu bersedia menerima Alesha apa adanya? Apakah kamu bersedia menerimanya walau sudah mengetahui kejadian yang menimpanya?"

"Argi bersedia, Om," jawab Argi dengan yakin.

Raiden tersenyum mendengar jawaban Argi. "Terima kasih, Argi. Semoga hubungan pernikahan kamu dan Alesha selalu mendapat kebahagiaan."

"Apa maksud semua ini? Kalian merencanakan perjodohan untuk Alesha tanpa memberitahuku?" tanya Aditya yang sedari tadi menyimak percakapan mereka.

"Memangnya kau siapa sehingga perlu diberi tahu? Kau bukan siapa-siapanya Alesha," balas Nawasena dengan sinis. Ia tidak menyukai Aditya yang bertanya seperti itu. Terlebih lagi ia telah mendengar perilaku buruk Aditya kepada Alesha dari mendiang sahabatnya.

"Saya Ayahnya, Paman," protes Aditya yang dibalas tawa sinis oleh Nawasena.

"Kau hanya Ayah tiri Alesha. Sedangkan Raiden adalah Ayah kandung Alesha."

"Sa—"

Melihat Aditya yang tidak terima dengan perkataan Nawasena membuat Liza memotong ucapan suaminya. Liza tidak ingin jika Aditya mengucapkan sesuatu yang seharusnya tidak diucapkan. "Aditya, kamu diam lah. Akan aku jelaskan semuanya kepadamu nanti."

Keheningan melanda beberapa saat di ruangan Alesha dirawat. Hingga pada akhirnya Nawasena kembali berucap untuk berpamitan. "Paman pamit dulu. Setelah ini ada acara yang harus Paman hadiri."

"Iya Paman, terima kasih telah menjenguk Alesha." Kini Liza lah yang membuka suara membalas perkataan Nawasena.

"Ayo Argi, pamit lah kepada calon mertuamu," suruh Nawasena kepada Argi.

Argi pun menuruti perkataan Kakeknya. Ia berjalan menghampiri keempat orang tua Alesha dan menyalami mereka. "Semuanya, Argi pamit dulu," ucap Argi setelah menyalami keempat orang tua Alesha.

Argi kemudian berjalan mendekat ke arah ranjang Alesha. Ia tersenyum sembari mengelus tangan Alesha. "Cepet sembuh, ya, cantik. Aku janji akan buat kamu bahagia setelah ini," gumam Argi yang tentu saja tidak dapat didengar oleh orang-orang di sana.

—————

Halo! Aku up lagi. Menjelang end nih, readers. Aku mau tanya, kalian tim mana?
Tim #AleshaAgastya
Atau tim #AleshaArgi?
Komen ya :)
Dah, gitu aja. Sampai jumpa di part selanjutnya...

ALEAGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang