CHAPTER 22

602 52 0
                                    

PERINGATAN⚠
CHAPTER INI MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN!

"Alesha, telponnya Bunda tutup dulu, ya. Bunda harap kamu mengerti tentang trauma yang Agastya alami. Sekali lagi Bunda minta maaf tentang Agastya yang memperlakukan kamu dengan kasar."

"Iya, Bun. Alesha paham kok, perlakuan kasar Agastya kemarin pasti karena PTSD yang Agastya alami."

Airin menutup telponnya setelah Alesha membalas. Ia menjelaskan semuanya kepada Alesha. Tentunya Alesha terkejut mendengar hal yang Airin sampaikan.

Dan saat akan meletakan ponselnya, Airin dikejutkan dengan pintu kamarnya yang dibuka dengan kasar. Gardana, ia lah orang yang melakukan itu. Dirinya berjalan dengan tergesa-gesa menghampiri Airin.

"Airin! Maksud kamu apa hah?! Kenapa kamu menemui Clara dan melukainya?!" bentak Gardana kepada Airin.

"Jawab aku, Airin!" Gardana mengatakan itu sambil mencengkram lengan Airin dengan kuat.

Airin berusaha melepaskan cengkraman suaminya. Ia juga terlihat bingung dengan Gardana yang tiba-tiba marah kepadanya. "Maksud kamu apa Mas? Aku nggak menemui Clara, apalagi melukainya."

"Tidak usah mengelak kamu! Clara sendiri yang bilang kalau kamu melukainya!"

"Nggak, Mas. Aku nggak melakukan itu."

Keributan antara suami dan istri itu terdengar sampai luar kamar. Agastya dengan jelas mendengar keributan itu saat melewati kamar kedua orang tuanya. Ia berada di depan pintu kamar untuk mendengar keributan orang tuanya. Selain itu, ia juga waspada jika Ayahnya melakukan kekerasan terhadap Bundanya.

"Sudah berapa kali aku bilang, jangan mengganggu Clara lagi! Tapi kamu masih saja mengganggunya!" Gardana mencengkram erat kedua pipi Airin. Setelahnya ia melepaskan cengkramannya dengan kasar, hal itu membuat Airin terjatuh dan kepalanya menghantam lantai dengan keras.

Melihat hal itu, Agastya berlari menghampiri Bundanya. Agastya kemudian meletakan kepala Bundanya ke pangkuannya. "Bunda! Bunda bangun!"

Agastya menepuk-nepuk pipi Bundanya dengan pelan, berusaha membangunkan Bundanya yang pingsan akibat kepalanya menghantam lantai. Melihat tidak ada respon dari Bundanya, membuat Agastya panik. Ia dengan segera mengangkat tubuh Bundanya dan membawanya ke rumah sakit.

"Sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kepada Bunda, Agastya nggak bakal bisa maafin Ayah." Sebelum keluar dari kamar, Agastya menyempatkan mengatakan itu kepada Ayahnya.




Agastya sedari tadi mondar-mandir di depan ruang tempat Airin dirawat. Semenjak tadi Airin belum sadarkan diri. Hal itu membuat Agastya cemas serta gelisah.

"Bagaimana dengan keadaan Bunda kamu, Agastya?" Suara dari Gardana membuat Agastya mengalihkan antensi.

Agastya menatap sinis Ayahnya. Untuk apa Ayahnya itu datang ke rumah sakit dan bertanya keadaan Bundanya. Jelas-jelas Ayahnya itu yang membuat Bundanya masuk ke rumah sakit, mungkin itu pikir Agastya.

"Buat apa Ayah datang ke sini?! Bunda masuk rumah sakit itu karena Ayah!" teriak Agastya di hadapan Ayahnya.

"Nggak puas Ayah menyakiti hati Bunda sampai berbuat tindakan kekerasan seperti tadi?! Bunda itu salah apa sama Ayah?! Jawab Agastya, Yah! Bunda salah apa sama Ayah?!"

"Selama ini Bunda cukup menderita mendapat perlakuan dari Ayah. Tapi Bunda masih sabar dan setia sama Ayah. Ayah selingkuh Bunda masih bisa maafin, tapi balasan Ayah justru makin menyakiti Bunda!"

Agastya tidak kuasa menahan kemarahannya. Kata-kata yang keluar dari mulutnya keluar begitu saja. Ia sangat kecewa terhadap Ayahnya itu yang terus saja menyakiti Bundanya.

ALEAGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang