CHAPTER 03

1K 92 0
                                    

"Mau mampir dulu Om?"

Alesha membuka pintu mobil Ayah Shine setelah mobil berhenti tepat di halaman depan rumahnya. Ia yang berniat turun dari mobil menyempatkan diri menawari Bram untuk singgah di rumahnya.

"Makasih banyak nak Alesha, lain kali Om mampir deh. Saat ini Om harus buru-buru ke kantor, kerjaan Om masih banyak," balas Bram kepada Alesha.

"Iya Om, makasih udah nganterin Alesha," ujar Alesha sambil menutup pintu mobil.

"Iya nak Alesha, kalau gitu Om duluan ya," pamit Bram.

"Iya Om, hati-hati."

"Bye Alesha, ketemu lagi besok," ucap Shine yang melambaikan tangannya ke arah Alesha. Setelahnya Bram melajukan mobilnya menjauh dari halaman rumah Alesha.

Alesha membalas lambaian tangan Shine. Setelah mobil Ayah Shine menghilang dari pandangannya, ia berjalan menuju rumahnya. Tetapi langkahnya terhenti saat melihat mobil Ayahnya terparkir di halaman rumah. Dalam hati Alesha bertanya-tanya, mengapa Aditya berada di rumah saat jam kerja.

Alesha memutuskan kembali melangkah menuju rumahnya dengan perasaan yang tiba-tiba gelisah. Perasaannya semakin tidak karuan saat melihat Aditya keluar rumah dengan wajah yang juga gelisah, tidak jauh berbeda dengan dirinya. Terlihat Aditya yang masih mengenakan setelan jas kantor tengah mengangkat telepon dari seseorang dengan wajah khawatir.

"Ayah," panggil Alesha. Hal itu sukses membuat Aditya mengalihkan atensinya.

"Alesha! Dari mana saja kamu?!" Aditya bertanya dengan nada membentak setelah menutup teleponnya.

"A—" Belum sempat Alesha menjawab, Aditya telah mengeluarkan suara terlebih dulu.

"Itu tidak penting, sekarang kamu ikut saya." Aditya menarik lengan Alesha dengan kasar menuju mobilnya. Alesha hanya bisa menurut saat lengannya di tarik oleh Ayahnya.

Aditya membuka pintu mobil dan menyuruh Alesha untuk masuk, setelahnya ia menutup pintu mobil dengan kasar. Kemudian Aditya berjalan mengitari mobil menuju tempat kemudi.

"Ayah, kita mau kemana?" tanya Alesha yang kebingungan kepada Aditya.

"Rumah sakit," jawab Aditya sambil memasang sabuk pengaman. Setelahnya ia menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi.




Rumah sakit, tempat di mana Alesha berada sekarang. Ia berjalan menelusuri koridor rumah sakit bersama Aditya. Sedari tadi Aditya tidak menjawab pertanyaan Alesha tentang tujuan mereka ke rumah sakit. Alesha dibuat semakin cemas serta gelisah selama perjalanan tadi, apalagi mengingat Kakeknya juga tengah sakit dan berada di rumah sakit yang saat ini ia kunjungi.

Aditya menghentikan langkahnya tepat di depan ruang ICU, hal itu membuat Alesha mengerutkan keningnya. Mengapa Aditya membawa dirinya kemari. Alesha juga semakin bingung saat melihat Mamanya serta keluarganya yang lain tengah menangis.

Rasa penasaran dengan apa yang tengah terjadi muncul dalam benak Alesha. Ia pun memutuskan menghampiri Mamanya yang tengah menangis di dalam pelukan Gianira. Kemudian Alesha bertanya kepada Mamanya untuk menjawab rasa penasarannya.

"Ma, ada apa? Kenapa kalian menangis?"

Liza, Mama dari Alesha itu mendongak untuk melihat siapa yang bertanya. Dan dengan suara parau dia menjawab pertanyaan Alesha. "Papa udah pergi, Alesha. O-opa kamu udah nggak ada..."

Jantung Alesha seperti berhenti berdetak setelah mendengar apa yang diucapkan Mamanya. Tubuhnya tiba-tiba melemas, kedua kakinya tidak dapat menopang tubuhnya lagi. Ia hampir saja terhuyung ke belakang, untungnya salah satu sepupu laki-lakinya dapat menahannya.

"Nggak... Ini nggak mungkin! Opa masih ada!" Alesha yang masih terkejut pun berteriak menyangkal fakta yang terjadi.

"Opa masih ada kan, Kak? Opa nggak mungkin ninggalin aku kan?" Alesha menatap kakak sepupunya untuk menjelaskan. Sedangkan yang di tatap oleh Alesha hanya menggelengkan kepala dan memeluk Alesha dengan erat.

"Jawab Kak! Yang di katakan Mama itu bohong kan?!" Alesha memberontak dalam pelukan kakak sepupunya.

"Alesha! Kamu harus terima kenyataan bahwa Opa kamu udah nggak ada!" Aditya berteriak untuk menyadarkan Alesha.

Pintu ruangan ICU terbuka, menampilkan dua orang suster tengah mendorong brankar. Di brankar itu terdapat jenazah yang ditutupi kain putih. Alesha mendekat ke arah brankar dengan langkah gontai. Dengan tangan yang gemetar ia membuka kain putih itu. Terlihat seorang pria paruh baya menutup mata dengan damai.

Tangis Alesha pecah saat mendapati seseorang yang sangat berharga baginya telah tiada. Keluarga Alesha yang ada di sana juga tidak mampu menahan kesedihan melihat pria paruh baya di hadapan mereka telah tiada. Termasuk Mama Alesha yang tidak sadarkan diri setelah melihat jenazah Ayahnya.

"Opa..." Dada Alesha sesak saat menyebut panggilan untuk Kakeknya. Bibirnya terasa kelu saat akan melanjutkan perkataannya.

"Maaf, jenazah harus segera diurus untuk proses pemakaman," ucap salah satu suster itu. Kemudian kedua suster itu mendorong brankar menjauh dari sana.

Alesha menjatuhkan dirinya di lantai rumah sakit dan menangis histeris saat kedua suster mendorong brankar menjauh dari sana. Kakak sepupu Alesha membawa Alesha dalam pelukan, mencoba untuk menenangkannya.




Rintik-rintik hujan turun di pagi hari, membasahi area pemakaman. Orang-orang dengan balutan busana hitam mulai meninggalkan area pemakaman setelah prosesi pemakaman Ranajaya, Kakek Alesha selesai. Termasuk keluarga besar Ranajaya, menyisakan Alesha serta sepupu laki-lakinya di sana.

Alesha menatap gundukan tanah di depannya dengan tatapan sendu. Air mata telah berhenti mengalir dari mata indah Alesha, hanya menyisakan bekas di sana. Tangannya dengan gemetar mengelus nisan Kakeknya.

"Opa kenapa pergi? Siapa lagi yang akan denger keluh kesah Alesha setelah ini? Nggak ada lagi, Opa..." Alesha kembali terisak, air matanya kembali tumpah.

"Opa waktu itu udah janji sama Alesha bakalan sembuh, tapi Opa malah pergi ninggalin Alesha. Opa jahat..." Alesha berujar dengan lirih.

"Alesha, kamu harus ikhlas. Opa sekarang udah nggak ngerasain sakit lagi," ucap Gavin, Kakak sepupu Alesha sembari mendekap erat Alesha.

"Pasti sekarang Opa dan Oma udah bersama lagi. Kamu jangan buat mereka sedih di sana," lanjut Gavin lagi. Ia berusaha meyakinkan Alesha agar ikhlas menerima takdir.

"Tapi setelah ini siapa lagi yang akan peduli dengan Alesha selain Opa, Kak? Nggak akan ada lagi, cuma Opa." Alesha menangis di dalam dekapan Gavin. Ia semakin terisak mengingat setelah ini tidak ada lagi orang yang mempedulikan dirinya.

Gavin merapikan rambut Alesha yang keluar dari kerudung yang di pakai Alesha. Setelahnya, Gavin berujar memberikan kata penenang. "Alesha, masih ada Kakak di sini. Kakak akan selalu ada buat kamu, jadi kamu tenang aja."

Omong kosong, Kakak pasti akan seperti yang lain, batin Alesha setelah mendengar apa yang di ucapkan Kakak sepupunya

"Sekarang kita pulang, ya?" tanya Gavin yang diangguki oleh Alesha.

Alesha hanya menurut saat Gavin mengajaknya untuk pulang. Fisik dan batinnya sekarang mulai lelah. Bersedih juga membuat tenaga Alesha berkurang, mungkin saat ini ia harus beristirahat dan mengisi tenaga terlebih dulu.

Mereka akhirnya meninggalkan area pemakaman dengan posisi Alesha yang masih berada di dekapan Gavin. Sebelum benar-benar meninggalkan area pemakaman, Alesha melihat kembali makam sang Kakek. Mungkin ini takdir yang terbaik, Alesha berpikir seperti itu.

Opa, Alesha pamit pulang dulu. Alesha janji akan mengunjungi Opa di waktu senggang Alesha. Tenang di sana ya, Opa. Dan semoga saja cucu Opa ini kuat menghadapi masalah yang akan datang tanpa kehadiran Opa, batin Alesha yang berusaha tersenyum sebelum meninggalkan makam sang Kakek.

ALEAGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang