CHAPTER 09

891 74 0
                                    

"Mungkin Tuhan jauhin lo dari dia bukan karna dia buruk buat lo, tapi lo yang buruk buat dia."
Agastya

Agastya menghentikan laju mobilnya di pekarangan sebuah rumah sederhana. Terlihat ada beberapa motor yang terparkir di sana. Agastya kemudian turun dari mobil dan berjalan masuk ke rumah itu.

"Widih... rapi bener lo, Gas. Habis dari mana lo?"

"Dari—" Agastya yang akan menjawab pertanyaan salah satu temannya itu terhenti karna sebuah teriakan.

"ARFAN, KELUAR LO! GUE TAU LO ADA DISINI!"

Seorang laki-laki bersetelan jas hitam masuk ke rumah sederhana itu dengan berteriak marah. Laki-laki itu langsung menghampiri teman Agastya yang bernama Arfan.

"KENAPA LO BUAT SI ***** MATI?! KENAPA?!"

"TEGA LO, TEGA! LO HARUS BUAT DIA HIDUP LAGI, GUE NGGAK TERIMA KALO DIA MATI!"

Agastya yang melihat temannya akan dihajar oleh laki-laki tadi sontak menghalanginya. Ia mencoba menenangkan laki-laki bersetelan jas hitam itu. "Woy, sabar Bang Daffin, sabar. Lo ada masalah apa sama si Arfan?"

Laki-laki bernama Daffin itu melepaskan diri dari Agastya yang menghalanginya. Ia kemudian mendudukan diri di salah satu sofa yang ada di sana. Daffin juga melepas jas yang melekat di tubuhnya.

"Gue udah ngerelain pulang dari kantor langsung baca cerita dan berharap kalo cerita itu bakalan happy ending. Eh, malah sad ending. Emang bangsat yang nulis cerita," maki Daffin.

Arfan, teman Agastya yang di maksud oleh Daffin itu meringis mendengar makian Daffin. Ia kemudian mencoba mendekati Daffin.

"Ya, maap. Lo nggak usah emosi dong, Bang. Itu kan cuma tulisan," ujar Arfan.

Daffin yang mendengar hal itu langsung tersulut emosi kembali. "Apa lo bilang? Cuma tulisan? Bangsat emang lo, udah bikin orang nangis tapi nggak ada rasa bersalah."

"Gas, ambilin gue minum di kulkas. Tenggorokan gue kering habis teriak-teriak," perintah Daffin.

Agastya yang mendapat perintah dari Daffin pun terpaksa menjalankannya. Ia berjalan menuju kulkas dan mengambil minum. Agastya kemudian kembali dengan menggerutu.

"Nih, Bang. Makanya nggak usah teriak-teriak. Lagian cuma masalah cerita aja lo pakai marah-marah." Agastya mengatakan itu sambil menyodorkan botol minum ke arah Daffin.

"Udah lah, Bang. Nanti di versi novelnya juga bakalan beda," celetuk Arfan.

"Maksudnya lo bakalan buat si ***** hidup lagi?" balas Daffin.

"Nggak lah Bang, dari awal gue juga udah rencanain si ***** mati. Dan nggak bakalan kayak cerita-cerita lain yang hidup lagi di versi novel," jelas Arfan.

"Wih... cerita lo mau terbit, Fan?" tanya Agastya. Ia tidak menyangka bahwa cerita yang ditulis temannya di aplikasi novel online akan terbit menjadi sebuah buku. Agastya juga ikut senang mendengar hal itu, perjuangan temannya itu tidak sia-sia.

"Iya, Gas. Cerita gue mau jadi novel. Perjuangan gue promosi cerita sampai banyak pembaca itu nggak mudah. Tapi sekarang terbayar karna cerita gue bakalan jadi novel."

Agastya menepuk bahu Arfan, kemudian ia berkata, "selamat Fan, perjuangan lo nggak sia-sia. Tapi lo nggak pura-pura mati buat narik pembaca agar baca cerita lo kan?"

"Ya nggak lah, ngapain gue kayak gitu. Kematian itu bukan buat main-main," balas Arfan.

"Bagus lah kalau gitu. Btw, cerita lo berdasarkan kisah nyata bukan?" tanya Agastya.

"Bukan, cerita yang gue tulis murni karangan gue."

"Tapi kalau lo bilang kisah nyata pasti bakalan naikin pembaca lo, Fan. Nipu sedikit, pasti langsung viral," ujar Daffin yang sudah mereda emosinya.

"Ngapain juga gue nipu Bang, kasihan pembaca gue kalau mereka tau selama ini dibohongi," jelas Arfan.

"Bagus kalau gitu. Nanti kasih gue novel lo, ya, Fan. Gue kan pembaca setia cerita lo," pinta Daffin.

"Yoi, Bang. Nanti gue kasih lo satu lusin," balas Arfan.

Malam semakin larut, rumah sederhana itu justru banyak di datangi orang. Orang-orang itu adalah anggota geng kecil bernama LEANDER. Rumah sederhana itu adalah tempat berkumpul yang bisa disebut  markas para anggota LEANDER.

LEANDER, sebuah geng yang didirikan sebagai rumah kedua untuk para anggotanya. Dalam artian sebagai tempat berbagi cerita dan tempat merasakan hangatnya kekeluargaan. Itu lah tujuan pendiri LEANDER mendirikan geng ini. Karna para pendiri LEANDER tau bahwa tidak semua orang merasakan hangatnya kekeluargaan di rumah mereka sendiri.

Latar belakang yang berbeda dari para anggota LEANDER tidak membuat jarak di antara mereka. Justru solidaritas sangat dijunjung tinggi di sana. Itu juga yang membuat para anggota LEANDER nyaman dengan geng ini.

Begitu juga dengan Agastya, ia merasa nyaman dengan LEANDER. Karna dengan berkumpul dan bersenda gurau dengan anggota LEANDER lainnya, Agastya dapat melupakan masalahnya sejenak.

"Assalamu'alaikum," salam seorang laki-laki yang masuk kedalam markas LEANDER. Laki-laki itu adalah salah satu pendiri LEANDER.

"Wa'alaikumsalam," jawab Daffin, ia langsung saja mengajak salaman laki-laki tadi.

"Apa kabar, Gan? Udah lama nggak ketemu," celetuk Daffin kepada laki-laki bernama Reagan itu.

"Kabar gue baik," balasnya.

"Kayaknya lo udah lama nggak ke markas ini," kata Daffin kepada Reagan.

Agastya yang mendengar itu langsung menyeletuk, "nggak kebalik, Bang? Bukannya lo yang jarang ke markas. Kalo Bang Reagan mah setiap minggu pasti ke markas."

Daffin yang mendengar itu langsung menatap sinis Agastya. Sedangkan Reagan hanya terkekeh melihat hal itu.

"Udah lah, nggak apa-apa. Sekarang kan pada sibuk sama urusannya masing-masing. Yang terpenting sekarang kalian yang ada di sini kalau ada masalah sesama anggota diselesaikan baik-baik, jangan sampai berimbas ke LEANDER. Kita semua di sini itu keluarga, jadi jangan sampai ada suatu masalah yang menghancurkan kekeluargaan yang sudah dibangun," pesan Reagan kepada para anggota LEANDER yang ada di sana.

Mereka yang ada di sana pun menyetujui perkataan Reagan. Selanjutnya mereka kembali kepada aktivitasnya masing-masing. Termasuk Agastya yang memilih bermain gitar dan mengeluarkan suaranya yang sumbang.

ALEAGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang