CHAPTER 42

666 47 0
                                    

Hai hai! Aku kembali lagi setelah kurang lebih 1 bulan hiatus. Gimana nih kabar para readersku semua? Semoga baik-baik aja ya.

Aku batalin niatan hiatus 2 bulanan karena tau rasanya digantung lama sama author itu nggak enak. Jadi aku memutuskan kembali lanjutin cerita ini, kebetulan juga pikiran aku sudah sedikit lega jadi bisa nulis cerita ini lagi.

Aku juga mau mengucapkan terima kasih atas 10 ribu pembaca. Mungkin bagi orang lain angka itu masih sedikit, tapi bagi aku itu udah banyak banget dan sangat berarti bagi aku yang penulis amatiran ini.

Dah, gitu aja aku nyapa para readers semua. Aku mau bilang kalau part ini akan flashback kehidupan Alesha semasa kecil yang selalu mendapatkan perlakuan kasar dari Aditya. Siapkan hati kalian untuk baca part ini.

Happy reading :)

—————

Flashback

"Ayah, Ale nggak mau yang ijo-ijo."

"Ale juga nggak mau wortelnya."

"Ayah, kuahnya masih panas."

Aditya yang mendengar hal itu menjadi geram. Ia meletakan mangkok berisi sayur sop dan nasi begitu saja di meja makan. Aditya kemudian berteriak membentak Alesha, "kamu kenapa banyak maunya, Alesha?! Makan saja yang ada! Tidak usah banyak protes!"

Alesha terkejut mendengar bentakan Ayahnya. Mata Alesha juga seketika berkaca-kaca. Gadis kecil berusia 4 tahun seperti Alesha sudah harus mendapatkan perlakuan kasar dari Ayahnya.

"Kamu makan sendiri, tidak usah meminta tolong kepada saya lagi. Merepotkan saya saja kamu," ketus Aditya sembari meninggalkan Alesha di meja makan.

Aditya meninggalkan Alesha begitu saja tanpa memiliki rasa kasihan terhadap Alesha. Padahal bukan tanpa alasan Alesha meminta tolong kepada Aditya. Alesha meminta tolong kepada Ayahnya untuk menyuapinya karena tangan kanannya terkilir setelah jatuh, dan di rumah pun tidak ada orang lain selain Aditya.




"Wah, Ayah beliin sepeda ini buat aku? Makasih Ayah." Alesha mengatakan itu dengan mata yang berbinar. Ia sangat senang mendapatkan sepeda sesuai keinginannya.

"Saya terpaksa membelikan sepeda ini untuk kamu karena Mama kamu yang memaksa saya. Sebenarnya saya tidak sudi mengeluarkan uang untuk membeli barang yang kamu inginkan," balas Aditya. Setelahnya ia pergi meninggalkan Alesha di taman rumahnya.

Raut wajah Alesha yang semula gembira seketika berubah murung mendengar perkataan Aditya. Kegembiraanya seketika hilang karena Aditya tidak rela hati membelikan sepeda untuknya.




"Rasakan! Ini balasan karena kamu telah melukai adik kamu!"

Aditya dengan tidak berperasaan memasukan kepala Alesha ke dalam bak mandi yang penuh dengan air. Ia mencelupkan kepala Alesha berulang kali di sana. Dan terlihat, wajah Alesha sekarang memucat karena perbuatan Ayahnya.

"A-ayah, ampun..." lirih Alesha. Di tengah-tengah dirinya yang kesusahan bernapas, Alesha mencoba memohon kepada Ayahnya untuk menghentikan perbuatannya.

"Tidak ada ampunan untuk kamu!" Aditya tidak mengindahkan perkataan Alesha.

Dan sekarang Aditya membenturkan kepala Alesha ke pinggiran bak mandi. Hal itu membuat Alesha kehilangan kesadarannya. Setelahnya Aditya meninggalkan Alesha yang tergeletak tak sadarkam diri di lantai kamar mandi. Aditya pergi begitu saja tanpa rasa bersalah.




"Ayah, sakit..." lirih Alesha sembari memegang kepalanya yang berdenyut karena Aditya membenturkan kepalanya ke tembok.

Aditya memberikan hukuman karena Alesha tidak sengaja melakukan kesalahan kecil. Alesha tidak sengaja menumpahkan kopi ke atas berkas-berkas kantor Aditya.

"Saya tidak peduli! Lebih baik kamu mati anak pembawa sial!" teriak Aditya sembari membenturkan kepala Alesha ke tembok lagi.

Flashback end.



Aditya POV

Aku mengamati putriku yang tengah terbaring di ranjang rumah sakit. Ia belum sadarkan diri semenjak dibawa ke rumah sakit. Dokter mengatakan jika Alesha mengalami depresi yang membuat kesehatannya terganggu.

Fisik dan batin Alesha sekarang mengalami sakit. Dan aku salah satu orang yang membuat batin Alesha terluka. Bodoh memang, dengan tidak berperasaan aku menyakiti putri kandungku sendiri.

Penyesalan besar sekarang menghantamku. Aku rasa penyesalanku ini tidak akan bisa menyembuhkan luka batin yang aku perbuat terhadap Alesha. Aku menghancurkan mental Alesha sejak kecil. Mungkin aku bisa dinobatkan sebagai Ayah terburuk di dunia jika penobatan itu ada.

Mengetahui kebenaran jika Alesha yang mendonorkan darah untuk menyelamatkan nyawaku membuat hatiku terketuk. Aku yang awalnya sangat membenci dirinya karena hadirnya adalah sebuah kesalahan besar yang aku perbuat, kini berubah seketika. Jika diberi kesempatan aku akan memperbaiki semuanya. Aku akan memperlakukan Alesha dengan baik serta menyayangi dirinya sepenuh hati.

Aku mengelus rambut Alesha yang terurai menggunakan tanganku yang telah menyakitinya. Tangan ini telah hampir membuatnya kehilangan nyawa. Tangan ini juga yang membuat bekas tamparan berkali-kali di pipinya.

Tanpa sadar aku menitikan air mata. Aku benar-benar gagal menjadi seorang Ayah. Mengingat jika Alesha kehilangan masa depannya membuat hatiku seperti tersayat sebuah benda tajam. Aku telah berkali-kali menyakiti Alesha, dan sekarang pacarnya yang brengsek itu menyakitinya dengan merenggut kehormatannya.

Ingin sekali aku menyumpah serapahi-nya karena telah merenggut kehormatan putriku. Tapi aku tidak kalah brengseknya dengan dirinya. Apakah ini sebuah karma karena aku juga melakukan hal yang sama di masa lalu. Tapi mengapa karma ini harus menimpa putriku, kenapa tidak aku saja yang menerimanya. Jika ini benar-benar karma untukku, aku ingin meminta kepada Tuhan agar tidak memberikan karma lagi. Aku tidak ingin lagi jika putriku harus ikut menanggung karma, biarkan aku saja yang menanggungnya.

Pintu ruang rawat Alesha terbuka karena seseorang membukanya. Aku mengalihkan atensi untuk melihat seseorang itu. Ternyata Raiden yang membukanya. Ia berjalan ke arahku sembari menatapku sinis. Ia juga berkata, "puas lo sekarang? Puas udah bikin mental anak kandung lo sendiri jatuh?"

"Gue akui kalau gue juga gagal jadi Ayah yang baik buat Alesha. Tapi gue nggak segagal lo, Aditya," lanjut Raiden lagi.

Aku terdiam mendengar perkataannya. Yang dikatakan Raiden sangat benar. Aku seorang Ayah yang buruk karena telah membuat mental putrinya sendiri jatuh.

"Sekarang lo pergi dari sini!" usir Raiden.

Mendapatkan usiran dari Raiden membuatku bangkit dari duduk walau dengan berat hati. Aku berjalan perlahan menuju pintu ruangan. Namun sebelum membuka pintu, aku menengok kembali ke arah Alesha. Aku juga membatin, maafkan Ayah, Alesha.

POV end.

ALEAGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang