CHAPTER 12

783 66 2
                                    

"Ya, ya, ya. Gue ngerti. Kali ini lo gue maafin."

Agastya menghela napas lega mendengar kalimat yang keluar dari mulut Alesha. Ia telah menjelaskan semuanya dan berhasil mendapatkan maaf dari Alesha.

Tak lama pesanan mereka datang, seorang pelayan meletakan pesanan mereka dan langsung pergi setelahnya. Es krim rasa donat dengan toping donat mini, itulah yang Alesha pesan. Sedangkan Agastya hanya memesan jus buah dan beberapa cemilan, karena Agastya tidak menyukai es krim.

"Lo nggak usah ngambek lagi, kemarin udah gue beliin donat satu box. Udah lo makan kan? Kemarin gue titipin ke adek lo yang galaknya sebelas duabelas kayak lo."

"Dari lo? Belum gue makan, gue masih di rumah Papa gue. Kemarin Gia bilang kalau ada cowok gesrek dateng ke rumah sambil nitipin donat ke dia. Dari lo ternyata."

Kurang ajar banget tuh bocah, enteng banget bilang gue gesrek, batin Agastya.

"Nggak usah ngebatin adek gue, yang dia omongin bener. Lo emang gesrek."

"Adek sama Kakak ternyata sama aja, kalo ngomong pedes."

"Agastya, Alesha," panggil seorang gadis yang menghampiri mereka.

Agastya terkejut dengan kehadiran seorang gadis yang menghampiri mereka. Gadis itu adalah sahabat Agastya sejak kecil. Agastya kemudian bertanya kepada sahabatnya itu, "Lacita, sama siapa kamu ke sini? Kafe ini kan jauh sama rumah kamu."

"Sama Kakak. Tapi Kakak lagi ke kamar mandi," balas Lacita.

"Oh, aku kira kamu sendiri. Aku khawatir kalau kamu pergi sendiri, apalagi jauh dari rumah."

"Nggak kok."

Iki kiri kimi sindiri. Najis, sama dia aja sikapnya dilembut-lembutin. Giliran sama gue sikapnya kayak setan, batin Alesha yang menatap jengah dua orang di depannya yang asik mengobrol tanpa menghiraukan dirinya.

"Ya udah, aku mau kembali ke meja aku dulu ya, maaf kalau aku ganggu kalian." Lacita pergi dari sana dan menuju tempatnya tadi karena melihat raut muka Alesha yang tidak bersahabat.

"Iya," balas Alesha. Tapi dalam hati Alesha membatin, sono pergi, kehadiran lo nggak diharapin.

"Napa lo? Cemburu?" tanya Agastya setelah melihat wajah Alesha yang berubah jutek.

"Nggak, cuma gerah aja." Udah tau pakek acara nanya lagi, lanjut Alesha di dalam hati.




Alesha dan Agastya berjalan menuju rak tempat barang yang akan dibeli sambil mendorong troli. Saat ini mereka berada di sebuah supermarket untuk membeli kebutuhan rumah Agastya. Agastya sendiri yang memiliki inisiatif berbelanja kebutuhan rumahnya menggantikan sang Bunda.

"Lo nggak apa-apa kan gue ajak belanja sebentar?" tanya Agastya kepada Alesha yang sedang melihat list belanjaan rumah Agastya.

"Hmm. Lo di rumah nggak ada asisten rumah tangga, Gas?"

Agastya meletakan barang yang ia ambil dari rak ke dalam troli, kemudian ia melirik Alesha sekilas. "Nggak ada, semua pekerjaan rumah dilakukan sama Bunda. Bunda nyempetin ngurus rumah di tengah-tengah sibuk menjalankan pekerjaannya sebagai dokter. Kadang kalau ada sesuatu yang bisa gue kerjain, gue kerjain. Itu gue lakuin buat meringankan perkerjaan rumah Bunda. Gue nggak mau Bunda capek ngurus rumah sendiri," jelas Agastya yang membuat Alesha kagum dengan Bunda Agastya.

"Bunda hebat, ya, Gas."

"Bunda memang hebat, Sha. Beliau juga memprioritaskan keluarga. Sesibuk apapun Bunda, Bunda pasti selalu ada buat keluarga." Alesha tersenyum mendengar itu. Agastya sangat beruntung memiliki Ibu seperti Bunda Airin.

"Sabun cuci tangan yang ada di list ini nggak ada, Gas," ucap Alesha setelah melihat ke rak yang berisi jajaran sabun cuci tangan.

"Ambil yang ini aja lah, Sha. Sama-sama sabun cuci tangan." Agastya mengambil sabun cuci tangan sembarangan dan langsung memasukannya ke dalam troli.

Agastya kemudian mengambil kembali sabun cuci tangan yang di masukan ke dalam troli. Ia kemudian membaca tulisan yang ada di kemasan sabun itu. "Membunuh sembilan puluh sembilan koma sembilan persen kuman. Weh, berarti ini nggak membunuh seratus persen kuman dong," celetuk Agastya setelah membaca tulisan di kemasan.

"Tapi biarin lah," lanjut Agastya lagi.

Mereka pun langsung berjalan menuju kasir setelah mengambil sabun cuci tangan. Kebutuhan rumah Agastya pun sudah di ambil semua. Di tengah-tengah perjalanan menuju kasir, pandangan Agastya tertuju pada pembalut yang terjejer di salah satu rak. Melihat berbagai jenis pembalut membuat Agastya membatin, weh, itu pembalut kok ada sayapnya. Berarti kalau make itu bisa terbang dong, itu juga ada varian dingin. Udah kayak minuman aja ada varian dingin, hehehe...

Melihat Agastya yang tersenyum-senyum sendiri sambil memperhatikan jajaran pembalut membuat Alesha menggeplak kepala Agastya. Kekasihnya itu pasti sedang berpikir yang tidak-tidak. "Pasti lo mikir macem-macem!"

Agastya mengelus kepalanya yang digeplak oleh Alesha. Ia kemudian membalas perkataan Alesha dengan tidak santai. "Apaan sih! Nggak usah nuduh lo! Baru pacaran aja udah melakukan kekerasan lo! Nggak bakal gue nikahin kalau lo masih kayak gini terus."

"Yang mau nikah sama lo itu siapa? Gue ogah ya, nikah sama lo," balas Alesha.

"Berarti lo nganggep kalau hubungan kita itu main-main?"

"Lo lupa? Awal kita pacaran itu karna sama-sama gabut dan dulu lo cuma iseng ngajak gue pacaran."

Agastya terdiam mendengar hal itu. Yang dikatakan Alesha memang benar, ia dulu hanya iseng saja mengajak Alesha berpacaran. Tapi ternyata hubungan mereka masih berlanjut hingga sekarang. "Oh iya, ya. Kita pacaran kan karna sama-sama gabut. Ya udah lah, lupain aja."

ALEAGAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang